Letusan Gunung Agung di Tahun 1963 Turunkan Suhu Global hingga 0,4 derajat Celsius
Kamis, 17 Maret 2022 -
GUNUNG Agung di Pulau Bali meletus pada 17 Maret 1963 yang mengabikat korban tewas dan kerusakan di wilayah sekitarnya. Sekitar 1.600 orang dilaporkan meninggal dunia akibat letusan tersebut, namun sejumlah sumber lain menyebut korban mencapai lebih dari 2 ribu orang.
Berdasar riset yang kami ambil dari Express (29/6/2018), letusan sudah dimulai sejak 18 Februari 1963.
Setelah dua hari Bali diguncang gempa, lava pijar dan abu keluar dari gunung. Aliran lahar muncul dimulai
19 Februari dan tidak berhenti hingga 26 hari. Namun yang terjadi selanjutnya adalah letusan pada 17 Maret 1963 yang diperkirakan mencapai ketinggian 19-26 kilometer.
Baca Juga:
Tragedi Gas Beracun Dieng, Inspirasi Lagu Wajib Bencana Warga +62

Letusan berlangsung selama tujuh jam dan menghasilkan arus kepadatan piroklastik mematikan atau pyroclastic density currents (PDCs). PDCs yaitu arus gas panas dan materi vulkanik yang bergerak cepat.
Lahar dingin dan panas (aliran puing-puing yang terdiri dari bahan piroklastik) dengan cepat terbentuk dalam hujan deras yang mengikuti letusan ini. Hal itu telah menghancurkan desa-desa dan konstruksi di lereng selatan Gunung Agung hingga mencapai pantai.
Dilansir Straitstimes (27/11/2017), akibat dari letusan itu, sekitar 1.600 orang tewas, puluhan desa hancur, dan puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal. Pada 1963 Gunung Agung meletus sebanyak tiga kali setelah tidak aktif selama 120 tahun. Gunung Agung melemparkan puing-puing setinggi 10 km di udara, menghancurkan puluhan desa dalam radius sekitar 7 km.
Lava mengalir menuruni lereng gunung berapi selama beberapa hari setelah itu. Penduduk dari tiga desa di lereng gunung yang lebih rendah menjadi yang paling terdampak. Banyak dari mereka yang selamat dirawat di rumah sakit karena luka bakar akibat abu panas gunung berapi dan batu yang jatuh. Dikutip dari Express (29/06/2018), data dampak letusan 1963 tidak hanya korban jiwa, tapi juga iklim. Dampaknya dirasakan hingga ke seluruh Indonesia.
Data tersebut semakin diyakini dengan riset oleh BBC Indonesia yang menyatakan bahwa letusan 1963 adalah salah satu letusan gunung berapi pertama yang memiliki dampak iklim, karena banyaknya belerang yang disuntikkan ke atmosfer. Perkiraan penurunan suhu global bervariasi antara 0,1 derajat celcius hingga 0,4 celcius. Hal itu terjadi karena material vulkanik berupa aerosol sulfat dari gunung itu terbang hingga jarak 14.400 kilometer dan melapisi atmosfer Bumi.
Pulau Bali juga diselimuti oleh abu tebal sementara aliran lahar menelan hektar tanaman padi, sebanyak 225 ribu orang terancam kelaparan. Dampak luasnya, abu letusan Gunung Agung mencapai Surabaya dan Madura. Di Surabaya, awan tebal abu menyebabkan penutupan sekolah, sementara ibukota Indonesia Jakarta juga terpengaruh. Abu menyebar hingga seribu kilometer dari gunung berapi.
Material letusan dahsyat Gunung Agung mengalir lewat Tukad Telagawaja dan Tukad Unda dengan lima anak sungainya. Kerusakan yang ditimbulkan merupakan kehancuran seluruh jembatan pada sungai itu, sarana irigasi
sepanjang sungai rusak, dan ratusan hektar sawah tertutup di bagian hilir.
Jembatan yang hanyut di sepanjang aliran Tukad Telawaja dan Tukad Unda ada sembilan jembatan. Hal itu memutuskan koneksi ke Bali timur. Untuk itu dibangun beberapa jembatan penghubung dan bangunan pelintas. Selain itu dibangun cek dam atau tanggul penghambat. Tujuannya yaitu mengendalikan material letusan yang masih turun ke hilir dan mengurangi gangguan material terhadap bangunan-bangunan pengairan. Selain itu juga memulihkan hubungan lalu lintas antara Rendang-Muncan-Selat-Amlapura. (DGS)
Baca Juga: