Mengenal Perbedaan 'Hidden Hunger' dan Lapar Biasa

Selasa, 26 Januari 2021 - Raden Yusuf Nayamenggala

BANYAK masyarakat indonesia yang mengalami masalah nutrisi. Rendahnya pemenuhan zat gizi mikro yang berujung hidden hunger atua kelaparan tersembunyi salah satunya.

Seperti dilansir Antara, data Global Hunger Index pada 2020 menunjukkan Indonesia berada pada posisi 70 dari 107 negara, lalu sekitar 20%-40% masyarakat di Tanah Air mengalami kekurangan zat gizi mikro.

Baca Juga:

Sentuhan Fisik dengan Pasangan Bermanfaat Bagi Kesehatan

Menurut Kepala Seksi Mutu Gizi Kementerian Kesehatan, dr. Hera Nurlita, konsumsi buah dan sayur yang kurang bisa menyebabkan rendanhnya pemenuhan zat gizi mikro, yaitu vitamin dan mineral.

Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Prof Dodik Briawan menjelaskan buah dan sayuran mengandung vitamin, mineral serta serat pangan yang berperan dalam membantu metabolisme tubuh, hingga tumbuh kembang anak.

Asupan buah dan sayur sangat penting (Foto: pixabay/domokus)

Bila kamu kekurangan asupan dua bahan pangan tersebut, bisa mengakibatkan seseorang baik dewasa maupun balita, dalam kondisi hidden hunger atua kelaparan tersembunyi. Hidden hunger berbeda dengan kelaparan biasa yang biasanya dikenali dengan tubuh kurus atau perut buncit.

"Ibu-ibu tidak tahu anaknya tepat sakit, tumbuhnya tidak bisa optimal, prestasi tidak bagus, ini ciri hidden hunger," tutur Dodik.

Selain itu, di sisi lain, anemia juga bisa menjadi penyebab hidden hunger. Data menunjukan, anemia defisiensi besi di Indonesia, mencapai 30% dan pada ibu hamil jumlahnya mencapai 50%.

"Bila seseorang kekurangan zat besi, vitamin A serta yodium, bisa menurunkan PDB sekitar 5% dari PDB nasional. Dampak lainnya selain ekonomi, IQ lost dan dampak jangka panjang lainnya," lanjut Dodik.

Namun, kamu tak perlu khawatir, karena hidden hunger bisa dicegah. Menurut Pakar gizi klinik, dr. Diana F. Suganda, seseorang hanya memerlukan jumlah sedikit asupan mikro nutrisi, berbeda dengan makro nutrisi seperti karbohidrat, protein, serta lemak yang dibutuhkan tubuh, dalam jumlah relatif lebih besar.

Meski sedikit, zat gizi mikro kerap kali dilupakan, bahkan disepelekan. Padahal, bisa mengakibatkan fungsi tubuh tak bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Menurut dr. Diana, kamu sebaiknya memvariasikan sebagai bahan pangan yang tersedia, guna mencegah kekurangan zat gizi tersebut.

Baca Juga:

Makan Siang di Kantor Sambil Kerja Buruk untuk Kesehatan

"Karena tidak ada satu bahan makanan yang mengandung semua zat gizi. campur-campur semua bahan makanan, kita variasikan sesuai komposisi dari Kemenkes, Isi Piringku," kata dia.

Orang tua sebelumnya perlu membekali diri, dengan pengetahuan kebutuhan zat gizi, dari berbagai sumber terpercaya. Seperti jurnal ilmiah dan sebagainya, lalu menerapkan pada keseharian.

Variasi makanan dengan porsi yang pas sangat penting (Foto: pixabay/kur0shiro)

Adapun penyusunan menu makanan mingguan sesuai panduan Kemenkes 'Isi Piringku' bisa menjadi solusi. Panduannya yakni 1/3 piring berisi karbohidrat seperti nasi, kentang atau jagung,. Kemudian 1/4 piring berikut berisi sayuran dengan beragam warna. Lalu 1/3 sisanya untuk lauk pauk misalnya protein hewani dan nabati (lemak dan buah).

"Lauk dapat dicampur, misalnya pagi telur, siang ikan, besok diganti ayam, tahu dan tempe. agar komposisi gizi seimbangnya dapat. Tidak harus mahal yah," ujar dr. Diana.

Kemudian, dr. Diana menyarankan kamu menyajikan makanan segar setiap harinya. Tapi, ada beberapa pangan yang bisa kamu siapkan setengah jadi, kemudian disimpan di lemari es untuk dikonsumsi 2-3 hari kemudian. Seperti ayam yang telah dibumbui dan sebagainya. (Ryn)

Baca Juga:

Aplikasi Ini Bisa Lacak Kesehatan Mental, Intip Cara Kerjanya

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan