RUU PPRT Mangkrak 18 Tahun, PKS: Jangan Biarkan PRT Menunggu
Rabu, 12 Januari 2022 -
MerahPutih.com - Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sudah diusulkan sejak tahun 2004 atau sekitar 18 tahun lalu. Namun, hingga kini statusnya masih juga belum jelas.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR, Netty Prasetiyani mendukung agar RUU PPRT segera ditetapkan menjadi RUU Inisiatif DPR.
Baca Juga
RUU PRT Jadi Usulan DPR, Negara Diminta Hadir Datangkan Keadilan
"Negara harus mengakui kehadiran PRT sebagai sebuah pekerjaan nyata. Jangan biarkan para PRT terus menunggu berpuluh-puluh tahun tanpa adanya payung hukum yang jelas bagi pekerjaan mereka," kata Netty dalam keterangannya, Selasa (11/1).
Masyarakat dan PRT selama ini bertanya-tanya kenapa sampai sekarang RUU ini belum bisa juga disahkan. Padahal ada RUU yang pembahasannya bisa secepat kilat seperti RUU Cipta Kerja.
"Apalagi kekerasan terhadap para PRT masih terus terjadi sampai sekarang. Oleh karena itu, kehadiran payung hukum bagi PRT semakin mendesak" tegas dia.
Baca Juga
Pulang ke Tanah Air, Mantan PRT di Malaysia Sukses Jadi Terapis Profesional
Berdasarkan data Komnas Perempuan, telah terjadi 2.300 kasus kekerasan terhadap PRT sepanjang tahun 2005 sampai 2020. Kekerasan itu berupa kekerasan fisik, psikis dan kekerasan ekonomi.
Menurut Netty, pengesahan RUU PPRT akan menjadi landasan bagi pekerja dan pemberi kerja melakukan kerja sama lebih baik, mencegah pekerja mengalami kekerasan dan ketidakadilan, serta memberikan pelindungan bagi PRT selama bekerja.
Baca juga:
Bangun Otot Lebih Cepat? Jangan Hanya Makan Putih Telur Saja!
Oleh karena itu, Netty bersama Fraksi PKS mendesak agar RUU PPRT segera ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR dan disahkan. Pada perjalanannya telah dilakukan studi riset di sepuluh kabupaten/kota, uji publik di tiga kota, hingga studi banding ke dua negara dalam proses pembahasan RUU PPRT di Baleg.
"RUU ini juga kelak menjadi payung hukum saat pekerja dan pemberi kerja bermasalah. Banyak dari para pemberi kerja yang melakukan kontrak kerja langsung dengan PRT tanpa ada standarisasi hak dan kewajiban, jam kerja, dan bentuk pelindungan," tutup dia. (Pon)