Meluruskan Mitos Salah Kaprah May Day Sebatas Demo dan Rusuh


Pekerja menyablon bendera Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia menjelang Hari Buruh Internasional di Jakarta, Senin (30/4). Foto: Antara
MerahPutih.com - Sejak masuk era Orde Baru (Orba), 1 Mei (May Day) Hari Buruh Internasional tidak pernah lagi dirayakan di Tanah Air. Gerakan buruh pada saat itu, selalu dihubung-hubungkan dengan gerakan dan paham komunis sejak meledaknya peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) yang menjadikan perayaan May Day sangat tabu di Indonesia.
Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis, menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional.
Terbukti, setelah era Orba berakhir, walaupun setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan dengan demonstrasi di berbagai kota, tetapi tidak pernah terjadi kerusuhan massa dalam skala besar.
Sejak peringatan May Day tahun 1999 hingga saat ini, tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan gerakan massa buruh yang masuk kategori "membahayakan ketertiban umum".

May Day Tanpa Demo
Tahun ini, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menjanjikan 1 juta buruh yang terlibat dalam perayaan May Day 2018 di 25 provinsi dan 200 kabupaten dan kota mengedepankan aksi damai. Bahkan, KPSI Nusa Tenggara Timur menegaskan peringatan May Day tahun ini tanpa ada aksi demo
Meski tanpa demo, mereka mengharapkan pemerintah lebih optimal dalam melakukan pengawasan terhadap penerapan upah minum provinsi (UMP) bagi para pekerja di daerah ini.
Tahun 2018, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menetapkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp1.660.000/bulan atau sedikit mengalami kenaikan dari UMP 2017 sebesar Rp1,5 juta/bulan.
Berdasarkan catatan KSPI NTT, saat ini terdapat 75.000 pekerja, tetapi belum semua pekerja mendapat upah sesuai standar UMP NTT yang ditetapkan pemerintah.
"KSPI NTT sudah memeringatkan seluruh pekerja di NTT agar tidak melakukan aksi demo dalam merayakan Hari Buruh Sedunia, karena melakukan demo tidak memiliki manfaat terhadap tenaga kerja, malah akan membuat situasi menjadi tidak aman," kata Ketua KSPI NTT Stanis Tefa, Selasa (1/5), dilansir Antara.

Demo Berujung Duka
Hari Buruh lahir dari berbagai rentetan perjuangan panjang kelompok kelas pekerja yang berujung pada Kongres Pertama Buruh Internasional September 1866 di Jenewa, Swiss. Kongres ini melahirkan tuntunan untuk mereduksi jam kerja menjadi delapan jam sehari yang kini menjadi landasan umum kelas pekerja di seluruh dunia.
Akhirnya, 1 May ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Konggres 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions untuk memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang mencapai titik masif di era tersebut.
Tanggal 1 Mei dipilih karena pada 1884 Federation of Organized Trades and Labor Unions, yang terinspirasi kesuksesan aksi buruh di Kanada 1872, menuntut delapan jam kerja di Amerika Serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei 1886.
May Day diperingati untuk mengenang sebuah tragedi yang pernah menimpa kaum buruh di Chicago pada tahun 1886. Pada peristiwa itu, polisi Chicago menembaki kaum buruh dengan brutal ketika mereka sedang menggelar aksi untuk menuntut delapan jam kerja.
Tidak hanya itu, beberapa pimpinan buruh yang terlibat dalam demontrasi tersebut juga ditangkap dan dihukum mati. Akhirnya, May Day bukanlah peringatan yang bermakna biasa, tetapi menjadi hari berkabungnya kelas buruh yang tertindas di dalam sistem kapitalisme. Harga satu nyawa tetaplah lebih berharga daripada hanya keberhasilan suatu aksi demo.
Esensi May Day Bukan Demo, Tapi Maju Bersama
Jika melihat perjalanan sejarahnya, May Day tampaknya harus diperingati dengan karakter yang revolusioner, karena bukanlah sebuah kenangan terhadap hal yang romantisme, tetapi momentum untuk membangun kesadaran kelas.
Rosa Luxemburg, seorang revolusioner Marxis, yang bersama-sama dengan Karl Liebknecht pernah memimpin pemberontakan Spartakus di Berlin, pernah berkata, "Ide utama brilian dari May Day adalah gerakan maju massa proletar dengan segera."
"Aksi massa politik dari jutaan buruh yang sebelumnya dipecah-pecah oleh negara melalui parlementarisme, yang kebanyakan hanya bisa mengekspresikan kehendaknya melalui kotak suara, melalui pemilihan perwakilan mereka," kata Rosa Luxemburg.
Pandangan yang ditawarkan Rosa Luxemburg memberi pengertian May Day harus terus bisa mencapai makna yang luar biasa bagi upaya meningkatkan kesejahteraan para buruh.
May Day, sekali lagi, dilihat dari kesejarahannya, merupakan peringatan atas peristiwa bersejarah guna menciptakan perjuangan yang lebih revolusioner menuju pembebasan kaum buruh dari penindasan kapitalisme, sekaligus mewujudkan cita-cita sosialisme.
Untuk mempertegas tujuan utama dari peringatan May Day, Rosa Luxemburg menegaskan May Day merupakan aksi dari solidaritas internasional dan sebagai taktik perjuangan bagi perdamaian dan sosialisme, bukan sebatas demo besar-besaran. (*)
Bagikan
Wisnu Cipto
Berita Terkait
6 Orang Tokoh Buruh Bakal Masuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional, Bakal Diumumkan Presiden Dalam 2 Pekan

Upah Minimum, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Outsourcing, Cuti dan Pesangon Masih Jadi Masalah Bagi Buruh di Indonesia

Pemerintah Harus Pastikan Tidak Ada Kebingungan Mengenai Upah, Masyarakat Selalu Berharap Upah Naik

Partai Buruh Beri Peringatan Keras, Tiga Juta Massa Siap Turun ke Jalan Jika Tuntutan Soal Upah dan Outsourcing Tak Dipenuhi

Said Iqbal Minta DPR Tak Paranoid dengan Aksi Buruh, Lebih Baik Terbuka dan Tidak Takut Terima Aspirasi Publik

Demo Buruh 28 Agustus 2025 10 Ribu Buruh Kepung DPR: Ini Deretan Fakta Pentingnya

Tak Terima Anggota Dewan Dapat Gaji Tinggi sementara Rakyat Hidup Susah, Elemen Buruh Akan ‘Geruduk’ DPR Besok

Buruh Gelar Demo Besar-besaran Kamis, 28 Agustus, Dishub DKI Jakarta Bakal Rekayasa Rute Transjakarta

Minta Revisi UU Buruh, Buruh Aksi di 28 Agustus 2025

28 Agustus Giliran Elemen Buruh yang Bakal Geruduk Gedung DPR, Dasco Bilang Begini
