Novel Baswedan Cs Laporkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli ke Dewas
Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar (Dok. KPK)
MerahPutih.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar dilaporkan kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK atas dugaan pelanggaran etik.
Laporan itu dilayangkan oleh mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi PJKAKI KPK Sujanarko serta dua penyidik lembaga antirasuah Novel Baswedan dan Rizka Anungnata.
Baca Juga
Dewas KPK Ancam Pecat Lili Pintauli Siregar Jika Terbukti Langgar Kode Etik
Laporan ini terkait peran Lili dalam kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai yang telah menjerat mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju.
“Kejadian seperti ini membuat KPK sangat terpuruk dan sangat tidak lagi dipercayai publik,” kata Sujanarko dalam keterangan tertulis, Rabu (9/6).
Pria yang karib disapa Koko ini menyatakan, terdapat dua dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan pihaknya. Pertama, Lili diduga menghubungi dan menginformasikan perkembangan penanganan kasus Wali Kota Tanjungbalai, Syahrial.
Atas dugaan perbuatan tersebut, Lili diduga melanggar prinsip Integritas yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Pasal itu menyebutkan, “Insan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh Komisi kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan Pimpinan atau atasan langsung”.
Kedua, Lili diduga menggunakan posisinya sebagai Pimpinan KPK, untuk menekan Wali Kota Tanjungbalai Syahrial terkait penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo Tanjungbalai.
Atas dugaan perbuatan tersebut, Lili diduga melanggar prinsip Integritas yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Pasal itu menyatakan, “Insan KPK dilarang menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi”.
Atas dua dugaan tersebut, penyidik Rizka Anungnata menyatakan kesediaannya sebagai saksi, karena merasa memiliki banyak informasi terkait dengan dugaan pelanggaran tersebut.
“Berdasarkan hal tersebut sudah sepantasnya kami menduga atau setidaknya patut menduga telah terjadi pelanggaran etik yang dilakukan oleh LPS,” tegas Rizka.
Dalam kesempatan ini, Novel meminta Dewas untuk berani menyampaikan kepada publik apapun putusan hasil pemeriksaan pelaporan yang dilayangkan pihaknya, termasuk jika Dewas menyatakan Lili tidak terbukti melakukan pelanggaran etik.
Dengan demikian, KPK akan bebas dari stigma adanya kebiasaan yang tidak benar dalam penanganan perkara.
“Ini penting dan berdampak besar bagi keberlangsungan KPK dan merupakan isu yang menyangkut roh dan jiwa, harkat dan martabat KPK sebagai lembaga penindakan tindak pidana korupsi,” kata Novel. (Pon)
Baca Juga
Jejak Komisioner KPK Lili Pantauli di Kasus Walkot Tanjungbalai
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Diperiksa 8 Jam oleh KPK, Eks Menag Yaqut Irit Bicara soal Kasus Kuota Haji
Bukan Cuma Nadiem Makarim, ini Daftar Pihak yang Diperkaya di Kasus Korupsi Chromebook Kemendikbudristek
Korupsi Chromebook, Nadiem Makariem Terima Rp 809 Miliar
3 Eks Anak Buah Nadiem Didakwa Rugikan Negara Rp 2,1 Triliun di Kasus Korupsi Chromebook
Sidang Perdana Chromebook Ditunda, Nadiem Sakit
Mantan Menag Gus Yaqut Kembali Diperiksa KPK
Nadiem Makarim Disidang Hari ini, Agendanya Pembacaan Dakwaan Kasus Korupsi Pengadaan Laptop Chromebook yang Rugikan Negara Rp 2,1 Triliun
Temuan Awal Duit Korupsi Bupati Lampung Tengah Rp 5 Miliar, Diduga Buat Bayar Utang Pilkada
Wakilnya Masuk RS Setelah Jadi Tersangka, Walkot Farhan Mau Besuk Tunggu Izin Kejari
KPK: Bupati Lampung Tengah Gunakan Uang Korupsi untuk Operasional dan Bayar Utang Kampanye