Polusi Bisa Sebabkan Perilaku Kriminal

Sabtu, 30 September 2023 - Ikhsan Aryo Digdo

JIKA kamu pernah menonton beberapa film tentang polisi di masa depan, mungkin akan benar terjadi di kehidupan nyata. Polisi dan unit pencegahan tindak pidana kejahatan dan pelanggaran mungkin akan mulai memantau tingkat polusi udara di kota-kota.

Selain itu mengerahkan pasukan ke kawasan dengan tingkat polusi paling parah kapan saja dibutuhkan. Temuan baru menunjukkan bahwa hal itu mungkin saja bisa bermanfaat untuk berjaga-jaga mencegah tindak kriminal terjadi.

Baca Juga:

Rekomendasi Tanaman Penyerap Racun di Udara

Melansir dari laman Kemenkes RI, terdapat penelitian-penelitian yang tengah dilakukan berkaitan dengan polusi udara dan terganggunya kemampuan seseorang untuk membuat keputusan, masalah kesehatan jiwa, prestasi lebih buruk di sekolah, dan yang paling mengkhawatirkan adalah meningkatnya tindak kejahatan.

Kemana awan berpolusi bergerak, disana terjadi peningkatan tindak kejahatan. Saat kita resah tersebab paparan udara buruk, maka stres datang. Kita lebih sensitif dan mudah tersulut emosi dibanding saat berada dalam lingkungan udara yang bersih, segar dan sehat.

Temuan-temuan tersebut menjadi semakin mengkhawatirkan, karena lebih dari setengah populasi dunia kini tinggal di lingkungan perkotaan dan lebih banyak dari kita yang sekarang kerap bepergian di kawasan padat ketimbang zaman dahulu kala.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa sembilan dari sepuluh orang secara rutin menghirup udara dengan tingkat polusi yang berbahaya. Polusi udara membunuh sekitar tujuh juta orang setiap tahunnya. Tetapi apakah dalam waktu dekat ini kita akan melihat grafik yang sama untuk kasus pembunuhan/kejahatan?

Seorang peneliti di London School of Economics, Sefi Roth, Pada tahun 2011 menyatakan berbagai dampak polusi udara. Ia sadar betul dampak negatifnya terhadap kesehatan, meningkatnya pengobatan di rumah sakit dan juga angka kematian. Roth kala itu berpikir akan ada dampak buruk lain dari polusi udara terhadap kehidupan.

Lalu Roth melakukan penelitian dengan mengamati apakah polusi udara berpengaruh pada kinerja kognitif manusia. Roth dan timnya mengamati para siswa yang mengikuti ujian di hari yang berbeda-beda dan mengukur berapa banyak pencemaran udara pada masing-masing hari itu. Seluruh variabelnya tetap sama: Ujian diikuti siswa dari tingkat pendidikan yang sama, di tempat sama, selama beberapa hari.

Ia menemukan bahwa variasi hasil rata-rata ujian mereka sangatlah berbeda. Hari-hari dengan tingkat pencemaran udara yang paling buruk berhubungan dengan nilai ujian paling jelek. Namun pada hari-hari dengan kualitas udara paling bersih, prestasi belajar para siswa lebih baik.

"Kita bisa melihat penurunan (prestasi) yang jelas pada hari-hari dengan tingkat polusi yang lebih tinggi," ujar Roth.

"Bahkan pada beberapa hari sebelum dan beberapa hari sesudahnya, kita tidak menemukan dampak apa pun, benar-benar hanya pada hari ujian, nilai ujian mereka menurun secara signifikan."

Untuk menentukan efek jangka panjangnya, Roth menindaklanjuti hasil penelitian itu dengan melihat seperti apa dampak hal tersebut delapan hingga 10 tahun mendatang. Mereka yang memiliki prestasi paling buruk di hari paling berpolusi cenderung diterima di universitas berperingkat rendah serta memiliki penghasilan yang lebih sedikit, karena ujian yang diteliti Roth adalah ujian yang sangat berpengaruh terhadap jenjang pendidikan mereka kemudian.

Polusi udara dapat berujung pada kategori kejahatan utama, seperti pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, pencurian mobil, dan penyerangan. (Foto: Freepik/Wirestock)

Pada penelitian tahun 2018, Roth dan timnya menganalisa data tindak kejahatan selama dua tahun dari lebih dari 600 distrik pemilihan di kota London, dan menemukan bahwa tindak kejahatan kecil lebih banyak terjadi pada hari-hari dengan tingkat polusi udara yang lebih buruk, baik di daerah elit maupun di daerah miskin.

Temuan tersebut murni berkorelasi, namun Roth punya alasan untuk percaya bahwa terdapat hubungan sebab-akibat dalam fenomena tersebut. Timnya juga membandingkan beberapa daerah secara spesifik dan memantau tingkat polusi udara dari waktu ke waktu. Awan berpolusi udara, bagaimana pun, dapat bergerak ke arah mana saja angin bertiup.

Awan itu membawa polusi ke berbagai bagian kota yang berbeda secara acak, baik ke daerah elit maupun daerah miskin. "Kami hanya mengikuti pergerakan awan tersebut setiap hari dan mengamati apa yang terjadi terhadap tindak kejahatan di kawasan di mana awan itu berarak, kami menemukan bahwa ke mana pun awan itu pergi, tingkat kejahatan meningkat di sana," jelasnya.

