Legislator Tegaskan Revisi KUHAP Harus Prioritaskan Kemanfaatan dan Kepastian Hukum, Wajib Jadikan Pidana Penjara Opsi Paling Akhir
Iustrasi: Aksi Demo Mahasiswa Tolak RKUHAP di Gerbang Pancasila Gedung DPR (MP/Didik)
Merahputih.com - Anggota Komisi III DPR RI, Hasbiallah Ilyas, mendesak agar KUHAP yang baru direvisi lebih berpihak kepada kepentingan masyarakat luas, alih-alih hanya menguntungkan aparat penegak hukum (APH).
Ia mengakui bahwa KUHAP yang berlaku saat ini, yang berasal dari tahun 1981, memang masih digunakan, namun konteksnya sudah jauh berbeda dengan kondisi hari ini.
“KUHAP yang ada lebih berpihak ke APH dibanding berpihak ke masyarakat,” ujar Ilyas, Senin (29/9).
Menurutnya, revisi KUHAP wajib memprioritaskan asas kemanfaatan, kepastian hukum, dan pemulihan hak bagi korban salah tangkap atau error in persona. Ia menyoroti betapa sulitnya proses ganti rugi dan rehabilitasi yang berlaku saat ini, terutama bagi masyarakat miskin dan lemah.
Baca juga:
Mewujudkan Keadilan yang Melekat pada Presiden, Hinca Pandjaitan Desak Reformasi Total KUHAP
“Salah tangkap itu sering kejadian. Setelah ditangkap, rehabilitasinya bagaimana? Untuk mendapatkan ganti rugi harus dimohonkan ke pengadilan. Ini sangat tidak mungkin dilakukan oleh mereka yang miskin dan lemah,” tegasnya.
Selain itu, Ilyas juga mengkritisi sistem peradilan yang masih kurang transparan, menyinggung kasus-kasus hakim yang terjerat masalah hukum hingga efektivitas bantuan hukum yang dinilai minim.
Ia menyebut bantuan hukum yang tersedia saat ini seolah hanya 'pemanis bibir', sebab pada kenyataannya, kelompok lemah tetap menjadi pihak yang paling dirugikan. Proses hukum pun kerap berjalan lambat jika tidak menjadi perhatian publik atau viral.
Dalam pembahasan rancangan KUHAP, Politisi Fraksi PKB ini mendukung penuh gagasan untuk menjadikan pidana penjara sebagai upaya terakhir (ultimum remedium). Ia berpendapat bahwa beban negara akan semakin berat jika pencegahan kejahatan tidak dioptimalkan, dan penjara menjadi pilihan utama.
“Penjara itu mestinya opsi terakhir. Kalau orang masuk penjara, justru membebani negara. Pencegahan harus diperkuat,” katanya.
Namun, ia menolak usulan dalam draf KUHAP mengenai keharusan izin pengadilan sebelum penangkapan. Ilyas menilai infrastruktur peradilan di Indonesia belum memadai.
“Kalau polisi mau menangkap narkoba harus izin pengadilan dulu, bagaimana? Tidak mungkin. Infrastruktur pengadilan kita tidak sampai ke tingkat kecamatan,” jelas dia.
Ilyas juga meminta perbaikan pada lambatnya proses P-19 atau pengembalian berkas perkara antara kepolisian dan kejaksaan. Menurutnya, keterlambatan ini sering terjadi karena jaksa kurang memahami kondisi lapangan dan hanya berfokus pada berkas, yang berujung pada proses yang berlarut-larut. Ia berharap KUHAP baru dapat mengatur sinergi kepolisian dan kejaksaan agar lebih maksimal.
Baca juga:
Kemenkumham Soroti 10 Isu Krusial HAM dalam Pembahasan RUU KUHAP
Meskipun mengapresiasi inovasi seperti program kejaksaan mengajar dan sistem elektronik di pengadilan, Ilyas menekankan pentingnya tidak mengadopsi mentah-mentah sistem hukum asing, termasuk konsep dominus litis, karena Indonesia memiliki adat dan kondisi masyarakat yang unik.
“Hukum kita tidak bisa disamakan dengan Amerika atau Eropa. Kita punya adat dan kondisi masyarakat yang berbeda,” tegasnya.
Sebagai penutup, ia berharap RUU KUHAP ini akan menjadi warisan berharga (legasi) bagi masa depan.
“Hidup ini butuh legasi. Bagaimana kita nanti dicatat oleh sejarah, bahwa di zaman inilah KUHAP yang lebih baik lahir,” ia menutup naskah.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
DPR Minta Bapeten Berada Langsung di Bawah KLH untuk Perkuat Pengawasan Bahan Radioaktif
Pemulihan Infrastruktur Dasar Jadi Penentu Keselamatan Warga Terdampak Bencana Sumatra
Dana 'On Call' Rp 4 Triliun untuk Bencana di Sumatra Sudah Menanti, DPR Desak Pemerintah Gunakan Anggaran Darurat
Gas Elpiji Langka Hingga Dapur Umum Bencana 'Mati Suri' di Aceh, Pertamina Diminta 'Gercep' Lewat Udara
Dokumen Hilang Saat Bencana Aceh-Sumut, Imigrasi Diminta Bebaskan Syarat dan Biaya Penerbitan Kembali Paspor
Setop Narasi Cuaca Ekstrem! DPR Tegaskan Bencana di Sumatera Buntut Kasus Perusakan Hutan Massif
Raker Menteri Lingkungan Hidup dengan Komisi XII DPR Bahas Daerah Aliran Sungai (DAS) Pulau Sumatera
Pemerintah Didesak Segera Setop Izin Alih Fungsi Usai Bencana Hidrometeorologi di Sumatera
Reformasi Radikal Polri Diharap Fokus pada Perubahan Kultural, Bukan Struktural
Pemerintah Diharap Segera Ganti Status Bencana Hidrometeorologi yang Menghantam 3 Provinsi di Sumatera