PKS Minta Pemerintah Ubah Pola Pendekatan Pemberantasan KKB

Selasa, 19 Juli 2022 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Kelompok Krìminal Bersenjata (KKB) menembaki 12 warga Kampung Nogolait, Nduga, Papua, Sabtu (16/7). Akibat penembakan brutal itu, sebanyak 10 orang warga tewas.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Bidang Politik Hukum dan HAM Sukamta meminta TNI-Polri segera memberantas KKB agar tidak semakin meluas dan meresahkan masyarakat.

"Kami mengecam tindakan KKB Papua merdeka dan meminta tindakan ini harus segera dihentikan karena masyarakat sipil yang tidak bersalah menjadi korban," kata Sukamta dalam keterangannya, Selasa (19/7).

Baca Juga:

Aksi Brutal KKB Papua Tewaskan 9 Warga Sipil dan 1 Luka-luka

Anggota Komisi I DPR ini memberikan masukan kepada TNI-Polri terkait pola penanganan KKB Papua. Pertama, TNI-Polri perlu untuk mengubah pola pendekatan pemberantasan KKB.

Menurut Sukamta, jika selama ini cenderung defensif dengan pola melindungi objek vital dan membangun pos-pos pengamanan, sudah saatnya TNI-Polri memburu KKB sampai ke sarangnya.

"Proses penegakan hukum juga harus mengedepankan peran dan keterlibatan masyarakat sipil agar tidak terjadi salah sasaran," ujarnya.

Kedua, kata Sukamta, perang opini publik juga harus dilakukan oleh TNI-Polri. Saat ini, setidaknya ada 9 KKB Papua yang beranggotakan sekitar 150 orang. Sedangkan anggota KKB Papua yang bersembunyi atau sedang melakukan doktrinasi, penggalangan opini jumlahnya belum terpetakan.

"Langkah-langkah pemetaan dan penanganan ideologi Papua merdeka juga harus dilakukan sehingga tidak muncul anggota-anggota baru," imbuhnya.

Pemerintah, lanjut dia, harus membentuk opini publik berlandaskan data dan fakta. Kondisi di Papua juga harus terbuka agar tidak dimanfaatkan oleh KKB yang beroperasi dalam penggalangan opini publik.

Pasalnya, saat ini muncul upaya pembentukan opini bahwa TNI-Polri melakukan pelanggaran HAM di Papua. Informasi mengenai kejadian-kejadian krusial di Papua harus disampaikan secara terbuka jelas dan transparan agar publik tahu dan percaya bahwa TNI-Polri bertindak sesuai koridor hukum.

"Pun apabila ada oknum TNI-Polri bertindak di luar koridor penegakan hukum maka harus diproses secara tegas. Semua itu agar masyarakat Papua, rakyat Indonesia dan dunia percaya terhadap pemerintah Indonesia,” pesan anggota DPR Dapil DI Yogyakarta ini.

Selain penegakan hukum, Fraksi PKS berharap pemekaran di Papua berdampak pada peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meliputi kesejahteraan, kualitas hidup, pendidikan, kesehatan Orang Asli Papua (OAP) meningkat.

“Kami, FPKS DPR RI sangat mendukung pemekaran Papua asalkan benar-benar untuk peningkatan kualitas manusia Papua," ujarnya.

Kemudian, Fraksi PKS juga meminta pemerintah memerhatikan aspirasi rakyat Papua dan memiliki rencana strategis serta implementasi secara bertahap membangun manusia-manusia Papua.

"Pemekaran harus mampu meningkatkan Index Pembangunan Manusia (IPM) Papua dan Papua Barat yang hingga saat ini setiap tahun selalu berada di bawah rata-rata IPM nasional," tegas dia.

Baca Juga:

3 Warga Sipil Meninggal Ditembak Kelompok Bersenjata di Nduga Papua

Selama 20 tahun pelaksanaan Otonomi Khusus Papua, Sukamta menilai pemerintah terkesan hanya memberikan dana dari pusat ke daerah, kemudian membiarkan dana tersebut dikelola secara bebas oleh pemerintah daerah Papua dan Papua Barat.

“Dana puluhan triliun digelontorkan untuk Otsus namun dalam implementasi, pengawalan dan evaluasi terhadap hasil masih jauh sekali dari harapan rakyat Papua," ujarnya.

Menurut Sukamta, dana Otsus lebih banyak dialokasikan untuk untuk belanja birokrasi pemerintahan seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Sedangkan kebutuhan layanan publik yang menyentuh rakyat secara langsung minim dan tidak berjalan baik.

Lebih jauh Sukamta menekankan bahwa pemekaran, otonomi khusus harus memprioritaskan subjek utama yaitu Orang Asli Papua (OAP). Pendekatan pembangunan manusia Papua harus khusus tertuju pada OAP yang selama ini merasa terpinggirkan, termarjinalkan, inferior dan merasa hanya diperalat saja.

Menurut Sukamta, OAP selama ini merasa semakin tersisih dengan hadirnya para pendatang dari berbagai daerah di Indonesia. Ini problem serius dan pemerintah harus fokus menyelesaikanya.

"Persoalan pemekaran, dana Otsus hanyalah metode atau sarana sedangkan sasaran, rencana penyelesaian, implementasi, monitoring dan evaluasi harus dilakukan dengan baik dan ketat agar tidak terulang lagi kegagalan dana Otsus dan pemekaran wilayah," pungkasnya. (Pon)

Baca Juga:

Bawaslu Petakan Indeks Kerawanan Pemilu di Tiga Provinsi Baru Papua dan IKN

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan