Pasal 222 UU Pemilu Dinilai Jegal Hak Konstitusi Partai Baru
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. ANTARA/HO-DPD RI
MerahPutih.com - Keberadaan partai politik baru dinilai menjadi salah satu jalan untuk perubahan mendasar dalam kerangka evaluasi perjalanan bangsa. Salah satunya dalam koridor kepemimpinan nasional, termasuk di Pilpres 2024 mendatang.
Namun, kata Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, Pasal 222 dalam Undang-Undang Pemilu telah merugikan hak konstitusi partai politik baru.
Dia mengatakan, salah satu alasan lahirnya partai politik baru karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja partai politik lama. Sehingga diharapkan melalui partai baru tersebut, arah perjalanan bangsa dapat dievaluasi melalui pemilu, termasuk pilpres.
Baca Juga:
Partai Partai Anyar Tolak Penundaan Pemilu 2024
“Sudah seharusnya parpol baru melakukan uji materi Pasal 222 ke Mahkamah Konstitusi. Karena sangat jelas, partai politik baru dalam Pilpres tahun 2024 nanti, tidak bisa menawarkan alternatif calon pemimpin bangsa. Karena dalam Pasal 222 tersebut, untuk mengajukan capres-cawapres harus punya basis suara pemilu sebelumnya,” kata La Nyalla dalam keterangannya, Kamis (3/2).
Padahal, lanjutnya, Pasal 6A ayat (2) di konstitusi jelas mengatakan bahwa setiap parpol peserta pemilu dapat mengajukan pasangan capres-cawapres sebelum pilpres dilakukan. Itu adalah hak konstitusional parpol. Tetapi nyatanya, hak konstitusi itu dimatikan begitu saja melalui Pasal 222 UU Pemilu.
Selain itu, Pasal 222 UU Pemilu juga juga melanggar Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Maklumat tentang Pendirian Partai Politik, serta Undang-Undang Partai Politik, yang semua muaranya adalah menciptakan pemilu yang berintegritas dan memiliki kepastian hukum untuk tercapainya cita-cita dan tujuan nasional.
“Karena jelas dalam Pertimbangan Undang-Undang Pemilu di huruf (a) dan (b), dituliskan bahwa pemilu harus menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan nasional seperti termaktub dalam pembukaan konstitusi kita,” tegasnya.
Baca Juga:
Din Syamsuddin Deklarasikan dan Kukuhkan Pengurus Partai Pelita
Belum lagi, ujar La Nyalla, jika membaca isi maklumat Wakil Presiden Muhammad Hatta yang dikeluarkan pada tanggal 3 November 1945. Intinya, partai politik memiliki kewajiban untuk memperkuat Indonesia di dalam kemerdekaannya, kebersatuannya, keberdaulatannya dan keadilan, serta kemakmurannya.
“Kemudian di dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, telah dicantumkan bahwa tujuan partai politik harus mencakup beberapa hal. Antara lain mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD Tahun 1945,” ujarnya.
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu mengatakan, dari semua uraian itu, sudah sangat jelas bahwa tujuan dan maksud dari penyelenggaraan pemilu serta hakikat dari tanggung jawab partai politik sudah terang benderang.
Sehingga hal itu memberikan kewajiban kepada para pembentuk Undang-Undang, yaitu DPR dan pemerintah, untuk memerhatikan norma dengan sangat hati-hati dan bijaksana dalam menyusun undang-undang.
“Termasuk kewajiban menjangkau kepastian hukum dan integritas dalam koridor ketatanegaraan,” ujarnya. (Pon)
Baca Juga:
Partai Gelora Uji Materi ke MK, Tolak Pemilu Serentak 2024
Bagikan
Berita Terkait
[HOAKS atau FAKTA]: Ketua Harian PSI Usulkan Duet Gibran-Jokowi di Pilpres 2029
Kader Partai Lain Loncat Gabung PSI, Jokowi Melihat Masa Depan Cerah
Pramono Bakal Tindak Bendera Partai yang Ganggu Keindahan Kota, Pasukan Oranye Jadi Andalan
Pegang SK Menkum, PPP Kubu Mardiono Ajak Agus Suparmanto Cs Gabung
Kata Menteri Hukum Soal Klaim 2 Ketum PPP Merasa Menang di Muktamar
Nasib Dua Ketua Umum PPP di Tangan Menkum, AD/ART Jadi Penentu
Prabowo Sentil Fenomena Gontok-gontokan di Tingkat Atas, Tak Masalah Beda Partai
Agus dan Mardiono Saling Klaim Kemenangan, Menkum: Dualisme PPP Diselesaikan Sesuai AD/ART
PPP Punya 2 Ketua Umum Hasil Muktamar ke-10 Ancol
Daftar Pengurus DPP PSI 2025-2030: Ketua Dewan Pembina Bapak 'J', 2 Politikus NasDem Jadi Petinggi