Makna di Balik Tradisi Basuh Lantai Masyarakat Kepri

Sabtu, 09 November 2024 - Wisnu Cipto

MerahPutih.com - Kepulauan Riau (Kepri) memiliki sebuah tradisi unik yang dikenal dengan nama Basuh Lantai. Tradisi ini bermula di Kabupaten Lingga, yang pernah menjadi pusat Kerajaan Melayu selama sekitar 113 tahun.

Selama periode tersebut, berbagai budaya berkembang, termasuk adat-istiadat yang berkaitan dengan pernikahan dan kelahiran. Tradisi Basuh Lantai sendiri memiliki kaitan erat dengan proses kelahiran.

Dikutip dari berbagai sumber, masyarakat Lingga meyakini bahwa ada makhluk halus yang tinggal di bawah lantai rumah, dan lantai harus dibersihkan apabila terkena darah, terutama darah yang berasal dari perempuan yang sedang melahirkan.

Lantai yang dibersihkan dalam tradisi ini tidak hanya disirami air, tetapi juga harus diminyaki, dibedaki, dan disisir. Ritual ini diyakini untuk menghindari gangguan dari makhluk halus yang tinggal di bawah lantai, serta sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas kelancaran proses kelahiran.

Baca juga:

Mengenal Polopalo, Alat Musik Tradisional Gorontalo

Upacara ini dilakukan setelah bayi yang baru lahir mencapai usia 44 hari. Pada periode 44 hari tersebut, ibu dan bayi tidak diperkenankan keluar rumah, kecuali dalam keadaan mendesak.

Jika ibu terpaksa keluar, dia harus membawa kacip (alat untuk membelah sirih-pinang), pisau, atau paku yang ujungnya ditempeli bawang. Untuk bayi yang ditinggal ibunya, peralatan seperti pisau, paku, atau sepotong besi harus diletakkan di dekatnya. Tujuannya adalah untuk menghindari gangguan dari makhluk halus.

Tradisi *Basuh Lantai* ini dilaksanakan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Melalui tradisi ini, keluarga yang baru saja dikaruniai bayi diharapkan dapat menjadi bersih secara fisik, mental, dan lingkungan, serta terlindungi dari segala malapetaka atau gangguan gaib. (Far)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan