Gus Mus: Kembali ke Tuhan, Terutama Pemimpinnya

Widi HatmokoWidi Hatmoko - Jumat, 03 Februari 2017
Gus Mus: Kembali ke Tuhan, Terutama Pemimpinnya
KH. Mustifa Bisri alias Gus Mus.(MP/Widi Hatmoko)

Pertemuan merahputih.com dengan KH. Mustofa Bisri atau Gus Mus berlangsung selepas sholat magrib, di sebelah mushola Pondok Pesantren Raudlatul Thalabin (Taman Belajar Islam), Jalan KH. Bisri Mustofa, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, usai ia menjadi imam sholat berjemaah bersama santri.

Dengan bahasa yang sangat santun, Gus Mus mempersilahkan masuk ke ruang tamu, yang ternyata sudah ada puluhan orang menunggu. Dari Mandar Sulawesi Barat, Tuban, Kediri, Banten, Kudus dan sekitar Rembang.

Sebagai seorang kyai yang lahir dari Santri Jawa, Gus Mus sangat lekat dengan budaya dan kearifan lokal. Hal ini terlihat dari perlakuannya terhadap dayoh (tamu) yang datang. Gus Mus menjamu dengan tradisi orang-orang Jawa. "Yen wayahe dahar, tamu nggih kedah diaturi dahar. Kedah dicaosi unju'an."

Dan, di meja makan di ruangan tengahnya, hidangan dengan masakan khas Rembang, kelo mrico, pindang, bandeng dan aneka lauk seperti tahu-tempe, udang, menjadi bagian dari penyambung tali silaturahmi dan pengikat batin tradisi lama antara tamu dan tuan rumah bagi orang-orang Jawa.

Setelah memperkenalkan lebih jauh, perbincangan malam itu mengawali wawancara merahputih.com, tentang kondisi negeri yang sedang dilanda isu-isu intoleransi. Berikut kutipan singkat komentar Gus Mus ketika diminta tanggapan tentang intoleransi:

"Ini tergantung kepada pemerintah, pemerintah tegas apa enggak itu? Kalau bibit-bibit inteloresanis itu dari awal dibiarkan, nanti akan berkembang."

Sebagai seorang ulama sekaligus budayawan, bagaimana Gus Mus menyikapi Pancasila?

"Selama ini, Pancasila kan hanya digunakan untuk kepentingan-kepentingan, terutama untuk kepentingan penguasa. 32 tahun Pak Harto menggunakan Pancasila itu hanya untuk kepentingan pemerintah Orde baru. Setiap pejabat itu, kalau pidato menyebut Pancasila itu ndak kurang dari 6 kali, 7 kali. Pak Harto malah sampai 8, 12 kali. Tapi diurai ndak pernah. Hanya Pancasila..Pancasila..Pancasila. Silanya itu lo, nyebut silanya saja ndak pernah. Sila Ketuhanan yang Maha Esa ndak disebut, sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab tidak disebut, Persatuan Indonesai ndak disebut. Pancasila tok! Karena memang kepentingannya bukan untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila tersebut. Selama itu begitu terus, sampai kiamat kurang dua hari juga ya tetep! Wong itu sudah sangat indah sekali kok, pendahulu-pendahulu Kita, bikin itu, Ketuhanan yang Maha Esa. Dan itu puncaknya di sana, dan itu yang membikin orang beradab, berkeadilan, berprikemanusiaan, bisa bersatu dengan orang lain, itu karena ngerti Pengeran, ngerti Tuhan."

Terkait banyaknya organisasi-organisasi yang berbasis agama, dan akhir-kahir ini ramai di media masa, bahkan dinilai sudah mengarah pada intoleransi, bagaimana menurut Gus Mus?

"Saya katakan, agama itu dianggap sebagai tujuan, lalu bikin organisasi keagamaan. Dikiranya agama itu juga ghayah, bukan! Agama itu wasilah, ghayahnya Allah, Tuhan yang Maha Esa. Kalau ghayahnya Tuhan, jadi kecil semua. Pelajari masing-masing itu jangan hanya fanatik pada organisasi keagamannya, tidak hanya pada agamanya. Kalau sampean ini misalnya, ini partai politik sebagai tujuan, orang-orang Indonesia yang tidak satu partai akan Anda musuhi, seolah-olah mereka bukan orang Indonesai. Ketika organisasi Islam Anda anggap tujuan hidup, maka organisasi-organisasi selain Islam akan Anda anggap bukan orang Indonesia."

Lalu, apa yang ingin anda sampaikan melihat kondisi seperti ini?

"Kembali ke Tuhan! Terutama pemimpinnya, semua harus kembali ke Tuhan. Pemimpinnya harus kembali ke Tuhan! Kalau orang itu lupa kepada Tuhan, lupa kepada Allah, Allah akan menjadikan orang itu lupa diri, itu. Sehingga dia lupa dengan dirinya, sampai kadang-kadang lupa saudara, lupa bapaknya, lupa anaknya dan segala macam itu karena lupa Allah. Maka orang-orang beriman tidak boleh melupakan Allah, enggak boleh!"

Anda juga dikenal sebagai seorang budayawan yang piawai membuat puisi; apa karya puisi terbaru Gus Mus?

"Puisi terbaru saya judulnya Dzikir! Begini;
setiap saat, setiap mengingat-Mu aku menyebut-MU
setiap saat setiap menyebut-Mu aku mengingat-Mu
setiap saat,
begitu saja! Hehehe.."

Ini adalah wawancara khusus wartawan merahputih.com Widi Hatmoko dengan Gus Mus di rumahnya, saat melakukan liputan khusus di beberapa tempat di Kabupaten Rembang dan Lasem, Rabu 25 hingga Senin 30 Januari 2017. Untuk mengikuti berita tentang Lasem, baca jug: Peradaban Islam di Lasem pada Masa Cheng Ho

#KH Mustofa Bisri #Nahdlatul Ulama #Ulama #Gus Mus
Bagikan
Ditulis Oleh

Widi Hatmoko

Menjadi “sesuatu” itu tidak pernah ditentukan dari apa yang Kita sandang saat ini, tetapi diputuskan oleh seberapa banyak Kita berbuat untuk diri Kita dan orang-orang di sekitar Kita.
Bagikan