Presiden Didesak Terbitkan Perppu KPK, Pakar: Pilihan Sulit, Pasti Ada Risiko Politiknya
Pakar Hukum Tata Negara Asep Warlan (Foto: antaranews)
MerahPutih.Com - Desakan sejumlah elemen masyarakat agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait Komisi Pemberantasan Korupsi menurut Pakar hukum tata negara Prof Asep Warlan memiliki risiko politik.
"Memang pilihan yang serba sulit, semua (keputusan) ada risikonya," katanya, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (20/9).
Baca Juga:
Masinton dan Fahri Kompak Klaim Pimpinan KPK 2015-2019 Sudah Tidak Ada
Bagi dosen Universitas Katolik Parahyangan Bandung ini, Presiden bisa mengeluarkan perppu untuk membatalkan UU KPK yang baru, dan masyarakat pasti akan menyambutnya sebagai langkah yang aspiratif dan demokratis.
Apalagi, ia mengakui resistensi publik sangat kuat terhadap UU KPK yang baru karena memang banyak permasalahan yang terkandung dalam revisi UU Nomor 30/2002 itu.
"Kalau itu (perppu) dikeluarkan, artinya Presiden aspiratif, menerima masukan publik untuk menghentikan pemberlakuan UU KPK yang baru," katanya.
Tetapi, kata dia, Presiden perlu berhitung bahwa langkah tersebut akan membuatnya bermasalah dengan DPR dalam menjalankan pemerintah yang akan datang.
"Karena selama ini Presiden kan menyetujui, sangat mengapresiasi DPR atas UU ini, dan sebagainya, tetapi kemudian berbalik arah dengan mengeluarkan perppu," katanya.
Artinya, jelas Asep sebagaimana dilansir Antara, jika Presiden menerbitkan perppu itu sama saja dengan menampar muka DPR di hadapan rakyat, dan akan dinilai tidak konsisten sikapnya oleh parpol-parpol di DPR.
"Karena UU ini kan inisiatif DPR, kalau (UU) inisiatif Presiden agak lumayan, istilahnya koreksi terhadap dirinya sendiri," katanya.
Baca Juga:
Tunda Pengesahan RUU KUHP, Langkah Jokowi Sesuai Aspirasi Rakyat
Asep Warlan menambahkan masih opsi lain, yakni menyerahkan kepada masyarakat untuk menggugat UU KPK yang baru kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
"Untuk membatalkan UU KPK sebenarnya kan ada dua langkah. Pertama, dengan perppu. Kedua, ajukan 'judicial review' ke MK. Serahkan keputusan kepada MK," pungkasnya.(*)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Penyandang Disabilitas Wicara Dirundung, DPR Sebut Masih Rendahnya Pemahaman dan Empati
Program dan Kawasan Transmigrasi Harus Jadi Penggerak Ekonomi Daerah
Minta Program MBG Disetop Selama Libur Sekolah, Fokus ke Ibu Hamil Saja
Tragedi Berdarah Tol Krapyak: 16 Nyawa Melayang, DPR Semprot Kemenhub Agar Bus 'Zombie' Tak Gentayangan Saat Nataru
DPR Desak Pengumuman UMP 2026 Transparan Agar Tak Ada Dusta
Negara Diminta 'Jemput Bola' Urus Sertifikat Korban Bencana Sumatera, Jangan Tunggu Rakyat Mengemis
DPR Warning Kementerian HAM: Peta Jalan Penyelesaian Pelanggaran HAM Jangan Cuma Jadi Pajangan, Implementasi Harus Se-Progresif Dialognya
Sindir Kinerja Kemenkes, Komisi IX DPR Sebut Pemulihan RS Pasca Banjir Sumatra Terlalu Santai
Desak Negara Hadir Selamatkan Pendidikan 700 Ribu Anak Papua
DPR Minta Imigrasi Plototin WNA Jelang Nataru Biar Enggak Kecolongan Pelanggaran Administrasi Hingga Narkoba