Mitos tentang OCD yang Bikin Salah Paham


OCD bukan hanya meme dan bahasa gaul untuk menggambarkan orang yang perfeksionis. (perocduk.org)
ADA beberapa gangguan psikologis yang tampaknya disalahpahami, contohnya OCD atau obsessive-compulsive disorder. Bagi banyak orang, OCD telah menjadi bahasa gaul sehari-hari, sering digunakan untuk menggambarkan dengan sederhana kecenderungan perfeksionis atau tipe kepribadian yang sangat rewel dan mengada-ada untuk hal-hal kecil.
Banyak meme media sosial yang seolah-olah mendiagnosis OCD hanya karena seseorang merasa terganggu dengan tumpukan buku atau pigura yang tidak lurus. Namun, kondisi yang sebenarnya jauh lebih serius: OCD dapat melemahkan kondisi seseorang.
Jadi, sebenarnya apa sih OCD itu? Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders mengakui kondisi ini melibatkan perjuangan dengan pikiran-pikiran yang mengganggu dan menyusahkan, itulah obsesinya, dan juga kebiasaan ritual yang berulang-ulang yang berusaha mengatasi kecemasan dari pikiran-pikiran itu.
BACA JUGA:
Pola perilaku ritualistik itu merupakan bentuk laku kompulsi. Meskipun tidak semua orang dengan OCD memiliki keduanya, sebagian besar melakukannya, dan menurut definisi, lingkaran setan pikiran dan perilaku ini menyebabkan penderitaan yang hebat dan gangguan signifikan pada kehidupan sehari-hari. Untungnya, ada harapan, dan ada beberapa pilihan pengobatan yang efektif.
Untuk kejelasan lebih lanjut tentang perbedaan besar antara bagaimana budaya kita menggunakan kata 'OCD' dan seperti apa sebenarnya gangguan psikologis itu, berikut penjelasan yang akan membongkar mitos OCD seperti dirangkum dari Psychology Today (29/9).
Mitos 1: OCD Berarti Perfeksionis

Tidak, itu adalah persepsi yang salah yang seringkali tidak memiliki dasar dalam kenyataan. Orang dengan OCD mungkin merasa di luar kendali, tersesat dalam siklus obsesi dan kompulsi, dan mungkin merasa kesempurnaan tidak dapat ditemukan. Ini bukan tentang menginginkan hal-hal yang tepat. Ini tentang perjuangan terus-menerus untuk menenangkan pikiran "gatal" yang terus mengganggu, dan dorongan yang merupakan upaya putus asa untuk menggaruk gatal-gatal itu.
Mitos 2: OCD Berarti Sangat Rapi atau Takut Kuman

Juga tidak, meskipun beberapa individu dengan OCD mungkin memiliki obsesi khusus yang melibatkan ketakutan akan kontaminasi, dan dorongan yang berkaitan dengan mencuci tangan, banyak yang tidak mengalami hal yang demikian. Pikiran obsesif bisa tentang apa pun yang menyusahkan. Dan, ketakutan akan kuman (meskipun meningkat sejak COVID-19) hanyalah satu subtipe. Selain itu, banyak orang yang menimbun barang hingga kondisi hidup yang tidak aman, sebenarnya juga menderita gejala Obsesif-Kompulsif. Kondisi ini berhubungan dengan Hoarding Disorder.
Mitos 3: OCD Hanyalah Tipe Kepribadian

Bukan, OCD adalah gangguan psikologis asli yang dapat menyebabkan hidup sesorang menjadi sebuah tantangan besar, dan orang-orang dari berbagai kepribadian mungkin menderita karenanya. Kebingungan ini mungkin juga diakibatkan adanya gangguan kepribadian yang menyandang nama Obsessive-Compulsive Personality Disorder, tetapi orang-orang itu mungkin tidak memiliki obsesi atau kompulsi sama sekali. Membingungkan memang.
Mitos 4: Orang dengan OCD Hanya Perlu Relaks

Sekali lagi, tidak. Seseorang dengan OCD pasti sedang berjuang dengan kecemasan, tetapi itu berasal dari gangguan terus-menerus dari siklus pikiran obsesif, menjengkelkan, dan pola kebiasaan yang mereka rasa mungkin mengambil alih hidup mereka. Orang dengan OCD sering merasa bahwa otak mereka adalah musuh terburuk. Memberi tahu seseorang dengan OCD untuk relaks sama seperti memberi tahu orang yang depresi untuk 'berbahagia'. Keduanya tidak akan membantu kondisi mereka.
Mitos 5: OCD Itu 'Sudah dari Sananya' dan Tidak Dapat Diubah

Untungnya, yang satu ini sama salahnya dengan yang lain. Jika berbicara tentang OCD, bahkan kasus yang parah masih memiliki harapan jika ditangani dengan benar. Jenis Terapi Perilaku Kognitif tertentu seperti ERP (Exposure and Response Prevention) telah menunjukkan tingkat kemanjuran yang sangat menjanjikan, dan berbagai obat, termasuk antidepresan SSRI, telah menunjukkan efek positif juga. Jika kamu menderita OCD, jangan tinggal diam. Hubungi spesialis kesehatan mental yang bereputasi segera. Kamu tidak sendiri.(aru)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya

Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui

Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental

Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan

Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja

Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja

Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja
