Hasrat Seksual sampai Urusan Ranjang Suami-Istri Jadi Poin Krusial RUU PKS


Demo dukung RUU PKS. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Badan Legislasi (Baleg) DPR mencatat ada enam poin yang substansial dan krusial di Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), sehingga perlu didiskusikan secara lebih mendalam.
"Langkah diskusi itu penting agar di satu sisi fakta kekerasan seksual yang terus meningkat dan di sisi lain punya beberapa adab yang tidak bisa 'gebyah uyah' (menyamaratakan)," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/2).
Baca Juga:
PDIP Minta Seluruh Fraksi Komitmen Loloskan dan Sahkan RUU PKS
Dia menjelaskan, poin krusial pertama, terkait definisi "hasrat seksual" yang terdapat dalam Pasal 1 RUU P-KS yang harus benar-benar didefinisikan secara lebih arif, bijaksana, dan tepat.
Kedua dalam Pasal 12 terkait pelecehan fisik dan non-fisik, yang mengenai "sweeping" sehingga harus dibicarakan tentang mekanisme kontrol masyarakat.
"Selama ini kalau ketahuan berzina, seorang ditelanjangi, dibawa keliling kampung, apa itu bentuk yang lebih beradab? Perdebatan ini keras sekali, harus dicari jalan tengah sehingga saya mengusulkan pendekatan harus berbasis sosiokultural," ujarnya.
Ketiga menurut politisi Partai NasDem itu, Pasal 15 tentang pemaksaan aborsi, yang dianggap sebagai "pintu masuk" legalisasi aborsi, karena itu perlu didiskusikan bagaimana bentuknya.
Poin krusial keempat adalah terkait pemaksaan perkawinan yang diatur dalam Pasal 17 RUU P-KS yang dikhawatirkan terjadi benturan pandangan di masyarakat. dan Kelima, dalam Pasal 18 terkait pemaksaan pelacuran.

"Kalau anggota Baleg yang menolak mengatakan kalau ada pemaksaan pelacuran maka artinya sepakat dengan legalisasi prostitusi," katanya.
Poin keenam , dalam Pasal 19 tentang perbudakan seksual, yang terkait dengan relasi perkawinan sehingga harus meletakan-nya secara "clear and clean", mana yang menjadi domain privat dan publik.
Ia mengakui, sejauh ini kekerasan seksual banyak terjadi dalam rumah tangga atau domain privat, namun harus jujur bahwa kekerasan seksual tidak hanya terjadi di rumah tangga bahkan di tempat-tempat yang dianggap sakral seperti di pesantren dan gereja.
"Kita tidak boleh menutup mata, kita harus definisikan dengan baik. Masa negara turut mengatur urusan ranjang, kan narasi yang berkembang di publik seperti itu, kita harus mampu mendefinisikan itu," katanya dikutip Antara. (*)
Baca Juga:
Biar Cepat Rampung, Moeldoko Bikin Gugus Tugas RUU PKS
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
BEM Mahasiswa Kembali Geruduk MPR/DPR Besok, Tagih Janji Pemerintah soal 17+8 Tuntutan Rakyat

Pakar Soroti Pentingnya Keseimbangan dalam RUU Perampasan Aset, Bisa Menutup Celah Hukum

Politikus PKS Usul Perampasan Aset Disatukan Dengan Revisi Undang-Undang KPK, Hindari Aparat Gunakan Sebagai Alat Pemerasan

Rincian Gaji dan Tunjangan DPR Setelah 17+8 Tuntutan Rakyat Diakomodir Pimpinan DPR

6 Poin Tuntutan 17+8 Yang Dikabulkan DPR, Semua Fraksi Diklaim Setuju

Aksi Piknik Nasional untuk Tagih 17+8 Tuntutan Rakyat Indonesia Berbenah di Gedung DPR

Pimpinan DPR Tanggapi Tuntutan Rakyat 17+8 Indonesia Berbenah di Jakarta

Mahasiswa Lanjutkan Demo di DPR, Minta Tuntutan 17+8 Indonesia Dipenuhi

[HOAKS atau FAKTA]: Presiden Prabowo Bekukan DPR
![[HOAKS atau FAKTA]: Presiden Prabowo Bekukan DPR](https://img.merahputih.com/media/a0/ff/d7/a0ffd7ac2cb35dbb7a0dcb13d5aba36f_182x135.jpeg)
Puan Pastikan Transformasi DPR, Janji Lebih Transparan dan Aspiratif
