Pasca Vaksinasi Massal, Masyarakat Tidak Bisa Leluasa Beraktivitas Seenaknya
Rabu, 11 November 2020 -
Merahputih.com - Ketua MPR, Bambang Soesatyo, menekankan hasil riset perdana yang dilakukan think tank Brain Society Center (BS Center) memperlihatkan vaksinasi bukanlah satu-satunya jawaban dalam memulihkan ekonomi nasional.
Pria yang akrab disapa Bamsoet itu menilai pasca-vaksinasi massal, namun tidak serta merta masyarakat bisa leluasa beraktivitas seperti sebelum pandemi COVID-19.
"Masyarakat tetap harus menjalankan protokol kesehatan karena menurut Ketua Tim Riset uji klinis vaksin COVID-19 Unpad, Prof Kusnadi Rusmil, perlu dua tahun untuk kembali normal. Pernyataan mengejutkan juga diutarakan ahli kesehatan global, Prof Peter Doshi, yang menilai warga dunia kemungkinan kecewa karena vaksin hanya mengurangi risiko infeksi 30 persen," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (11/11).
Baca Juga
Selain membutuhkan waktu untuk kembali pada kondisi 'normal' dari perspektif medis, masih ada pekerjaan rumah lain, khususnya pada upaya pemulihan perekonomian nasional.
Menurut dia, dampak pandemi yang telah memukul sektor perekonomian dan menempatkan Indonesia pada jurang resesi, memerlukan upaya ekstra untuk dapat kembali pulih.
"Pada sektor perekonomian, dampak pandemi telah dirasakan hampir pada seluruh bidang dan tingkatan. Tidak hanya mayoritas sektor UMKM yang mengalami pukulan keras, pengusaha-pengusaha besar juga turut merasakan dampaknya," ucapnya.
Ia menjelaskan, setelah mengalami kontraksi kinerja pertumbuhan ekonomi pada dua kuartal berturut-turut, yaitu minus 5,32 persen pada kuartal II tahun 2020, dan minus 3,49 persen pada kuartal III 2020.

Karena itu menurut dia, sebagaimana telah diprediksikan sebelumnya, saat ini Indonesia mengalami resesi ekonomi, pandemi telah menggerus dua sisi perekonomian, baik dari sisi penawaran dan permintaan.
"Kebijakan pembatasan aktivitas perekonomian secara fisik telah menyebabkan penurunan aktivitas jual beli, terganggunya proses produksi, terhambatnya distribusi, dan berbagai persoalan lain yang bermuara pada penurunan pendapatan. Pada akhirnya berujung pada meningkatnya angka pengangguran karena pemutusan hubungan kerja," jelas dia.
Ia mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Agustus 2020 tercatat jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 9,77 juta orang, atau mengalami kenaikan sebesar 2,67 juta. Bahkan menurut dia, BAPPENAS memperkirakan jumlah pengangguran pada tahun 2020 akan mencapai 11.000.000 orang.
Baca Juga:
Hibah Rp3,3 Triliun Buat Sektor Usaha Wisata Segera Disalurkan
"Mengantisipasi agar tak terjadi PHK massal, pemerintah telah memberikan banyak stimulus kepada korporasi. Antara lain insentif tax allowances dan tax holiday, bentuknya seperti penurunan tarif PPH badan dengan pagu anggaran Rp20 triliun," beber dia.
Menurut dia, pemerintah dan parlemen sudah mengesahkan UU Cipta Kerja, yang diharapkan mampu menarik investor untuk membuka usaha di Indonesia, sehingga bisa menyerap banyak tenaga kerja Indonesia. (*)