Mengenal Ragam Vaksin COVID-19 dan Dampaknya pada Penderita Komorbid


Kenali ragam vaksin dan efeknya pada tubuhmu (Sumber: Pexels/Frank Merino)
COVID-19 begitu menakutkan. Apalagi untuk mereka yang punya komorbid. Orang-orang yang memiliki penyakit komorbid menjadi kelompok yang paling rentan mengalami COVID-19 dengan gejala berat dan membutuhkan perawatan intensif. Tidak sedikit yang kemudian mati karena komorbidnya menjadi semakin parah karena dipicu oleh virus corona.
Kini, vaksin hadir dan disebut-sebut mampu menjadi penawar dari 'keganasan' COVID-19. Namun, apakah vaksin boleh diberikan untuk mereka yang punya komorbid? Apakah ada efek samping yang timbul setelah mereka mendapatkan vaksin COVID-19?
Baca juga:
Menurut informasi yang dilansir dari ALODOKTER, vaksin COVID-19 penting untuk mereka yang punya penyakit kronis atau komorbid. Itu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi atau gejala berat apabila mereka terpapar COVID-19 di kemudian hari. Dengan banyaknya ragam vaksin yang tersedia saat ini, penting bagi orang-orang dengan komorbid untuk mencari tahu yang sesuai dengan kebutuhannya.
Berikut berbagai vaksin yang tersedia saat ini:
1. Vaksin Sinovac

Vaksin Sinovac-CoronaVac adalah yang pertama hadir di Indonesia. Antivirus ini berisi virus Corona yang sudah dilemahkan atau dimatikan (inactivated virus). Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) menyatakan vaksin Sinovac aman diberikan kepada pasien dengan komorbid tertentu seperti penyakit nodul tiroid, diabetes melitus, hipertensi, infeksi HIV (dengan syarat kadar CD4 di atas 200sel/mm3 dan dalam kondisi sehat), gangguan psikosomatis, penyakit hati, obesitas, penyakit hai, kanker paru, dan penyakit paru-paru kronis (asma, penyakit paru obstruktif kronis atau interstitial lung disease).
2. Vaksin AstraZeneca

Vaksin ini merupakan vaksin yang mengandung virus biosintetik hasil rekayasa genetik (viral vector) dari virus influenza. Berdasarkan hasil uji klinis, vaksin AstraZeneca juga aman dan direkomendasikan untuk penderita komorbid diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit peredaran darah, penyakit paru-paru dan obesitas. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) tidak melarang penggunaan vaksin AstraZeneca bagi para penderita penyakit kardiovaskular selama penyakit komorbid yang dialami pasien terkontrol dengan baik.
Walaupun ada pembekuan darah yang terjadi saat seseorang mendapatkan vaksin AstraZeneca kasusnya sangat rendah dan jarang terjadi. Hubungan antara pembekuan darah dan vaksin COVID-19 juga masih perlu diteliti lebih lanjut. Dibandingkan dengan efek sampingnya, manfaat yang didapat dalam mencegah COVID-19 jauh lebih besar.
Baca juga:
3. Vaksin Sinopharm

Selain vaksin Sinovac, vaksin Sinopharm juga terbuat dari virus Corona yang sudah dimatikan. WHO menyebut vaksin Sinopharm diperbolehkan untuk mereka yang menderita HIV. Perlu ditinjau lebih lanjut apakah vaksin ini aman diberikan untuk penderita diabetes, hipertensi dan penyakit jantung. Oleh karena itu, vaksin Sinopharm masih fokus diberikan pada mereka yang berusia di atas 16 tahun. Sementara untuk penderita komorbid yang ingin mendapatkan vaksin Sinopharm harus dengan persetujuan dokter.
4. Vaksin Pfizer

Vaksin Pfizer merupakan vaksin COVID-19 jenis mRNA (messenger RNA). Vaksin jenis mRNA menggunakan komponen materi genetik yang membantu stimulasi sistem kekebalan tubuh. Dengan demikian, tubuh akan memproduksi spike protein virus corona. Berdasarkan uji klinis tahap ketiga, vaksin Pfizer aman untuk penderita diabetes, hipertensi, HIV, gangguan ginjal, serta penyakit paru kronis. Vaksin jenis ini juga aman diberikan pada pasien dengan gangguan autoimun seperti lupus.
5. Vaksin Moderna

Sama seperti Pfizer, Moderna juga merupakan vaksin jenis mRNA. Vaksin Moderna aman diberikan pada mereka yang menderita diabetes, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit jantung, penyakit paru-paru seperti asma hingga obesitas. (Avia)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas

Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan

Pemerintah Jemput Bola Vaksinasi Ribuan Hewan Peliharaan, Jakarta Targetkan Bebas Rabies

Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
