Pimpinan MPR Sebut Putusan MK Problematik, Minta KPU Hati-Hati

Zulfikar SyZulfikar Sy - Senin, 16 Oktober 2023
Pimpinan MPR Sebut Putusan MK Problematik, Minta KPU Hati-Hati

Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/aa.

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai memutuskan perkara kontroversial yang lebih kental nuansa politiknya ketimbang aspek hukum. Adapun perkara tersebut, yakni uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Adapun MK dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 menyatakan, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. MK menyebut warga negara Indonesia (WNI) di bawah usia 40 tahun bisa maju jadi capres atau cawapres asalkan berpengalaman sebagai kepala daerah.

Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengatakan, apabila putusan MK dicermati secara detail, maka terdapat persoalan mendasar di dalamnya.

Baca Juga:

TPN Ganjar: MK Melampaui Kewenangannya

Persoalan itu berkaitan dengan amar putusan yang berbunyi ‘Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’.

"Terhadap amar putusan tersebut, ada 4 (empat) hakim konstitusi yang menyatakan dissenting opinion (pendapat berbeda) dengan menyatakan ‘menolak permohonan tersebut’, terdiri dari Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat dan Suhartoyo,” kata Basarah dalam keterangannya, Senin (16/10).

“Selain itu, terdapat 2 (dua) hakim konstitusi yang oleh putusan disebut memiliki concurring opinion (alasan berbeda), yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh,” imbuhnya.

Apabila pendapat dua hakim konstitusi itu dicermati, kata Basarah, maka sejatinya mereka menyampaikan dissenting opinion. Sebab, kedua hakim konstitusi tersebut memiliki pendapat berbeda soal amar putusan.

Basarah menuturkan, menurut hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, amar putusan seharusnya ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai gubernur yang persyaratannya ditentukan oleh pembentuk undang-undang’.

Kemudian, lanjut dia, menurut hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh, amar putusannya seharusnya ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi’.

“Artinya, sejatinya hanya 3 (tiga) orang hakim konstitusi yang setuju dengan amar putusan ini (berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah),” tutur Basarah.

Baca Juga:

Jokowi Bereaksi Soal Putusan MK hingga Peluang Gibran Jadi Cawapres

Kemudian 6 hakim konstitusi lainnya, memiliki pendapat berbeda berkaitan dengan amar putusan. Oleh karena itu, Basarah menyebur sebenarnya putusan MK ini tidak mengabulkan petitum pemohon, melainkan menolak permohonan pemohon.

Menurutnya, jika dipaksakan bahwa 5 orang hakim mengabulkan permohonan maka titik temu di antara 5 orang hakim adalah berusia paling rendah 40 tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah gubernur.

“Dengan demikian putusan MK tidak dapat dimaknai bahwa berpengalaman sebagai kepala daerah adalah sebagai bupati/wali kota,” ucap Basarah.

Politikus PDIP ini menambahkan, atas putusan yang problematik ini, maka selayaknya untuk tidak serta merta diberlakukan pada Pilpres 2024. Pasalnya, putusan MK mengandung persoalan yaitu kekeliruan dalam mengambil putusan yang berakibat pada keabsahan putusan.

Dia menyebut, putusan problematik MK apabila ditindaklanjuti KPU akan melahirkan persoalan hukum dan berpotensi menimbulkan masalah di ke depannya terkait legitimasi dan kepastian hukum putusan.

“Untuk itu sudah seharusnya KPU mengedepankan asas kehati-hatian, kecermatan dan kepastian dalam mempelajari keputusan ini,” tutup Basarah. (Pon)

Baca Juga:

Gibran Berpeluang Maju Cawapres, Golkar Minta Semua Pihak Hormati Putusan MK

#Mahkamah Konstitusi #MPR RI #Pemilu 2024 #Pilpres 2024 #KPU
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
KPK Pelajari Putusan DKPP Usut Pengadaan Pesawat Jet Pribadi KPU RI
Fakta-fakta yang terungkap terkait pengadaan pesawat jet pribadi KPU RI dalam sidang DKPP akan menjadi pengayaan bagi KPK untuk menindaklanjuti laporan koalisi masyarakat sipil tersebut.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 28 Oktober 2025
KPK Pelajari Putusan DKPP Usut Pengadaan Pesawat Jet Pribadi KPU RI
Indonesia
Presiden RI ke-2 Soeharto Diusulkan Dapat Gelar Pahlwan, MPR: Harusnya Tidak Lagi Menimbulkan Problem
Muzani menyerahkan sepenuhnya pemberian gelar pahlawan itu kepada Presiden Prabowo Subianto, termasuk tokoh-tokoh lainnya yang akan diberi gelar pahlawan.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 24 Oktober 2025
Presiden RI ke-2 Soeharto Diusulkan Dapat Gelar Pahlwan, MPR: Harusnya Tidak Lagi Menimbulkan Problem
Indonesia
KPU Sewa Jet Pribadi Rp 90 M Saat Pemilu 2024, Komisi II DPR RI Naik Pitam dan Ancam Bongkar Semua Rincian Penggunaan APBN
Catatan agar lebih prudent lagi dalam penggunaan uang negara
Angga Yudha Pratama - Rabu, 22 Oktober 2025
KPU Sewa Jet Pribadi Rp 90 M Saat Pemilu 2024, Komisi II DPR RI Naik Pitam dan Ancam Bongkar Semua Rincian Penggunaan APBN
Berita Foto
Forum Indonesia Climate Change Forum (ICCF) 2025 Bahas RUU Pengelolaan Perubahan Iklim
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisal Nurofiq (dari kiri) bersama dengan Utusan Khusus Presiden Bidang Perdagangan Internasional & Kerjasama Multilateral Mari Elka Pangestu dan Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno saat acara Indonesia Climate Change Forum (ICCF) 2025 di Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Didik Setiawan - Selasa, 21 Oktober 2025
Forum Indonesia Climate Change Forum (ICCF) 2025 Bahas RUU Pengelolaan Perubahan Iklim
Indonesia
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Anang mengingatkan, jaksa yang sedang menjalankan tugas resmi tetap harus melalui mekanisme perizinan sesuai ketentuan.
Alwan Ridha Ramdani - Sabtu, 18 Oktober 2025
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Indonesia
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Rifqi juga mengungkapkan bahwa Komisi II bersama Badan Keahlian DPR RI sedang mengkaji dua fokus utama revisi UU ASN
Angga Yudha Pratama - Jumat, 17 Oktober 2025
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Indonesia
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Pemerintah menghormati setiap putusan yang dikeluarkan MK dan akan menindaklanjutinya sesuai mekanisme yang berlaku setelah menerima salinan resmi putusan tersebut.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 17 Oktober 2025
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Indonesia
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
Tak lagi absolut, MK putuskan Imunitas jaksa bisa dikesampingkan dalam OTT.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 17 Oktober 2025
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
Indonesia
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
Mahkamah Konstitusi (MK) resmi membatasi kekebalan hukum atau imunitas terhadap jajaran aparat jaksa
Wisnu Cipto - Kamis, 16 Oktober 2025
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
Indonesia
MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun
MK menegaskan lembaga pengawas independen ASN diperlukan untuk menjamin penerapan sistem merit, profesionalitas, dan netralitas ASN dari intervensi politik.
Wisnu Cipto - Kamis, 16 Oktober 2025
MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun
Bagikan