Akil Mochtar Tak Pernah Terima Uang dari Bupati Buton


Terdakwa kasus terkait penanganan kasus sengketa pilkada Buton 2011 Samsu Umar (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (9/8). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
MerahPutih.com - Sidang lanjutan dugaan suap Bupati Buton nonaktif Samsu Umar Abdul Samiun terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar memasuki agenda pemeriksaan terdakwa Rabu (23/8) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dalam persidangan, Umar Samiun membeberkan perkenalannya dengan Arbab Paproeka. Ia kenal Arbab sejak tahun 2000 ketika sama-sama menjadi pengurus Partai Amanat Nasional (PAN). Saat itu, Arbab menjabat sebagai sekretaris DPW PAN Sultra, sedangkan Umar Samiun sebagai Ketua DPD PAN Kabupaten Buton.
"Setelah itu saya memang banyak bertemu Arbab karena saat pemilu 2004 saya terpilih menjadi anggota DPRD Buton dan Arbab sebagai anggota DPR RI," ujar Umar.
Arbab ketika sudah tidak lagi menjadi anggota DPR RI periode 2004-2009 sering memanfaatkan Umar Samiun untuk memperoleh keuntungan. Bahkan, Arbab kadang meminta sejumlah uang dengan mengatasnamakan suatu kegiatan atau teman-teman lain.
"Nah, ketika Agus Mukmin sampaikan kalau Arbab ingin bertemu saya makanya saya tolak karena saya sudah tau cara-cara dia (Arbab),” ujarnya.
Hakim kemudian mempertanyakan tentang pertemuan Umar Samiun bersama Arbab di Hotel Borobudur. Di sana, Umar Samiun bertemu Arbab di lobi hotel. Usai bersalaman dan menanyakan kabar, Umar Samiun lalu mencari tempat merokok, tapi saat itu Arbab langsung mengarahkan Umar Samiun ke salah satu ruangan dan sambil jalan Arbab mengatakan bahwa ada Akil Mochtar di ruangan yang hendak dituju.
“Saya kaget waktu disampaikan ada Akil. Saya sempat menghentikan langkah saya dan tidak ingin ke ruangan itu, tapi Arbab memaksa dan bilang tidak apa-apa. Di dalam ruangan tersebut saya memang melihat ada Akil Mochtar dan Tomi Winata sedang duduk, tapi saya tidak bertemu dengan Akil saat itu,” tegasnya.
Sekitar tujuh menit di dalam ruangan tersebut, Umar Samiun merasa tidak nyaman dan ingin segera pulang. Ketika itu Umar Samiun langsung memberikan isyarat kepada Arbab dengan tujuan ingin meminta izin untuk pulang.
"Saya merasa suasana tidak enak. Saya sampaikan ke Arbab kalau saya tidak nyaman. Arbab lalu mengantar saya ke lobi dan saya langsung pulang dan matikan HP saya,” bebernya.
Keduanya kembali berkomunikasi esok hari. Dalam pembicaraan itu Arbab meminta sejumlah uang. Namun Umar Samiun beralasan bahwa jaringan lagi tidak bagus dan suara tidak terdengar jelas.
"Saya menangkap ini pasti uang lagi. Saya alasan sinyal gak bagus dan saya lalu matikan HP. Malamnya, saya buka HP dan masuk SMS dari Arbab yang meminta uang sebesar Rp 5 miliar. Pengakuan ke saya katanya itu rekening dia bersama teman-teman dia. Ketika itu alasan punya bisnis. Saya bilang ke Yus kasih saja Rp 1 Miliar supaya Arbab tidak lagi tekan-tekan saya. Setelah saya transfer, saya lalu ganti nomor HP karena saya tidak ingin lagi berurusan dengan Arbab,” ujarnya. (Ayp)
Baca juga berita lainnya dalam artikel: OTT PN Jaksel, Perwakilan MA Bakal Ikut Konferensi Pers Di KPK
Bagikan
Berita Terkait
Mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra tak lagi Bisa Berkelit, Mahkamah Agung Thailand Perintahkan Jalani Satu Tahun Hukuman di Penjara

Nadiem Makarim Jadi Tersangka Kasus Korupsi Laptop, Kejari Periksa Sekolah di Solo

KPK Tahan 3 Orang dari 4 Tersangka Korupsi Proyek Katalis Pertamina Rp 176,4 M

Khalid Basalamah Penuhi Panggilan KPK, Jadi Saksi Kasus Korupsi Kuota Haji Kementerian Agama

Nadiem Makarim jadi Tersangka, Bukti Gurita Korupsi sudah ‘Mencengkeram’ Sistem Pendidikan di Indonesia

Awal Kasus Korupsi Pengadaan Laptop Terbongkar, Dari ‘Kesepakatan’ Nadiem dengan Google

Bantah Lakukan Korupsi, Nadiem: Integritas Nomor 1, Tuhan Pasti Melindungi Saya

Nadiem Tersangka Pengadaan Laptop, Kejagung Bongkar Kejanggalan Proyek Digelar Tertutup meski Gunakan Anggaran Negara

Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Nadiem Makarim Langsung Dipenjara di Rutan Salemba

KPK Periksa Eks Direktur Keuangan Telkom terkait Kasus Digitalisasi SPBU Pertamina
