Pengamat Kritik Buzzer Piaraan Pemerintah Pecah Belah Rakyat
Ilustrasi buzzer penyebar hoaks. (Foto: net)
MerahPutih.com - Pengamat kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengkritik Pemerintah karena terkesan memelihara buzzer di media sosial. Kehadiran para buzzer itu malah dianggap memperkeruh suasana dan memecah belah rakyat Indonesia.
"Pemerintah kan sudah dipercaya publik untuk mengelola nehara dan melindungi masyarakatnya. Dengan pemeliharaan buzzer urgensinya apa," kata Trubus saat berbincang dengan Merahputih.com di Jakarta, Rabu (2/10).
Baca Juga:
Sebar Hoaks Ambulans DKI Bawa Batu, Ketua Bapilu PDIP Solo Dipolisikan
Trubus melanjutkan, kehadiran buzzer yang suka menebar isu sensitif ini dianggap kontraproduktif. Dia mencontohkan isu kelompok radikal di Komisi Pemberantasan Korupsi yang disebarluaskan para buzzer malah mengadu domba publik antikorupsi.
"Bisa kontraproduktif dan memancing permusuhan. Kita kan masyarakat sudah damai. Pemerintah menggunakan buzzer yang tak memiliki kapasitas. Mereka jadi terkesan memojokkan kelompok tertentu lalu institusi yang sah selama ini," tutur Trubus.
"Arahnya malah memperpanjang konflik (revisi UU KPK). Sesuatu yang enggak ada dibilang ada," kritik dia, sambil menambahkan, "Jadi mereka seperti mencari panggung saja. Apalagi sampai mendapat keuntungan dari jumlah yang banyak."
Baca Juga:
Menurut Trubus, pemerintah sengaja memelihara buzzer untuk membungkam dan menyerang pihak lawan. Apalagi, lanjut dia, informasi dari buzzer itu sama sekali tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
"Ini tak baik bagi demokrasi," tegas pengajar Universitas Trisakti itu.
Untuk diketahui, sejumlah pihak mulai mengkritik para buzzer pendukung Presiden Joko Widodo makin lama makin membahayakan kondisi bangsa. Berbagai kabar bohong mereka sebarkan dan gaungkan di media sosial untuk mempengaruhi opini dan sikap publik.
Misalnya, mereka menyebarkan kabar tentang ambulans berlogo pemerintah DKI Jakarta yang berisi batu saat unjuk rasa pelajar sekolah menengah atas pekan lalu yang ternyata adalah informasi keliru.
Dalam kasus seleksi calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi dan revisi Undang-Undang KPK, para pendengung menyebarkan agitasi bahwa lembaga itu dikuasai kelompok agama garis keras yang mereka sebut Taliban.
Mereka menyebut Novel Baswedan, penyidik yang dikenal gigih mengusut pelbagai kasus korupsi jumbo, sebagai antek khilafah. Ketika timbul dukungan kepada KPK, mereka menyerang para pendukung itu dengan memberi mereka label pendukung khilafah. (Knu)
Baca Juga:
Terungkap! Ini Tiga Cara Pemerintah Tangkal Penyebaran Hoaks di Medsos
Bagikan
Wisnu Cipto
Berita Terkait
[HOAKS atau FAKTA]: Prabowo Pecat Bahlil karena Ketahuan Bohong Listrik di Aceh Sudah Menyala
[HOAKS ATAU FAKTA]: Dedi Mulyadi Disambut Ribuan Orang saat Kunjungi Korban Banjir Aceh dan Padang
[HOAKS atau FAKTA]: KTP Warga Aceh Disebut 'Kebal Pinjol' berkat Kebijakan Pemprov
[HOAKS atau FAKTA]: Indonesia Tenggelamkan 31 Kapal Asal China di Natuna, Masuk secara Ilegal
Penyebab KRL Tanah Abang-Serpong Alami Gangguan Hari ini, Dipicu Hoax soal Rel yang Patah
[HOAKS atau FAKTA]: Prabowo Larang Jokowi Bepergian ke Luar Negeri terkait Kasus Ijazah Palsu
[HOAKS atau FAKTA]: Gibran Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Dianggap Lebih Berjasa dari Soekarno dan Soeharto
[HOAKS atau FAKTA]: Prabowo Angkat Titiek Soeharto Jadi Ketua DPR RI untuk Basmi Koruptor dan Mafia
[HOAKS atau FAKTA]: Luhut Minta Prabowo Ganti Menkeu Purbaya, Dianggap tak Paham Pengelolaan Anggaran Negara
[HOAKS atau FAKTA]: Menkeu Purbaya Bakal Kembalikan Harga BBM di Indonesia seperti Era Soeharto