Mengenal Sindrom Feline Hyperesthesia pada Kucing

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Jumat, 29 September 2023
Mengenal Sindrom Feline Hyperesthesia pada Kucing

Feline hyperesthesia syndrome (FHS) juga disebut sindrom kulit bergulir dan penyakit kucing berkedut, dapat menyerang semua jenis kucing. (Foto: freepik/freepik)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

JIKA kucing kamu memiliki kulit punggung berkedut, sering mengeong berlebihan, sering mengejar ekor, seperti kesakitan saat dibelai dan terlihat kelelahan, bisa jadi kucingmu mengidap sindrom feline hyperesthesia. Gejala tadi terlihat seperti biasa saja, tapi ternyata tidak.

Melansir dari laman PetMD, Feline hyperesthesia syndrome (FHS) juga disebut dengan sindrom kulit bergulir dan penyakit kucing berkedut. FHS umumnya melibatkan kontraksi otot yang tidak dapat dikendalikan kucing dan bersamaan dengan perubahan perilaku.

Baca Juga:

Tesla Jual Tempat Tidur Kucing Bertema Cybertruck

FHS masih kurang dipahami dan mungkin disebabkan oleh neurologis, psikologis, atau dermatologis (kulit). Berbagai kondisi lain yang terlihat sangat mirip harus disingkirkan sebelum sindrom hyperesthesia kucing didiagnosis.

Ras kucing yang rentan terkena feline hyperesthesia syndrome

Sindrom hyperesthesia pada kucing dapat terjadi pada kucing mana pun, meskipun lebih sering ditemukan pada kucing Abyssinian, Burma, Persia, dan Siam. FHS juga lebih sering terjadi pada kucing muda. Dalam dua penelitian, usia rata-rata ketika tanda-tanda pertama kali diketahui adalah sekitar tahun pertama kehidupan kucing, dan sebagian besar kucing dengan kondisi tersebut berusia di bawah 7 tahun.

Jika kucing terlihat sering cepat lelah, hati-hati bisa jadi itu gejala awal sindrom ini. (Foto: freepik/pvproduction)

Penyebab Sindrom

Sebenarnya, tidak ada yang benar-benar tahu apa yang menyebabkan sindrom hyperesthesia. Kucing berbeda akan merespons jenis pengobatan berbeda, yang menunjukkan bahwa mungkin ada beberapa penyebab mendasarinya. Pada beberapa kucing, sindrom hyperesthesia didiagnosis bersamaan dengan kondisi mendasar lainnya.

Penyebab sindrom hyperesthesia kucing biasanya dianggap dermatologis (masalah kulit), neurologis (masalah pada sistem saraf), atau psikologis (masalah kesehatan mental). Masing-masing mungkin memiliki pemicu yang berbeda.

Hipersensitivitas terhadap makanan juga dapat menyebabkan FHS. Dalam penelitian terbaru, seekor kucing mengalami gejala hiperestesi yang hilang setelah mencoba diet protein terhidrolisis.

Baca Juga:

Apa yang Menarik Kucing Selain Makanan?

Perilaku mengejar ekor sendiri, selalu mengeong dan sakit jika dibelai juga merupakan gejala yang perlu diwaspadai. (Foto: freepik/freepik)

Pengobatan

Setelah kondisi hiperestesia kucing didiagnosis, dokter hewan kamu mungkin perlu berkonsultasi atau merujukmu ke ahli perilaku hewan untuk mendapatkan rencana perawatan lebih lengkap lagi. Perawatan untuk kucingmu mungkin termasuk:

- Perubahan pada lingkungan

- Obat/suplemen

- Modifikasi perilaku

Tujuan pengobatan adalah untuk membuat perubahan yang membantu mengurangi sindrom. Modifikasi perilaku akan memberi kucing kamu merespons emosional atau perilaku yang berbeda untuk dilakukan selama masa stres. (dgs)

Baca Juga:

5 Tanda Kucing Depresi

#Kesehatan #Hewan Peliharaan
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.

Berita Terkait

Indonesia
Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga
Langkah ini merupakan bagian dari agenda besar pemerintah dalam memperkuat jaring pengaman sosial, terutama bagi masyarakat rentan.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 02 Oktober 2025
Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga
Lifestyle
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Pertambahan mata minus ini akan mengganggu aktivitas belajar maupun perkembangan anak
Angga Yudha Pratama - Rabu, 01 Oktober 2025
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Fun
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Satu dari tiga orang dewasa di Indonesia memiliki kadar kolesterol tinggi.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 30 September 2025
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Indonesia
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Peredaran rokok ilegal dinilai sangat mengganggu. Sebab, peredarannya bisa merugikan negara hingga merusak kesehatan masyarakat.
Soffi Amira - Kamis, 25 September 2025
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Indonesia
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Pemerintah DKI melalui dinas kesehatan akan melakukan penanganan kasus campak agar tidak terus menyebar.
Dwi Astarini - Jumat, 12 September 2025
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Indonesia
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Langkah cepat yang diambil jajaran Dinkes DKI untuk mencegah penyakit campak salah satunya ialah melalui respons penanggulangan bernama ORI (Outbreak Response Immunization).
Dwi Astarini - Selasa, 09 September 2025
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Indonesia
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lonjakan kasus malaria yang kembali terjadi setelah daerah tersebut sempat dinyatakan eliminasi pada 2024 itu harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Dunia
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Menkes AS juga menghapus program pencegahan penyakit yang krusial.
Dwi Astarini - Rabu, 03 September 2025
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Lifestyle
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Mereka yang membatasi makan kurang dari delapan jam sehari memiliki risiko 135 persen lebih tinggi meninggal akibat penyakit kardiovaskular.
Dwi Astarini - Selasa, 02 September 2025
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Bagikan