Anak yang Tidak Terlalu Memperhatikan Ternyata Menyerap Informasi Lebih Banyak

Hendaru Tri HanggoroHendaru Tri Hanggoro - Sabtu, 05 Agustus 2023
Anak yang Tidak Terlalu Memperhatikan Ternyata Menyerap Informasi Lebih Banyak

Anak yang tampaknya tidak memperhatikan sebenarnya menyerap lebih banyak informasi. (Foto: Pexels/Ron Lach)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

APA yang terjadi jika murid sekolah dasar terlihat melamun dan tidak memperhatikan pelajaran dari guru di kelas? Bagaimana jika mereka lebih sibuk memainkan pensil, melipat-lipat kertas, atau menggambar daripada menyimak pelajaran?

Kemungkinan besar murid-murid itu akan ditegur gurunya.

Namun, guru sekolah dasar Sara-Rivka Bass di Brooklyn, menemukan bahwa banyak anak yang tidak memperhatikan gurunya, sebenarnya menyerap lebih banyak informasi daripada yang terlihat.

“Saya mengizinkan anak-anak di kelas saya menggunakan fidget spinner karena itu sebenarnya membantu beberapa anak untuk memperhatikan,” katanya seperti diberitakan WebMD.

“Jika saya melihat pelajaran mereka menurun, itu berarti mereka menggunakannya sebagai mainan alih-alih alat penambah perhatian, dan mereka hanya memperhatikan spinner, maka saya akan mengambilnya,” tambahnya.

Namun pada banyak anak, spinner justru membantu anak untuk fokus pada materi pelajaran. “Sebagai seorang instruktur, saya tahu bahwa mungkin ada banyak anak yang terlihat memperhatikan dan menatap wajah saya selama pelajaran, tetapi tidak menyerap atau mengingat informasi itu,” kata Bass.

Sementara anak-anak lain justru lebih fokus ketika mereka juga melakukan hal lain pada waktu bersamaan.

Baca juga:

Disiplinkan Anak Bukan Menghukumnya

anak-anak
Spinner justru membantu anak untuk fokus pada materi pelajaran. (Foto: Freepik/Pressfoto)


Dugaan Bass boleh jadi benar. Sebuah studi baru menunjukkan, ketidakmampuan anak-anak untuk memperhatikan sebenarnya memungkinkan mereka untuk mengungguli orang dewasa dan menyimpan informasi yang diminta agar dibuang dengan cara yang tidak bisa dilakukan orang dewasa.

Peneliti mempelajari 24 orang dewasa (rata-rata berusia 23 tahun) dan 26 anak berusia antara 7 hingga 9 tahun. Masing-masing diminta untuk mengamati rangkaian empat ilustrasi: lebah, mobil, kursi, dan pohon.

Gambar disertai dengan latar belakang berupa titik-titik yang bergerak ke atas, bawah, kiri, atau kanan.

Setiap orang melakukan ini saat berada di dalam mesin pencitraan resonansi magnetik. Saat mereka menonton, aktivitas otak mereka diukur untuk menunjukkan area otak mana yang paling terlibat.

Pada satu tahap dalam penelitian, peserta diminta untuk mengabaikan titik-titik yang bergerak dan menekan tombol ketika salah satu dari empat objek muncul lebih dari satu kali.

Pada fase lain, mereka diminta untuk mengabaikan objek dan menekan tombol saat titik bergerak ke arah yang sama lebih dari satu kali.

Ketika para peneliti membandingkan keakuratan anak-anak dan orang dewasa dalam dua tugas tersebut, mereka menemukan bahwa otak orang dewasa menunjukkan peningkatan aktivitas untuk informasi yang diminta untuk mereka fokuskan.

Sebaliknya, otak anak-anak mewakili apa yang diminta untuk diprioritaskan dan apa yang diminta untuk diabaikan. Dengan kata lain, mereka dapat memecahkan kode kedua kumpulan informasi tersebut pada saat yang bersamaan.

