Pimpinan MPR Sebut Putusan MK Problematik, Minta KPU Hati-Hati


Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/aa.
MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai memutuskan perkara kontroversial yang lebih kental nuansa politiknya ketimbang aspek hukum. Adapun perkara tersebut, yakni uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Adapun MK dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 menyatakan, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. MK menyebut warga negara Indonesia (WNI) di bawah usia 40 tahun bisa maju jadi capres atau cawapres asalkan berpengalaman sebagai kepala daerah.
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengatakan, apabila putusan MK dicermati secara detail, maka terdapat persoalan mendasar di dalamnya.
Baca Juga:
TPN Ganjar: MK Melampaui Kewenangannya
Persoalan itu berkaitan dengan amar putusan yang berbunyi ‘Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’.
"Terhadap amar putusan tersebut, ada 4 (empat) hakim konstitusi yang menyatakan dissenting opinion (pendapat berbeda) dengan menyatakan ‘menolak permohonan tersebut’, terdiri dari Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat dan Suhartoyo,” kata Basarah dalam keterangannya, Senin (16/10).
“Selain itu, terdapat 2 (dua) hakim konstitusi yang oleh putusan disebut memiliki concurring opinion (alasan berbeda), yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh,” imbuhnya.
Apabila pendapat dua hakim konstitusi itu dicermati, kata Basarah, maka sejatinya mereka menyampaikan dissenting opinion. Sebab, kedua hakim konstitusi tersebut memiliki pendapat berbeda soal amar putusan.
Basarah menuturkan, menurut hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, amar putusan seharusnya ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai gubernur yang persyaratannya ditentukan oleh pembentuk undang-undang’.
Kemudian, lanjut dia, menurut hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh, amar putusannya seharusnya ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi’.
“Artinya, sejatinya hanya 3 (tiga) orang hakim konstitusi yang setuju dengan amar putusan ini (berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah),” tutur Basarah.
Baca Juga:
Jokowi Bereaksi Soal Putusan MK hingga Peluang Gibran Jadi Cawapres
Kemudian 6 hakim konstitusi lainnya, memiliki pendapat berbeda berkaitan dengan amar putusan. Oleh karena itu, Basarah menyebur sebenarnya putusan MK ini tidak mengabulkan petitum pemohon, melainkan menolak permohonan pemohon.
Menurutnya, jika dipaksakan bahwa 5 orang hakim mengabulkan permohonan maka titik temu di antara 5 orang hakim adalah berusia paling rendah 40 tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah gubernur.
“Dengan demikian putusan MK tidak dapat dimaknai bahwa berpengalaman sebagai kepala daerah adalah sebagai bupati/wali kota,” ucap Basarah.
Politikus PDIP ini menambahkan, atas putusan yang problematik ini, maka selayaknya untuk tidak serta merta diberlakukan pada Pilpres 2024. Pasalnya, putusan MK mengandung persoalan yaitu kekeliruan dalam mengambil putusan yang berakibat pada keabsahan putusan.
Dia menyebut, putusan problematik MK apabila ditindaklanjuti KPU akan melahirkan persoalan hukum dan berpotensi menimbulkan masalah di ke depannya terkait legitimasi dan kepastian hukum putusan.
“Untuk itu sudah seharusnya KPU mengedepankan asas kehati-hatian, kecermatan dan kepastian dalam mempelajari keputusan ini,” tutup Basarah. (Pon)
Baca Juga:
Gibran Berpeluang Maju Cawapres, Golkar Minta Semua Pihak Hormati Putusan MK
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Iwakum Ajukan Judicial Review, Ketua AJI: Penting Ingatkan Negara soal Kewajiban Lindungi Jurnalis

Sri Mulyani Buka Suara usai Rumahnya Dijarah, Minta Masyarakat Ajukan Judicial Review ke MK

Prabowo Perintahkan Anak Buahnya Pelajari Putusan MK yang Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan

MK Putuskan Wakil Menteri Tidak Boleh Rangkap Jabatan

Iwakum Hadiri Sidang Perdana Uji Materi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 di Mahkamah Konstitusi

Iwakum Minta MK Pertegas Pasal Perlindungan Wartawan di UU Pers

Aksi Teatrikal Iwakum depan Gedung MK: Minta Perlindungan Wartawan Dipertegas

KPU RI Pantau Langsung TPS di Pilkada Ulang Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka

KPU Tunggu Aturan Baru dari DPR dan Pemerintah Terkait Putusan MK tentang Jadwal Pemilu dan Pilkada

Paripurna DPR Setujui Inosentius Samsul Jadi Hakim MK, Disebut Orang Kredibel
