Mengembalikan Esensi Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan


Salah kaprah dalam mengajarkan pendidikan jasmani menjadi alasan mengapa anak Indonesia jarang aktif secara fisik. (Foto: Pexels/Lukas)
SURYA bersinar terik di lapangan sekolah pagi itu. Kamu dan teman sekelasmu berbaris di tepi lapangan sambil menunggu giliran maju. Di depan sana, murid lain sedang melakukan gerakan servis pada voli.
Sesekali ia berlari meninggalkan lapangan untuk mengambil bola yang melanting jauh. Akhirnya, waktu terbuang percuma hanya untuk berdiam diri dan menunggu sambil panas-panasan.
Ilustrasi itu menjadi contoh jam pelajaran PJOK (Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan) di hampir seluruh sekolah Indonesia. Kelihatannya wajar. Namun, Agus Mahendra selaku Kepala Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Pendidikan Jasmani Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menjelaskan bahwa hal ini sebetulnya salah.
"Penjas di Indonesia masih berbasis olahraga. Olahraga mengajarkan teknik dasar dan memerlukan alat. Sedangkan alat olahraga di Indonesia masih sangat terbatas. Sehingga penjas di kita lebih banyak ngantrinya," ungkap Agus dalam sesi konferensi pers di Bale Nusa, Jakarta Selatan, Senin (14/10).
Jumlah alat dan fasilitas olahraga yang tidak mumpuni ini menjadi salah satu kendala besar di berbagai sekolah. Terutama jika lokasinya berada di daerah terpencil. Kalau mata pelajaran olahraga hanya mengandalkan alat dan teori, banyak anak akan kesulitan melakukan kegiatan jasmani.
Baca juga:

Mereka harus menunggu dan bergantian dengan yang lain. Saat menunggu, mereka menghabiskan waktu dengan bersantai. Saat sudah gilirannya pun, waktu yang diberikan hanya sedikit. Akibatnya, fisik jadi tidak terlatih dan otot pun sulit berkembang.
Belum lagi, Agus menekankan bahwa olahraga biasanya bersifat eksklusif. Terkadang hanya anak-anak yang berbakat di bidang olahraga saja yang aktif secara jasmani.
Mereka yang tak berbakat cenderung duduk di tepi lapangan. Saat jeda istirahat pun anak akan langsung pergi ke kantin dan jajan makanan serta minuman manis.
Padahal, esensi mata pelajaran PJOK adalah gerak jasmani dan olahraga. Jadi, segala kegiatan yang membuat fisik anak bergerak secara aktif dapat dikategorikan sebagai kegiatan PJOK.
Agus membuat patokan kegiatan jasmani yang baik adalah yang membuat anak berkeringat dan merasa terengah-engah. Dua hal ini mengindikasikan bahwa jantung bekerja secara optimal dan sesuai dengan ketentuan WHO (World Health Organization).
Gerak jasmani ini bisa meliputi banyak hal. Misalnya berlari, melakukan permainan tradisional, atau permainan berkelompok. Dengan begitu, alat dan waktu bukan lagi menjadi kendala utama bagi anak di sekolah.
Baca juga:

"Oleh sebab itu, peningkatan aktivitas fisik anak di sekolah melalui penjas itu perlu didorong oleh kesadaran guru juga untuk memperbaiki menu (kegiatan) olahraga. Yang mana (menu ini) disesuaikan dengan kemampuan anak atau kita sebut dengan DAP, Developmentally Appropriate Practice," lanjut Agus.
Dia menyebut masih banyak guru PJOK di Indonesia yang belum paham konsep ini. Karena itu, program kampanye BOKS atau Build Our Kids' Success sedang mencoba menerapkan berbagai kegiatan fisik dalam mata pelajaran di sekolah.
Selain mengajak anak bergerak aktif nan kreatif, program ini juga berusaha menghapus kesenjangan pada anak agar semua orang bisa bergerak aktif. Terlepas dari latar belakang ekonomi dan kemampuan mereka.
Harapannya adalah agar anak terbiasa untuk bergerak aktif sejak dini. Mengingat anak di Indonesia hanya punya jam olahraga 1 kali seminggu. Sedangkan di negara maju, idealnya tiap anak berolahraga 5 kali dalam seminggu.
Lebih jauh, Agus menyebutkan bahwa tubuh yang terlalu banyak diam atau istirahat dapat berpotensi meningkatkan risiko diabetes tipe 2 pada kemudian hari. Sebab, tubuh yang jarang bergerak menimbulkan penumpukan gula dalam darah dan memberatkan kerja hormon insulin untuk mengendalikan hal tersebut. (mcl)
Baca juga:
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
BGN Tanggapi Surat Madrasah Brebes soal Risiko MBG, Sebut Kualitasnya Diawasi Ketat

Sekolah Rakyat Diharap Jadi Solusi Utama Pemerintah untuk Memutus Rantai Kemiskinan dan Mengurangi Angka Putus Sekolah

Atap SMKN 1 Cileungsi Ambruk Timpa 31 Siswa, Dedi Mulyadi: Dipastikan Kualitas Pembangunannya Buruk

Sekolah Ditargetkan Kembali Lancar di Rabu, 3 September 2025

Strategi Disdik DKI Cegah Siswa Ikut Demo, Pemberlakuan Belajar Jarak Jauh hingga Pengawasan Khusus pada Sekolah Rawan

Pemerintah Targetkan 12 Sekolah Garuda Rampung pada 2026, 4 Siap Beroperasi

Pelajar Indonesia Kesulitan Membaca Jam Analog, Kemampuan Numerasi Siswa Rendah
Negara Salurkan Rp 354,09 Buat Kebutuhan Hidup Anak Yatim Piatu, Diberikan ke Anak di Bawah 18 Tahun

Belasan Ribu Siswa Sekolah Rakyat Bakal Dapat Laptop Baru, Mensos Beri Jaminan Penting

Terungkap! Ini Dalang di Balik Tunjangan Gila-gilaan untuk Dokter Spesialis dan Subspesialis di Daerah 3T