Secara khusus, para peneliti menemukan bahwa orang dewasa memiliki akurasi yang tinggi untuk fokus hanya pada apa yang seharusnya mereka lakukan. Namun, anak-anak mampu memecahkan kode keduanya dengan sama baiknya.

Baca juga:

Tiongkok Usulkan Batas Dua Jam per Hari Akses Internet bagi Anak di Bawah Umur

anak-anak
Perhatian pada anak-anak itu rumit dan bahkan anak yang tampaknya lalai sebenarnya dapat memperhatikan. (Pexels/Zain Abba)

“Hasil yang agak mengejutkan ini menunjukkan bahwa fokus bekerja secara berbeda di otak anak-anak, memungkinkan anak-anak untuk belajar tentang fakta-fakta yang tidak relevan dengan tugas,” kata penulis senior Amy Finn, PhD, profesor di University of Toronto, Kanada.

“Data saat ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak lebih peka terhadap banyak informasi di lingkungan, di luar tujuan langsung mereka. Kepekaan semacam itu dapat membantu ketika anak-anak perlu belajar tentang banyak aspek dari dunia kita yang kaya informasi sekaligus, atau ketika tujuan mereka berubah,” tulis para penulis.

Penulis utama Yaelan Jung, PhD, yang mengerjakan studi ini sebagai mahasiswa pascasarjana di University of Toronto dan sekarang menjadi peneliti postdoctoral di Emory University di Atlanta, menjelaskannya dalam siaran pers.

“Meskipun bukan ide baru bahwa anak-anak memiliki kemampuan perhatian yang lebih buruk daripada orang dewasa, kami tidak tahu bagaimana perhatian yang buruk ini akan berdampak pada cara otak mereka menerima dan menyimpan informasi lain,” katanya.

“Penelitian kami mengisi kesenjangan pengetahuan ini dan menunjukkan bahwa kurangnya perhatian anak-anak membuat mereka menyimpan lebih banyak informasi dari dunia daripada orang dewasa,” sambung Jung.

Finn mengatakan bahwa penelitian tersebut tidak memiliki "implikasi langsung" untuk anak-anak dengan ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) yang tidak menjadi fokus kajian para peneliti.

Bass menyatakan bahwa melakukan aktivitas bersamaan dalams atu waktu, seperti mencoret-coret atau bermain dengan spinner, dapat bermanfaat dalam meningkatkan perhatian pada anak-anak dengan ADHD.

Pengajar siswa kelas empat dan lima, Talya Roth, yang memiliki murid ADHD dan autisme, juga menemukan bahwa memberi siswa spinner atau membiarkan mereka menggambar selama pelajaran tidak mengurangi kemampuan mereka untuk memperhatikan materi pelajaran dan bahkan dapat meningkatkannya.

Roth, yang berbasis di New York, mendorong orangtua dan guru untuk menyadari bahwa perhatian pada anak-anak itu rumit dan bahkan anak yang tampaknya lalai sebenarnya dapat memperhatikan. (aru)

Baca juga:

Cara Membantu Anak Pemalu untuk Bersosialisasi

#Anak-anak #Parenting #Ilmu Parenting
Bagikan
Ditulis Oleh

Hendaru Tri Hanggoro

Berkarier sebagai jurnalis sejak 2010 dan bertungkus-lumus dengan tema budaya populer, sejarah Indonesia, serta gaya hidup. Menekuni jurnalisme naratif, in-depth, dan feature. Menjadi narasumber di beberapa seminar kesejarahan dan pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan lembaga pemerintah dan swasta.

