Aspri Eks Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum Dituntut 9 Tahun Penjara

Zulfikar SyZulfikar Sy - Kamis, 04 Juni 2020
Aspri Eks Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum Dituntut 9 Tahun Penjara

Miftahul Ulum yang merupakan Asisten Pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. ANTARA/Benardy Ferdiansyah

Ukuran:
14
Font:
Audio:

MerahPutih.com - Asisten pribadi (aspri) mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Miftahul Ulum dituntut sembilan tahun penjara dan denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 9 tahun dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa KPK Ronald Worotikan saat membacakan surat tuntutan terdakwa Miftahul Ulum, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/6).

Baca Juga:

Kuasa Hukum Imam Nahrawi Ingatkan Taufik Hidayat Tidak Sok Suci

Tuntutan itu diberikan lantaran penuntut umum meyakini Ulum terbukti bersalah menerima sebesar Rp11.500.000.000 bersama-sama dengan Imam Nahrawi. Uang tersebut untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.

Jaksa juga meyakini, Ulum terbukti bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp8.648.435.682 bersama-sama dengan Imam Nahrawi. Ulum berperan sebagai perantara uang yang diterima dari berbagai sumber untuk Imam Nahrawi.

Menurut jaksa, perbuatan Ulum itu terbukti melanggar pasal 12 ayat (1) huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dan dakwaan kedua dari Pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

"Menuntut supaya menjadi hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan amar dengan putusan sebagai berikut menyatakan terdakwa Miftahul Ulum terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama dan dakwaan kedua," ujar Jaksa Ronald.

Dalam menjatuhkan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah menghambat perkembangan dan prestasi atlit Indonesia yang diharapkan dapat mengangkat nama bangsa di bidang olahraga; Terdakwa tidak kooperatif dan tidak mengakui terus terang seluruh perbuatan yang dilakukannya; Terdakwa memiliki peran yang sangat aktif dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan.

"Hal-hal yang meringankan: Terdakwa bersikap sopan selama pemeriksaan di persidangan; Terdakwa masih memiliki tanggungan keluarga," kata Jaksa Ronald.

Terdakwa kasus dugaan suap di Kemenpora Imam Nahrawi (kiri) berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (11/3). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/hp
Terdakwa kasus dugaan suap di Kemenpora Imam Nahrawi (kiri) berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (11/3). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/hp

Miftahul Ulum sebelumnya didakwa menerima suap Rp11.500.000.000 bersama-sama dengan Imam Nahrawi. Uang berasal dari mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum (Bendum) KONI, Johnny E Awuy.

Menurut Jaksa, uang tersebut untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun anggaran 2018. Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.

Miftahul Ulum bersama-sama dengan Imam Nahrawi menerima fee dari Ending Fuad Hamidy dan Johnny E Awuy terkait sejumlah proposal yang diajukan KONI. Proposal itu yakni, terkait bantuan dana hibah pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada Multi Event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018. Kemudian, terkait proposal dukungan KONI Pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.

Selain itu, Ulum juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp8.648.435.682 bersama-sama dengan Imam Nahrawi. Ulum berperan sebagai perantara uang yang diterima dari berbagai sumber untuk Imam Nahrawi.

Sedikitnya ada lima sumber uang gratifikasi yang diterima Ulum untuk nantinya kemudian diserahkan ke Imam Nahrawi. Dari rincian yang dibeberkan Jaksa, uang sebesar Rp300 juta diterima Ulum dari Sekretaris Jendral KONI Ending Fuad Hamidy. Uang itu, diperuntukan sebagai biaya tambahan operasional Imam Nahrawi saat berkegiatan dalamacara Muktamar NU di Jombang, Jawa Timur.

Kedua, Ulum menerima uang sebesar Rp4,9 miliar dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (Prima) Kemenpora periode 2015-2016. Uang itu, diperuntukan sebagai dana operasional tambahan perjalanan dinas Imam Nahrawi. Kata jaksa, uang tersebut diterima Ulum secara bertahap dengan 38 kali pemberian dalam rentang waktu 2015 hingga 2016.

Baca Juga:

Kejagung Periksa Aspri Imam Nahrawi Terkait Aliran Dana Suap KONI ke Eks Jampidsus

Kemudian, Ulum menerima Uang sebesar Rp2 miliar dari Lina Nurhasanah. Namun, uang itu diperuntukan sebagai pelunasan pembayaran jasa desain konsultan arsitek untuk pemugaran kediaman Imam dan usaha butik dan kafe istri Imam Nahrawi. Uang itu, diberikan Lina kepada Ulum berasal dari dana akomodasi atlit pada anggaran Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima).

