Ragam Seni Gambar Prasejarah Indonesia, Salah Satunya Manusia Jadi-jadian
Senin, 22 November 2021 -
INDONESIA kaya akan keragaman seni budayanya. Kekayaan ini bahkan membentang sejak masa prasejarah, yang bisa dilihat dari temuan para peneliti tentang gambar-gambar di goa-goa tak terjangkau.
Temuan tersebut diungkap Pindi Setiawan, Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, dalam webinar “Penemuan Terbaru Gambar-Gambar Cadas (Rock Art) di Gua-Gua Pra sejarah dan Batu-Batu Megalit Indonesia serta Implikasinya Terhadap Sejarah Seni Indonesia”.
Baca juga:
Membedah Artefak Peninggalan Prasejarah Tatar Sunda
“Art di Indonesia semakin berkembang ditambah dengan munculnya budaya-budaya baru yang masuk. Namun, keragaman ini janganlah membuat kita lupa akan seni yang sudah berkembang sejak dahulu kala dan keberadaannya mungkin tidak semudah kita mendapatkan seni yang ada sekarang,” ujar Pindi.

Pindi menjelaskan, dalam buku Claire Holt terdapat beberapa karakteristik khas dari rock art di antaranya menceritakan peristiwa prasejarah. Gambar cadas (garca) prasejarah identik dengan memadukan curahan hasrat estetika dan logika kehidupan kala itu.
Selain itu, situs mamatua dan cap tangan negatif dengan perpaduan warna merah, jingga, ungu, hitam dan putih serta teknik kuasan, stensil (semburan) dan torehan. Garca juga identik dengan perasaan yang kuat antara benda kosmos, manusia, dan fauna laut.
Baca juga:
Pindi juga mempresentasikan penemuan yang ia dapat saat melakukan ekspedisi di Sangkulirang, Kalimantan Timur, dan Maros, Sulawesi Selatan. Di kedua tempat tersebut ditemukan gambar imaji satwa yang sudah punah dan alat buruh zaman savana. Selain itu ditemukan garca sosok manusia datu-saman (headmask anthropomorphic) di Sangkulirang dan manusia jadi-jadian (theriantrophic) di Maros.
Pindi menjelaskan ekspedisi ini selain mengangkat kembali jejak kreatif zaman prasejarah juga dalam rangka melaksanakan suatu projek indeks warna yang diperkirakan selesai 2022 dan akan menjadi index warna Indonesia. Besar harapan seni Indonesia dari setiap masa dapat tetap eksis di tengah zaman yang serba dinamis.

Webinar yang disampaikan Pindi merupakan bagian dari rangkaian perhelatan Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2021 yang hadir sebagai tempat diskusi para penikmat seni. BWCF 2021 mengangkat tema “Membaca Ulang Claire Holt Estetika Nusantara Kontinuitas dan Perubahannya” dan diselenggarakan secara virtual selama tiga hari, 18-21 November 2021.
Menurut Pindi, pentingnya topik ini diangkat untuk mengedukasi masyarakat terutama penikmat seni bahwa di tempat terpencil dan sulit dijangkau pun masih terdapat jejak-jejak seni warisan nenek moyang. (Imanha/Jawa Barat)
Baca juga: