Kiat Menjaga Ketajaman Otak dari Para Centenarian

Muchammad YaniMuchammad Yani - Senin, 23 Agustus 2021
Kiat Menjaga Ketajaman Otak dari Para Centenarian

Ada orang yang hidup lebih dari 100 tahun dengan otak yang tajam. (Foto: 123RF/oneinchpunch)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

HAMPIR 15 persen orang berusia 70 tahun ke atas mengalami beberapa bentuk demensia. Angka itu melonjak menjadi hampir 35 persen untuk orang yang berusia di atas 90 tahun. Namun, ada orang yang hidup lebih dari 100 tahun, atau yang disebut centenarian, dengan otak yang tajam.

Apa yang membantu para centenarian melindungi kesehatan otak mereka dengan baik di tahun-tahun kehidupan selanjutnya? Itulah pertanyaan yang diajukan para peneliti dari Belanda dalam sebuah studi longitudinal baru yang diterbitkan di JAMA Network Open yang meneliti orang-orang dengan usia 100 tahun yang secara pikiran masih tajam.

Baca juga:

Kriteria Olahraga Tepat untuk Tingkatkan Imunitas di kala Pandemi COVID-19

Para peneliti merekrut 330 centenarian yang dipastikan memiliki otak tajam. Para peserta menjalani pengujian ekstensif dari kognisi, memori, keterampilan pengambilan keputusan, keterampilan verbal dan khusus, perhatian dan kecepatan pemrosesan.

Mereka menggabungkan data ini dengan jenis kelamin, usia, pendidikan, kemampuan penglihatan dan pendengaran peserta, dan indikator kesehatan fisik. Kehidupan para peserta penelitian itu diikuti sebisa mungkin, sampai meninggal atau sampai mereka tidak bisa lagi berpartisipasi dalam penelitian.

Para peserta mampu melawan penurunan neurologis atau "ketahanan kognitif". (Foto: 123RF/marisant)
Para peserta mampu melawan penurunan neurologis atau "ketahanan kognitif". (Foto: 123RF/marisant)

Berdasarkan artikel di Psychologytoday.com (20/8), penelitian itu menemukan hasil yang mengejutkan. Peserta studi tidak mengalami penurunan besar dalam fungsi kognitif kecuali sedikit kehilangan memori jangka pendek. Sebagian besar dari peserta dapat mempertahankan kemampuan mereka untuk membuat keputusan, membuat daftar kata, membuat ulang gambar yang telah mereka lihat, dan menghindari gangguan.

Setelah kematian mereka, empat puluh empat peserta menjalani otopsi untuk mengukur plak, atau kusut protein, di otak mereka yang merupakan penanda khas penyakit Alzheimer. Meskipun banyak peserta memiliki plak otak khas orang-orang yang mengembangkan penyakit Alzheimer, tidak satupun dari mereka menunjukkan tanda-tanda penyakit itu sendiri. Selain itu, peserta dengan gen yang terkait dengan peningkatan risiko penyakit Alzheimer tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan kognitif.

Baca juga:

Penyebab Beser dan Mengompol pada Kelompok Lansia dan Laki-Laki

Sementara penelitian ini tidak dapat menarik kesimpulan tegas tentang mengapa para centenarian mampu mempertahankan kemampuan kognitif mereka, hasilnya menunjukkan bahwa para peserta mampu melawan penurunan neurologis atau apa yang mereka sebut "ketahanan kognitif". Hal tersebut berarti, mereka terpapar pada faktor risiko penurunan kognitif tapi entah bagaimana dapat menghindari penyakit tersebut.

Para peneliti memang menemukan beberapa atribut umum dari para centenarian. Sebagian besar mencapai tingkat pendidikan yang tinggi. Rata-rata, mereka menyelesaikan sekolah menengah dan memperoleh beberapa pelatihan lanjutan atau pendidikan tinggi. Lebih dari setengahnya hidup mandiri.

Mayoritas peserta memiliki kemampuan penglihatan dan pendengaran yang baik. Ini penting karena ketika orang dewasa yang lebih tua kehilangan kemampuan mereka untuk melihat dan mendengar, mereka kehilangan koneksi sosial dan kemampuan mereka untuk memproses informasi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan penurunan kognitif.

Peserta memiliki kehidupan aktif, 75 persen masih berjalan sendiri di awal penelitian. (Foto: 123RF/alexstockphoto21)
Peserta memiliki kehidupan aktif, 75 persen masih berjalan sendiri di awal penelitian. (Foto: 123RF/alexstockphoto21)

Dan sebagian besar peserta telah menjalani kehidupan yang relatif aktif secara fisik; lebih dari 75 persen masih bisa berjalan secara mandiri pada awal penelitian.

Tidak ada kesimpulan tegas tentang bagaimana menjaga pikiran tetap tajam, tetapi para centenarian ini memberi beberapa petunjuk tentang bagaimana mempertahankan fungsi kognitif, yaitu dengan:

- Tetap aktif secara fisik

- Mencapai tingkat pendidikan yang tinggi

- Mengoptimalkan kemampuan untuk mendengar dan melihat

Dan, yang paling penting, mereka menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk menghindari penuaan neurologis dan mempertahankan pikiran yang tajam di kemudian hari. (aru)

Baca juga:

Mengapa Orang yang Sudah Vaksin Penuh Perlu Dosis Booster?

#Kesehatan
Bagikan
Ditulis Oleh

Muchammad Yani

Lebih baik keliling Indonesia daripada keliling hati kamu

Berita Terkait

Indonesia
Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga
Langkah ini merupakan bagian dari agenda besar pemerintah dalam memperkuat jaring pengaman sosial, terutama bagi masyarakat rentan.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 02 Oktober 2025
Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga
Lifestyle
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Pertambahan mata minus ini akan mengganggu aktivitas belajar maupun perkembangan anak
Angga Yudha Pratama - Rabu, 01 Oktober 2025
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Fun
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Satu dari tiga orang dewasa di Indonesia memiliki kadar kolesterol tinggi.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 30 September 2025
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Indonesia
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Peredaran rokok ilegal dinilai sangat mengganggu. Sebab, peredarannya bisa merugikan negara hingga merusak kesehatan masyarakat.
Soffi Amira - Kamis, 25 September 2025
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Indonesia
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Pemerintah DKI melalui dinas kesehatan akan melakukan penanganan kasus campak agar tidak terus menyebar.
Dwi Astarini - Jumat, 12 September 2025
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Indonesia
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Langkah cepat yang diambil jajaran Dinkes DKI untuk mencegah penyakit campak salah satunya ialah melalui respons penanggulangan bernama ORI (Outbreak Response Immunization).
Dwi Astarini - Selasa, 09 September 2025
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Indonesia
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lonjakan kasus malaria yang kembali terjadi setelah daerah tersebut sempat dinyatakan eliminasi pada 2024 itu harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Dunia
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Menkes AS juga menghapus program pencegahan penyakit yang krusial.
Dwi Astarini - Rabu, 03 September 2025
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Lifestyle
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Mereka yang membatasi makan kurang dari delapan jam sehari memiliki risiko 135 persen lebih tinggi meninggal akibat penyakit kardiovaskular.
Dwi Astarini - Selasa, 02 September 2025
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Bagikan