Selanjutnya, Ulum menerima uang sebesar Rp1 miliar dari Edward Taudan Pandjaitan alias Ucok selaku pejabat pembuat komitmen pada program Satlak Prima Kemenpora tahun anggaran 2016 – 2017.

Terakhir, Ulum menerima uang sebesar Rp400 juta dari Supriyono selaku BPP Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode 2017-2018. Transaksi uang itu dilakukan di area parkir Kantor Kemenpora pada 2018. Uang itu, diberikan sebagai honor untuk kegiatan Satlak Prima. Padahal, program tersebut telah resmi dibubarkan pada Oktober 2017. (Pon)

Baca Juga:

Eks Aspri Imam Nahrawi Beberkan Aliran Uang ke Anggota BPK Acshanul Qosasih

#Imam Nahrawi #Kasus Korupsi
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
Nadiem Makarim jadi Tersangka, Bukti Gurita Korupsi sudah ‘Mencengkeram’ Sistem Pendidikan di Indonesia
Mengungkap krisis moral dan rendahnya integritas yang jauh lebih dalam.
Dwi Astarini - Minggu, 07 September 2025
Nadiem Makarim jadi Tersangka, Bukti Gurita Korupsi sudah ‘Mencengkeram’ Sistem Pendidikan di Indonesia
Indonesia
Awal Kasus Korupsi Pengadaan Laptop Terbongkar, Dari ‘Kesepakatan’ Nadiem dengan Google
Berawal dari serangkaian pertemuan intensif yang terjadi pada Februari 2020.
Dwi Astarini - Jumat, 05 September 2025
Awal Kasus Korupsi Pengadaan Laptop Terbongkar, Dari ‘Kesepakatan’ Nadiem dengan Google
Indonesia
Bantah Lakukan Korupsi, Nadiem: Integritas Nomor 1, Tuhan Pasti Melindungi Saya
Ia berpesan untuk keluarga dan empat anaknya agar menguatkan diri.
Dwi Astarini - Jumat, 05 September 2025
Bantah Lakukan Korupsi, Nadiem: Integritas Nomor 1, Tuhan Pasti Melindungi Saya
Indonesia
Nadiem Tersangka Pengadaan Laptop, Kejagung Bongkar Kejanggalan Proyek Digelar Tertutup meski Gunakan Anggaran Negara
Atas permintaan Nadiem, rapat tersebut digelar tertutup.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Nadiem Tersangka Pengadaan Laptop, Kejagung Bongkar Kejanggalan Proyek Digelar Tertutup meski Gunakan Anggaran Negara
Indonesia
Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Nadiem Makarim Langsung Dipenjara di Rutan Salemba
Kejagung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 04 September 2025
Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Nadiem Makarim Langsung Dipenjara di Rutan Salemba
Indonesia
KPK Periksa Eks Direktur Keuangan Telkom terkait Kasus Digitalisasi SPBU Pertamina
KPK telah memeriksa sejumlah petinggi dari PT Telkom dan PT Pertamina dalam kasus digitalisasi SPBU.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 04 September 2025
KPK Periksa Eks Direktur Keuangan Telkom terkait Kasus Digitalisasi SPBU Pertamina
Indonesia
Penuhi Panggilan KPK, Ilham Habibie Tanggapi soal Mobil Mercy Warisan BJ Habibie
Mobil Mercedes-Benz atas nama BJ Habibie kabarnya disita penyidik KPK dari tangan eks Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 03 September 2025
Penuhi Panggilan KPK, Ilham Habibie Tanggapi soal Mobil Mercy Warisan BJ Habibie
Indonesia
Eks Ketua Banggar DPR Ahmadi Noor Supit Terseret Korupsi Proyek Mempawah
Ahmadi Noor Supit diperiksa sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai Ketua Badan Anggaran DPR RI Tahun 2015.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 03 September 2025
Eks Ketua Banggar DPR Ahmadi Noor Supit Terseret Korupsi Proyek Mempawah
Indonesia
KPK Panggil Khalid Basalamah Terkait Korupsi Kuota Haji
Selain Khalid, penyidik KPK juga memanggil lima saksi lainnya.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 02 September 2025
KPK Panggil Khalid Basalamah Terkait Korupsi Kuota Haji
Indonesia
KPK Tegaskan tak Punya Wewenang Terbitkan Surat Penonaktifan Bupati Pati Sudewo
KPK menegaskan bahwa pihaknya tak punya wewenang untuk menerbitkan surat penonaktifan Bupati Pati, Sudewo.
Soffi Amira - Selasa, 02 September 2025
KPK Tegaskan tak Punya Wewenang Terbitkan Surat Penonaktifan Bupati Pati Sudewo
Bagikan