Majelis Rakyat Papua Ungkap Alasan Tolak Pemekaran Tiga Provinsi
Jumat, 08 April 2022 -
MerahPutih.com - Kebijakan pemerintah pusat dan DPR RI menyetujui pembuatan tiga provinsi baru di Papua memicu reaksi keras dari kelompok warga Bumi Cenderawasih.
Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk Provinsi Papua Timotius Murib menilai, pemekaran Papua dinilai sebagai kebijakan yang kurang cermat.
Menurut dia, selama ini tidak ada dengar pendapat yang memadai dan tiba-tiba DPR menyetujui tiga buah RUU.
Baca Juga:
Dinilai Berpotensi Picu Masalah, Pemekaran Provinsi Baru di Papua Menuai Penolakan
"Seharusnya mereka cermat dan tidak terburu-buru dalam memutuskan pemekaran Papua. Dampak kebijakan ini telah melepaskan sebagian besar wilayah kultural MRP dan wilayah pemerintahan Provinsi Papua. Dipangkas besar-besaran,” ungkap dia melalui keterangan tertulis, Jumat (8/4).
Menurut Timotius, pesan Presiden untuk menyejahterakan Papua dan mengevaluasi otonomi khusus. Namun, sayangnya diterjemahkan dengan cara membentuk provinsi baru berdasarkan UU Otsus baru yang bermasalah.
Tiomotius menambahkan, UU ini mengabaikan aturan yang ditetapkan oleh Pasal 77 UU No 21/2001 Tentang Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua yang mewajibkan adanya konsultasi dengan rakyat Papua.
Dalam Otonomi Khusus, pemekaran wilayah wajib memperoleh pertimbangan dan persetujuan MRP.
"Dulu pada 2003 Papua dimekarkan menjadi dua tanpa didahului dengan pembentukan MRP. Sekarang Papua menjadi lima provinsi. Ini kebijakan model apa?” lanjut Timotius.
Wakil Ketua I MRP Yoel Luiz Mulait menjelaskan, pembentukan tiga provinsi baru tersebut tidak cermat.
Sebab, ia menganggap, tanpa partisipasi orang asli Papua (OAP) dan juga tanpa konsultasi dengan MRP yang merupakan lembaga representasi kultural OAP.
“Ini betul-betul mencederai semangat otonomi khusus. Pembuatan kebijakan sepihak sama sekali tidak mendidik publik," jelas dia.
Baca Juga:
RUU Pembentukan 3 Provinsi Baru di Papua Jadi Usulan DPR
Yoel meyakini, kebijakan ini seolah mempertontonkan pembatasan otonomi dan hak asasi orang asli Papua.
Terutama untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan yang berdampak pada hidup mereka.
Sehingga, lanjut Yoel, tiga RUU itu didasari pada UU 2/2021 yang materinya cacat substansial dan sedang diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pemekaran seharusnya ditunda sampai MK memutuskan,” tegas Yoel.
Sekadar informasi, Baleg menyepakati RUU tentang Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah dalam rapat pleno yang digelar Rabu (6/4).
Selanjutnya RUU ini akan dibawa ke paripurna DPR untuk disahkan.
RUU itu mengatur pemekaran Papua menjadi tiga provinsi lain.
Nantinya sejumlah kabupaten bakal masuk ke dalam tiga provinsi baru tersebut.
Provinsi Papua Selatan akan diberi nama Anim Ha dengan ibu kota Merauke dan lingkup wilayah Kabupaten Merauke, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, serta Kabupaten Boven Digoel.
Kemudian, Provinsi Papua Tengah bakal dinamakan Meepago dengan ibu kota Timika dan lingkup wilayah Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deyiai, Kabupaten Intan Jaya, serta Kabupaten Puncak.
Sementara itu, Provinsi Papua Pegunungan Tengah akan diberi nama Lapago dengan ibu kota Wamena dan lingkup wilayah Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Nduga, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo, serta Kabupaten Yalimo. (Knu)
Baca Juga:
Jadi Primadona Dunia, Ini Fakta Menarik Tanaman Pala Khas Papua