Diksi "Siap Mainkan" Bukti Kejahatan Korupsi Wahyu Setiawan Dilakukan Terencana


Anggota KPU Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK RI, Jakarta, Jumat (10-1-2020) dini hari. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pras
MerahPutih.com - Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menilai, aksi korupsi yang dilakukan oleh komisioner KPU Wahyu Setiawan dilakukan secara terencana.
Emrus mencontohkan penggunaan kata "siap mainkan" yang diungkapkan Wahyu saat menerima "order" dari politikus PDIP Harun Masiku.
Baca Juga:
PA 212 Duga Wahyu Setiawan Ikut 'Bermain' Menangkan Jokowi-Ma'ruf Amin
"Hal itu sangat linear dengan pilihan diksi terkait dengan komisioner KPU OTT oleh KPK baru-baru ini yaitu memakai diksi 'mainkan' dan 'biaya operasional'," kata Emrus dalam keterangannya, Selasa (14/1).
Emrus menambahkan, diksi "mainkan" bermakna bahwa perilaku dugaan suap terkait pergantian orang di DPR RI dilakukuan dengan kesadaran yang sangat tinggi antara orang-orang yang terkait dengan kasus suap-menyuap tersebut.
"Jadi, suap tersebut dilakukan dengan sebuah rencana dan sekaligus memberi tanda sangat aman untuk 'dieksekusi' kejahatan koruptif, maka muncul diksi 'mainkan'," papar Emrus.

Sedangkan diksi "dana operasional" yang ratusan juta tersebut juga menarik untuk diungkap makna paripurnanya.
Sebab, kepemimpinan di KPU pusat dengan tujuh komisioner dilakukan dengan kolektif kolegial.
"Artinya, komisioner satu dengan yang lainnya mempunyai kesetaraan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan kolektif kolegial pula," terang Emrus.
Baca Juga:
Penyidik KPK Geledah Kantor KPU Cari Bukti Pidana Wahyu Setiawan
Karena itu, biaya operasional ratusan juta tersebut harus dibuka terang benderang. Rencananya dialokasikan untuk apa dan kepada siapa saja.
"Ini menarik didalami di tengah 'budaya' pengambilan keputusan kolektif kelegial tersebut. Untuk itu, komisioner KPU yang OTT KPK harus 'bernyanyi nyaring' agar menjadi jelas bagi publik untuk perbaikan KPU kita ke depan," sebut pengajar dari Universitas Pelita Harapan ini.
Emrus juga menyarankan kepada Presiden Joko Widodo dan DPR perlu segera menyusun RUU Anti Kejahatan Komunikasi yang memanfaatkan simbol verbal dan nonverbal yang belum ter-cover oleh UU Hukum Pidana dan UU ITE. (Knu)
Baca Juga:
Wahyu Setiawan dan Bupati Sidoarjo Punya Celah Lolos Lewat Praperadilan
Bagikan
Berita Terkait
KPK Buka Peluang Panggil Ketum PBNU Terkait Korupsi Kuota Haji

Hotman Klaim Kasus Nadiem Mirip Tom Lembong, Kejagung: Itu Kan Pendapat Pengacara

Apartemen Nadiem Makarim Digeledah, Kejagung Temukan Barang Bukti Penting

Kakak-Adik Bos Sritex Jadi Tersangka Kasus Pencucian Uang, Negara Rugi Rp 1 Triliun!

Presiden Nepal Yakinkan Semua Pihak, Tuntutan Pengunjuk Rasa Akan Dipenuhi

KPK Menggali Keterangan Khalid Basalamah Terkait Perolehan Kuota Haji Khusus

Kejagung Akui Kepala Desa yang Terlibat Kasus Korupsi Meroket Hingga 100 Persen

Eks Wamenaker Noel Tampil Berpeci Setelah 20 Hari Ditahan KPK, Alasannya Biar Keren

Tersangka Anggota DPR Satori Tidak Ditahan Setelah Diperiksa KPK 7 Jam Lebih

Skandal Kasus Korupsi Chromebook, Kejari Periksa 8 Sekolah dan 10 Pejabat
