Cerita di Balik Aurora Borealis


Kisah di balik fenomena Aurora Borealis.(foto: vincent-guth_unsplash)
AURORA borealis atau northern lights merupakan salah satu fenomena alam yang paling spektakuler sekaligus rumit. Pertunjukan cahaya alam yang memukau yang ada di langit-langit Bumi ini berasal dari partikel-partikel yang berasal dari matahari yang berjarak 150 juta kilometer dari Bumi. Partikel-partikel tersebut bergerak melintasi ruang angkasa dan bertabrakan dengan atmosfer Bumi, menghasilkan pola cahaya bergelombang di langit malam daerah kutub.
Untuk memahami Aurora Borealis, kamu harus memiliki pemahaman dasar tentang angin matahari, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Bumi, bagaimana angin matahari berinteraksi dengan medan magnet planet kita, dan sedikit pengetahuan tentang cara atom dan molekul memancarkan cahaya saat terionisasi atau tereksitasi.
BACA JUGA:
Pertama, kamu harus tahu dari mana nama ilmiahnya, yaitu aurora borealis. Kata pertama yaitu aurora berasal dari nama Dewi Fajar Romawi. Kata kedua, 'boreas', mengacu pada Dewa Angin Utara Yunani.

Apa itu angin matahari (solar wind)
Kita sudah tahu bahwa bintang terdekat dengan bumi ialah matahari. Bersamaan dengan panasnya, matahari juga memancarkan partikel bermuatan (elektron, proton, atau ion) ke dalam tata surya kita. Itulah yang disebut angin matahari. Partikel tersebut sampai ke Bumi dengan kecepatan 400 sampai 800 kilometer per detik. Tergantung pada kecepatannya, partikel-partikel energi itu mencapai Bumi dalam beberapa hari.
Dalam perjalanannya menuju Bumi, angin matahari diperlambat oleh magnetosfer Bumi, yang terdiri dari garis-garis medan magnet. Di khatulistiwa, garis-garis ini hampir sejajar dengan permukaan Bumi dan tidak memungkinkan partikel-partikel tersebut menembus atmosfer. Namun, garis-garis ini mengarahkan partikel bermuatan ke arah kutub. Bagi yang belum tahu, magnetosfer adalah ruang tiga dimensi di sekitar planet kita di mana medan magnetnya dominan.
BACA JUGA:
Melihat Aurora Borealis di Destinasi ini Bikin Kamu Masuk ke Dunia Lain
Bagaimana partikel bermuatan berinteraksi dengan medan magnet Bumi
Sekarang, kita akan memahami bagaimana tabrakan angin matahari dengan gas-gas di atmosfer kita memancarkan cahaya. Ketika mereka bergerak di sepanjang garis medan magnet yang menyatu dan mencapai kutub, partikel-partikel bermuatan memasuki atmosfer. Di sini, partikel-partikel tersebut bertabrakan dengan nitrogen dan oksigen dan mentransfer energinya ke molekul-molekul gas. Hal ini merangsang elektron dalam molekul, mendorong mereka ke tingkat energi yang lebih tinggi. Jika partikel memiliki energi yang berlebihan, mereka juga dapat menghilangkan elektron dari molekul, menyebabkan ionisasi. Dalam kedua kondisi tersebut, molekul menjadi tidak stabil.

Ketika elektron yang tereksitasi kembali ke keadaan stabil (atau molekul yang terionisasi bergabung kembali dengan elektron bebas), mereka memancarkan energi tambahan dalam bentuk radiasi yang terlihat oleh mata kita. Karena proses ini terjadi lebih dekat ke permukaan kutub Sekitar 80 km dari permukaan laut. Inilah yang kita sebut sebagai cahaya utara atau aurora borealis di Belahan Bumi Utara. Di Belahan Bumi Selatan, cahaya ini disebut aurora australis, di mana "australis" berarti "selatan".
Meskipun terlihat oleh mata. Tetapi sulit untuk melacak keberadaan cahaya ini. Pada umumnya, aurora tampak berwarna kuning kehijauan. Aurora adalah fenomena acak, dan sulit untuk memprediksi kapan terjadinya. Tetapi jika kamu ingin berburu cahaya ini, waktu yang paling tepat adalah pada musim dingin. Dari September hingga Maret, ketika langit lebih gelap dan malam lebih panjang. urora borealis mudah terlihat di wilayah utara Islandia, Swedia, Finlandia, Norwegia, Kanada, dan Alaska. Oleh karena itu, kamu memiliki banyak pilihan untuk melihat pemandangan magis cahaya utara, terutama jika kamu sedang merencanakan liburan.(aqb)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia

Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim

Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii

Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar

Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini

Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!

Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali

Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif

Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo

Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