Berita Terkait

Lifestyle
Bunda, Coba deh Lavender & Chamomile untuk Tenangkan Bayi Rewel secara Alami
Lavender dan chamomile kerap menjadi pilihan utama dalam praktik mindful parenting.
Dwi Astarini - Minggu, 07 September 2025
Bunda, Coba deh Lavender & Chamomile untuk Tenangkan Bayi Rewel secara Alami
Fun
Liburan Bersama Anak di Kolam Renang: Seru, Sehat, dan Penuh Manfaat
Periode libur long weekend di Agustus ini jadi saat yang tepat untuk mengunjungi kolam renang.
Ananda Dimas Prasetya - Minggu, 17 Agustus 2025
Liburan Bersama Anak di Kolam Renang: Seru, Sehat, dan Penuh Manfaat
Indonesia
Tak hanya Melarang Roblox, Pemerintah Dituntut Lakukan Reformasi Literasi Digital untuk Anak-Anak
Perlu diiringi dengan edukasi yang mencakup tiga elemen kunci yakni anak, orangtua, dan tenaga pendidik.
Dwi Astarini - Jumat, 08 Agustus 2025
Tak hanya Melarang Roblox, Pemerintah Dituntut Lakukan Reformasi Literasi Digital untuk Anak-Anak
Lifestyle
Tak Melulu Negatif, Roblox Tawarkan Manfaat Pengembangan Kreavitas untuk Pemain
Orangtua juga perlu tahu bahwa ada sisi positif dari gim daring ini.
Dwi Astarini - Jumat, 08 Agustus 2025
 Tak Melulu Negatif, Roblox Tawarkan Manfaat Pengembangan Kreavitas untuk Pemain
Lifestyle
Susu Soya, Jawaban Tepat untuk Anak dengan Intoleransi Laktosa
Ini merupakan pilihan yang bijak dan menyehatkan bagi anak-anak yang tidak bisa menoleransi susu sapi.
Dwi Astarini - Jumat, 04 Juli 2025
Susu Soya, Jawaban Tepat untuk Anak dengan Intoleransi Laktosa
Lifestyle
Dokter Bocorkan Cara Ajaib Bikin Anak Berprestasi Hanya dengan Musik
Paparan musik, terutama musik klasik, terbukti memiliki dampak positif pada perkembangan kognitif anak
Angga Yudha Pratama - Rabu, 25 Juni 2025
Dokter Bocorkan Cara Ajaib Bikin Anak Berprestasi Hanya dengan Musik
Fun
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Studi dari American Psychological Association temukan bahwa screen time berlebihan berkaitan dengan kecemasan, depresi, dan agresi pada anak-anak. Konten dan dukungan emosional juga berperan penting.
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 11 Juni 2025
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Lifestyle
Bahaya Gawai Mengintai Si Kecil, Dokter Peringatkan Dampak Buruknya pada Kebiasaan Makan dan Tumbuh Kembang!
Nimaz lebih mengutamakan kebiasaan makan bersama di meja makan
Angga Yudha Pratama - Selasa, 03 Juni 2025
Bahaya Gawai Mengintai Si Kecil, Dokter Peringatkan Dampak Buruknya pada Kebiasaan Makan dan Tumbuh Kembang!
Lifestyle
IDAI Ungkap Manfaat Diet Tinggi Protein-Lemak untuk Atasi Peradangan dan Penyakit Degeneratif
Piprim juga menganjurkan diet ini untuk anak sehat guna meminimalkan asupan karbohidrat berlebih yang menjadi cikal bakal berbagai penyakit modern
Angga Yudha Pratama - Kamis, 29 Mei 2025
IDAI Ungkap Manfaat Diet Tinggi Protein-Lemak untuk Atasi Peradangan dan Penyakit Degeneratif
Indonesia
Pembakaran 13 Rumah karena Game, DPR Minta Kebijakan Ruang Digital Anak Diperkuat
Tragedi ini sebagai sinyal yang menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap anak dari terpaan konten digital destruktif.
Angga Yudha Pratama - Jumat, 09 Mei 2025
Pembakaran 13 Rumah karena Game, DPR Minta Kebijakan Ruang Digital Anak Diperkuat
Bagikan