Meski Tak Melulu Buruk, Buzzer Politik yang Memanipulasi Opini Publik Harus Ditertibkan


Pengamat Komunikasi Politik Hendri Satrio (MP/Ponco Sulaksono)
MerahPutih.Com - Keberadaan buzzer politik menurut analis komunikasi politik Hendri Satrio ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi para buzzer berjasa mengkampanyekan tokoh junjungannya, namun di tepi yang lain kelompok pendengung ini cenderung memanipulasi opini publik.
Pemerintah, kata Hensat, demikian sapaan karibnya harus menertibkan buzzer nakal yang memanipulasi fakta dan opini publik. Pasalnya hal itu membahayakan persatuan dan kesatuan negara.
Baca Juga:
"Keberadaan buzzer, menurut saya, tidak hanya melulu jelek, tetapi tetap ada positif. Tapi bila buzzer memanipulasi opini publik, memanipulasi fakta, maka itu menjadi salah. Kalau itu terjadi tentu buzzer harus dihapuskan karena bukan hanya membahayakan negara, tetapi bisa memecah belah rakyat," ujar Hensat dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (8/10).

Lebih lanjut ia mengungkapkan keberadaan buzzer di era media sosial (medsos) tidak bisa dinafikan lagi. Sama juga seperti medsos, buzzer juga memiliki sisi positif dan negatif. Karena itu, sebagai orang yang hidup di Bumi Indonesia, buzzer juga harus memiliki etika dalam menyebarkan berita atau opini ke masyarakat. Pasalnya, konten yang disebar para buzzer ini akan sangat mudah diserap masyarakat.
Hendri mengatakan, yang paling menakutkan bila kemudian buzzer-buzzer itu dianggap sebagai salah satu pendorong orang untuk membenci manusia Indonesia lainnya.
"Jadi kalau menurut saya, buzzer yang demikian harus dihilangkan. Itu kan mudah bagi pemerintah. Harusnya bisa, paling tidak segera dilakukan 'screening' terhadap buzzer dan mengajak semua pihak tidak menggunakan buzzer untuk kegiatan negatif," ujar founder Lembaga Survei KedaiKOPI ini.
Hendri menilai, keberadaan buzzer ini harus dibedakan dibandingkan medsos. Medsos sisi positifnya sebenarnya lebih banyak dibandingkan mudharatnya. Paling kentara, dengan adanya medsos, setiap orang akhirnya bisa bebas berpendapat tanpa harus menunggu media konvensional seperti televisi, radio, dan surat kabar memuat pemikiran individu yang lain.
Selain itu, dengan medsos, orang bisa lebih eksis mengeluarkan pendapatnya. Tapi, menurut dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina ini, masalahnya adalah banyak orang yang justru bukan menyuarakan opini di medsos, tetapi hanya membaca opini orang lain. Dengan adanya opini orang lain di medsos, maka kemudian medsos dianggap sebagai wahana yang bisa mengatur opini orang lain.
Hendri melanjutkan, dengan opini orang lain dibaca, maka si individu itu bisa ikut-ikutan memiliki opini yang sama dan bisa menyuarakan opini yang sama dengan yang dibaca. Karena fenomena itu kemudian, dimanfaatkan orang-orang yang memanfaatkan medsos untuk kepentingannya dengan menggunakan buzzer.

“Supaya apa? Supaya lebih banyak lagi orang yang memiliki opini sama dengan dia. Jadi ini untuk mempengaruhi opini orang lain,” tutur Hendri.
Hensat sebagaimana dilansir Antara menilai, sejauh pengamatannya, keberadaan buzzer ini sangat efektif untuk melakukan propaganda. Pasalnya, rata-rata para buzzer memiliki follower yang banyak. Itulah yang membuat buzzer sangat laris, tidak hanya di even politik, tetapi juga untuk mempromosikan sesuatu.
Baca Juga:
Pengamat Kritik Buzzer Piaraan Pemerintah Pecah Belah Rakyat
Sebenarnya, kata Hendri Satrio, keberadaan para buzzer ini mudah dikenali. Caranya mereka pasti menggiring opini yang sama, isu yang sama, meskipun caranya berbeda.
Untuk itu, ia mengimbau, di tengah kondisi negara yang ‘belum sembuh’ setelah menjalani proses demokrasi serta kondisi sosial politik akhir-akhir ini, para buzzer ini harus menggunakan hati nuraninya untuk ikut serta menjaga perdamaian dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi ancaman intoleransi, radikalisme, dan terorisme masih menjadi ancaman nyata bagi Indonesia.
“Menurut saya, gunakanlah buzzer-buzzer ini untuk kebaikan. Jangan digunakan untuk hal-hal yang bisa justru memutarbalikkan fakta yang akhirnya bisa menghancurkan negara ini,” pungkas Hensat.(*)
Baca Juga:
Bantah Jokowi Sengaja Pelihara Buzzer, Istana: Justru Harus Ditertibkan
Bagikan
Berita Terkait
19 Tewas dalam Demonstrasi Tolak Larangan Medsos dan Serukan Penindakan Korupsi, Perdana Menteri Nepal Mundur

Nepal Akhirnya Cabut Larangan Media Sosial setelah Protes Besar Menewaskan 19 Orang

Nepal Bergejolak Tolak Pelarangan Media Sosial dan Serukan Penindakan Korupsi, Sedikitnya 16 Tewas

TNI Merasa Jadi Sasaran Hoaks dan Adu Domba, Pastikan Solid bersama Polri Jaga Stabilitas Keamanan Nasional

Bantahan TNI Terkait 5 Kabar Yang Tuduh Ada Dugaan Keterlibatan TNI Dalam Demo

Aksi Demo di Bandara Adalah Hoaks, Kapolresta Bandara Soetta: Jangan Terhasut Provokasi

Polisi Masih Buru Akun Media Sosial yang Sebarkan Provokasi Demo dan Penjarahan

Provokasi Bakar Bandara Soetta di TikTok, Pekerja Swasta Jadi Tersangka

Layanan TikTok Live Dikabarkan Dimatikan

[HOAKS atau FAKTA] : Prabowo Akhirnya Setuju Bupati Pati Sudewo Diberhentikan dari Jabatannya
![[HOAKS atau FAKTA] : Prabowo Akhirnya Setuju Bupati Pati Sudewo Diberhentikan dari Jabatannya](https://img.merahputih.com/media/22/38/a6/2238a682cc365a50a1d4194eea4b227a_182x135.jpg)