Komnas HAM Berharap Pemerintah Cermat Dalam Wacana Pemulangan WNI Simpatisan ISIS
Ketua Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia(Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik (Foto: antaranews)
MerahPutih.Com - Ketua Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia(Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, wacana pemulangan warga negara Indonesia yang pernah bergabung dengan ISIS sepenuhnya tergantung pada keputusan pemerintah.
Jika pada akhirnya pemerintah memutuskan untuk menolak pemulangan 600 WNI yang diduga sebagai teroris pelintas batas, khususnya eks anggota ISIS sudah pasti akan menuai kritik.
Baca Juga:
"Pemerintah harus cermat tapi enggak boleh berlama-lama. Kan jadi polemik politik, ini bukan isu politik, ini isu hukum. Ini bukan soal kemanusiaan, ini isu hukum," ujar Taufan kepada wartawan di Jakarta, Minggu (9/2).
Ia menyarankan kepada Pemerintah melakukan "profiling" terhadap sekitar 600 Warga Negara Indonesia (WNI) eks ISIS untuk menentukan perlakuan tepat yang akan diberikan kepada mereka.
"Dari 'profiling' itu maka 'treatment'nya beda-beda," ujar dia.
Menurut Taufan, proses "profiling" itu penting dilakukan, karena dari 600 WNI tersebut, tidak semuanya merupakan kombatan ISIS, terdapat anak-anak atau WNI lainnya yang bergabung karena adanya paksaan.
"Itu kan juga harus dipikirkan mitigasinya. Pemerintah harus segera lakukan itu dan saya yakin Pemerintah sudah lakukan melalui BNPT dan Densus, mereka punya profil itu. Sekarang tinggal diupdate, divalidasi, dari situ diambil kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan hukum internasional dan hukum nasional kita," kata dia.
Taufan mengatakan bahwa emerintah tidak boleh melakukan pembiaran terhadap 600 orang tersebut, selama mereka masih berstatus sebagai Warga Negara Indonesia.
Selain itu, dia juga menyarankan kepada Pemerintah untuk cermat dan tidak berlama-lama dalam mengambil keputusan agar polemik yang timbul di masyarakat tidak berkepanjangan.
"Pemerintah tidak boleh berlama-lama, jangan jadi polemik politik, ini bukan isu politik, ini isu hukum. Juga bukan isu kemanusiaan, ini soal hukum," kata Taufan.
Namun, jika Pemerintah nantinya memutuskan memilih untuk tidak memulangkan para WNI eks kombatan ISIS tersebut ke Tanah Air, maka perlu dibuat suatu landasan hukum yang kuat.
"Argumentasi hukumnya harus dibuat, dijelaskan. Sepanjang argumentasi hukumnya jelas, internasional bisa juga memahaminya, tidak ada masalah. itu pilihannya," ujar dia.
Baca Juga:
Negara Jangan Diam Saja Terkait Nasib Ratusan Simpatisan ISIS yang Berstatus WNI
Taufan melanjutkan."Tapi pasti akan ada kritik (dari dunia internasional), jangan kira tidak ada kritik. Kritiknya, karena mereka akan terkatung-katung, kalau kita katakan mereka bukan WNI lagi, 'stateless' dia, itu masalahnya".
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan masih memperhitungkan plus minus terkait dengan wacana pemulangan WNI mantan ISIS dari Timur Tengah.
“Sampai saat ini masih dalam pembahasan. Sebentar lagi kita akan putuskan kalau sudah dirataskan. Semuanya masih dalam proses. Plus dan minusnya,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara Jakarta, Rabu (5/2).(Knu)
Baca Juga:
Sudah Bakar Paspor, Ratusan Anggota ISIS Tak Pantas Dipulangkan ke Indonesia
Bagikan
Berita Terkait
Mantan Kapolres Ngada Dipenjara 19 Tahun karena Cabuli Bocah, Bukti Jabatan dan Pangkat tak Bisa jadi Tameng dalam Pelanggar HAM
4 Teroris Ditangkap di Sumut dan Sumbar, Diduga Sebarkan Paham Radikal hingga Dukung ISIS
Komnas HAM Sebut Restorative Justice tak Boleh Dipakai untuk Kasus HAM Berat dan TPKS
Bentuk Tim Pencari Fakta Kerusuhan Demo, 6 Lembaga HAM Bantah Jalani Instruksi Prabowo
Komnas HAM Minta Polda Buka Ruang Peninjauan Kembali Kasus Kematian Diplomat Arya
Temuan Komnas HAM di Balik Persekusi Retreat Kristen di Cidahu Sukabumi, Pengusiran hingga Perusakan
Pembubaran Retreat Keagamaan di Sukabumi Dinilai sebagai Bentuk Pelanggaran HAM dan Intoleransi
Bantah Fadli Zon, Komnas HAM Ungkap Bukti Kekerasan Seksual saat Peristiwa Mei 98
Komnas HAM Bakal ke Raja Ampat, Selidiki Dugaan Intimidasi hingga Pelanggaran Tambang Nikel
Proyek Tambang Nikel di Raja Ampat Berpotensi Langgar HAM, Bisa Picu Konflik Horizontal