Otak manusia dipenuhi polusi udara

Paparan berbagai polutan dapat menyebabkan peradangan di otak dan dapat merusak struktur otak dan hubungan syaraf. "Jadi yang mungkin terjadi adalah polusi udara merusak area lobus prefrontal," ujar Diana Younan dari University of Southern California. Itu adalah area yang sangat penting untuk mengendalikan impuls (dorongan) kita, fungsi kognitif dan kendali diri.

Meskipun data milik Roth tidak menunjukkan dampak besar pada bentuk kejahatan yang lebih serius seperti pembunuhan dan pemerkosaan, penelitian lain dari tahun 2018 menunjukkan kemungkinan adanya keterkaitan itu. Younan dan rekan-rekannya mengamati secara spesifik PM2.5 dan memperhitungkan efek kumulatif dari paparan terhadap polusi-polusi tersebut selama 12 tahun terakhir. Dan terdapat lebih banyak perilaku buruk di kawasan dengan tingkat polusi udara yang lebih banyak.

Untuk memeriksa keterkaitan yang tidak bisa hanya dijelaskan dengan status sosio-ekonomi itu, tim Younan juga memperhitungkan tingkat pendidikan orang tua, kemiskinan, kualitas lingkungan rumah, dan banyak faktor lainnya, untuk mengisolasi efek dari mikropartikel tadi ketika dibandingkan dengan bentuk pengaruh lainnya yang kita ketahui terhadap tindak kejahatan.

Baca Juga:

Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Kesehatan Sekaligus Pencegahan Polusi Udara

Younan mengatakan bahwa temuannya sangat mengkhawatirkan, khususnya, karena kita tahu bahwa perilaku seseorang saat remaja adalah penanda kuat bagaimana mereka akan bertindak-tanduk saat dewasa. Individu yang badung cenderung berprestasi lebih buruk di sekolah, menjadi pengangguran, dan lebih rentan menyalahgunakan obat-obatan terlarang. Itu berarti bahwa intervensi dari sejak dini perlu diprioritaskan.

Polusi udara memengaruhi moralitas kita

Penelitian yang dipimpin oleh Jackson Lu dari MIT memeriksa dokumen yang memuat data selama sembilan tahun dan mencakup hampir seluruh kawasan di AS dengan lebih dari 9.000 kota. Penelitian itu menemukan bahwa polusi udara dapat berujung pada enam kategori kejahatan utama. Termasuk pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, pencurian mobil, dan penyerangan.

Kota-kota dengan tingkat polusi tertinggi juga memiliki tingkat kejahatan tertinggi. (Foto: Unsplash/Justin Bautista)

Kota-kota dengan tingkat polusi tertinggi juga memiliki tingkat kejahatan tertinggi. Penelitian itu juga bersifat korelasional, namun melibatkan faktor lain seperti populasi, status kepegawaian, usia dan jenis kelamin mereka dan polusi masih tetap menjadi penanda meningkatnya tindak kejahatan. Bukti lebih lanjut muncul dari penelitian "perilaku nakal" (termasuk mencontek, membolos, mencuri, vandalisme dan penggunaan narkoba) terhadap lebih dari 682 remaja.

Lu dan tim membuat mereka merasakan dampak polusi secara psikologis lalu meminta mereka untuk benar-benar membayangkan mereka hidup di kota itu. Mendengar perasaan mereka saat mereka di tengah lingkungan itu dan mengungkapkan secara psikologis seperti apa polusi udara versus lingkungan yang bersih.

Ditemukan suatu kegelisahan pada diri para peserta dan mereka menjadi lebih fokus pada diri sendiri, dua bentuk respons yang dapat meningkatkan tingkat agresivitas dan perilaku tidak bertanggung jawab.

Maka, dengan meningkatkan kegelisahan seseorang, polusi udara dapat berdampak buruk terhadap perilaku. Hasil penelitian tersebut baru permulaan, mungkin ada banyak alasan lain di balik dampak-dampak tersebut selain akibat meningkatnya kegelisahan dan fokus terhadap diri sendiri, termasuk perubahan psikologis pada otak.

Ketika kamu menghirup udara berpolusi, misalnya, hal itu memengaruhi jumlah oksigen yang dimiliki dalam tubuh pada saat tertentu. Akibatnya berkurang "udara baik" yang masuk ke otak kamu. Hirupan udara kotor itu juga dapat mengiritasi hidung, tenggorokan, dan menyebabkan sakit kepala, semua itu dapat menurunkan tingkat konsentrasi kita.

Jika kita semua mulai memantau tingkat polusi sendiri, kita mungkin bisa membuatnya menjadi sebuah kebiasaan agar bisa menghindari aktivitas tertentu. Misalnya seperti olahraga di luar ruangan, atau bahkan bepergian pada hari-hari dengan polusi udara yang parah. Tubuh, otak, perilaku dan jiwa kita akan memperoleh manfaat dan merespon lebih positif. (dgs)

Baca Juga:

Waspadai Dampak Penyebaran Sulfur Dioksida

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan