Guru Besar UNS Kritik Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan di Tengah Pandemi


Guru besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof Pujiyono, (MP/Ismail)
MerahPutih.Com - Keputusan Presiden Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan di masa pandemi virus corona atau COVID-19 dianggap sebagian pihak tidak tepat.
Bahkan keputusan membuat Perpres No 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan juga dinilai mengangkangi hukum karena peraturan serupa sudah pernah dianulir oleh Mahkamah Agung (MA).
Baca Juga:
Dinilai Bentuk Pelanggaran Hukum, Perpres Kenaikan Iuran BPJS Akan Digugat
"Merujuk kebelakang Kepres kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang telah dibatalkan MA saja belum dijalankan penuh. Ini bikin kepres serupa kan jadi aneh dari segi pandangan hukum," ujar Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof Pujiyono, di Solo, Minggu (17/5).

Pujiyono menilai dalam isi Kepres kenaikan iuran BPJS yang berbeda hanya nilai nominal kenaikannya saja. Selebihnya isinya sama semua tidak ada yang berubah dengan Kepres kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang telah dibatalkan MA.
"Ya kalau seperti itu kan ngakali saja. Padahal fokusnya bukan besaran nilainya, tapi kenapa itu dianulir? Menurut saya hanya mengangkangi saja itu," ujar Pujiyono.
Ia mengaku telah membaca amar putusan MA yang menganulir kenaikan iuran BPJS pada Perpres no 75 tahun 2019. Garis besar dalam putusan MA itu adalah kenaikan iuran belum sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat, serta pelayanan BPJS Kesehatan yang belum optimal.
"Jika merujuk pada ekonomi 2019 saja dianggap kacau dan membatalkan kenaikan iuran BPJS, apalagi ekonomi 2020 semakin buruk karena sekarang sedang pandemi COVID-19," kata dia.
Baca Juga:
Kenaikan Iuran BPJS, Pemerintah Dinilai 'Putar Otak' Akali Putusan MA
Pujiyono memaklumi ketika pemerintah harus menutup defisit dana BPJS melalui penaikan iuran. Namun, kebijakan itu diambil dalam situasi yang tidak tepat.
"Pemerintah tidak menunjukkan keberpihakan terhadap wong cilik dalam kebijakan ini. Hal itulah yang membuat masyarakat tidak mendukung kenaikan iuran BPJS dan banjir kritik," pungkasnya.(*)
Berita ini ditulis berdasarkan laporan Ismail, reporter dan kontributor merahputih.com untuk wilayah Jawa Tengah.
Baca Juga:
Din Syamsuddin: Kebijakan Menaikkan Iuran BPJS Bentuk Kezaliman
Bagikan
Berita Terkait
DPR RI Buka Kesempatan Publik Berikan Masukan dan Pandangan Terhadap Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc HAM MA

Skrining BPJS Kesehatan Kini Wajib, Ini Cara Daftarnya Secara Online

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Daya Beli Rakyat Belum Pulih dan Penghasilannya Pas-pasan, Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dianggap Bukan Prioritas !

Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, Alasanya Tambah Jumlah Peserta Penerima Bantuan Iuran

Mahkamah Agung Punya Pelat Nomor Kendaraan Khusus, Ketua MA Sunarto Bukan Lagi RI 8

Profil Setya Novanto, Mantan Sales hingga Ketua DPR yang Baru Bebas dari Penjara Pasca Terlibat Korupsi e-KTP

Sehari Sebelum Peringatan HUT RI, Mantan Ketua DPR Setya Novanto Bebas Bersyarat Setelah Hukuman Dipotong MA

MA Buka Suara! Tiga Hakim Tom Lembong Ternyata Punya Sertifikat Tipikor Sah

MA Kerahkan Badan Pengawas MA Panggil 3 Hakim Kasus Tom Lembong, Cari Peyimpangan
