Parpol Pendukung Jokowi Lakukan Rekomposisi, Pengamat: Semestinya Dihindari
Selasa, 02 Juli 2019 -
Merahputih.com - Analis politik dari Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai adanya upaya 'rekomposisi' koalisi pasca-pilpres adalah bentuk ketidakpercayaan diri dari koalisi pemenang pilpres terhadap kekuatan politiknya sendiri. Padahal, kekuatan koalisi parpol pendukung pemerintahan petahana di parlemen sudah cukup dominan, yakni 60 persen.
Di sisi lain, langkah 'rekomposisi' ini sebagai upaya membungkam kelompok oposisi untuk melemahkan daya kritisnya terhadap kekuasaan.
BACA JUGA: Kiai Ma'ruf, Ulama Sarungan dan Gelitik Humor Khas Nahdliyin
"Intrik politik semacam ini semestinya bisa dihindari dengan upaya membentuk koalisi permanen yang tidak mudah goyah hanya karena godaan pembagian 'kue kekuasaan' semata," jelas Pangi.
Adanya koalisi permanen, sebagaimana dikutip Antara, akan mendorong kelompok oposisi punya proposal tandingan sebagai "second opinion" sehingga nantinya kebijakan pemerintah bukan hanya dikritik tanpa dasar, juga punya alternatif berfikir konstruktif untuk kontrol kepada pemerintahan.

Soal tawaran agar Partai Gerindra masuk ke koalisi pemerintahan Jokowi, menurut Pangi, sebaiknya tidak masuk, karena akan membuat demokrasi menjadi tidak sehat dan akan menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia.
"Salah satu kelemahan sistem presidensial setengah hati adalah karena dipadukan dengan multi-partai. Ini yang sering kita sebut cacat bawaan sistem presidensial multi-partai, tidak berlebihan saya sebut sistem presidensial banci," ungkap dia.
BACA JUGA: Prabowo Dikelilingi Orang-Orang yang Ingin Rusak Perpolitikan Indonesia?
Menurut Pangi, dalam sistem presidensial murni, partai pengusung utama calon presiden yang menang akan langsung jadi partai berkuasa atau the ruling party, sementara pihak yang kalah otomatis memposisikan diri menjadi partai oposisi. (*)