Legislator Tegaskan Pers Adalah Pewarta Pejuang SJSN, Wajib Dilindungi BPJS dari Bahaya Data Fiktif dan Kerugian Negara

Minggu, 09 November 2025 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka menyoroti pentingnya penguatan perlindungan jaminan kesehatan bagi insan pers. Hal ini menjadi krusial di tengah perubahan ekosistem media, khususnya pergeseran ke digital, dan masalah validitas data peserta BPJS.

Rieke menegaskan bahwa media memiliki peran besar dalam memperjuangkan lahirnya Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan BPJS, dan menyebut insan pers sebagai 'pewarta pejuang'.

"Waktu itu, 28 Oktober 2011, lahirlah Undang-Undang BPJS dengan dua penyelenggara, yaitu BPJS Kesehatan serta BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini juga karena dukungan dari teman-teman media di DPR. Kalau tidak ada teman-teman media waktu itu, saya kira tidak mungkin kita (bisa mengesahkan Undang-Undang BPJS),” ujar Rieke dalam keterangannya, Minggu (9/11).

Baca juga:

Pameran Foto Jurnalistik ‘SANTRI V.2’ Hadirkan Imaji Kehidupan Pondok Pesantren

Tantangan Perlindungan dan Akurasi Data BPJS

Rieke menekankan bahwa jaminan sosial adalah hak konstitusional bagi seluruh rakyat, termasuk pekerja media yang kini banyak beralih ke sektor daring (digital).

Ia menilai perlu dikembangkan model perlindungan baru yang spesifik untuk menjangkau pekerja di industri media daring agar mereka tetap terintegrasi dalam sistem jaminan kesehatan nasional.

Rieke mengingatkan kewajiban negara untuk menjamin keberlanjutan perlindungan kesehatan bagi pekerja yang kehilangan mata pencaharian.

Bagi yang kehilangan pekerjaan, iuran BPJS mereka akan ditanggung selama 6 bulan, dan secara otomatis statusnya beralih menjadi peserta penerima bantuan iuran yang iurannya ditanggung oleh negara.

“Siapapun yang kehilangan pekerjaan maka selama 6 bulan iurannya ditanggung oleh BPJS. Kehilangan pekerja 6 bulan ditambah BPJS Kesehatan pekerja secara otomatis beralih ke peserta penerima bantuan iuran yang iurannya ditanggung oleh negara,” tegas Anggota Komisi VI DPR RI ini.

Meskipun demikian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menyoroti akurasi data peserta BPJS Kesehatan yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Ia mengklaim terdapat sekitar 51,5 juta peserta fiktif dengan potensi kerugian negara mencapai Rp126 triliun per tahun.

Baca juga:

Kendaraan Jurnalis Jadi Sasaran Dugaan Kejahatan Pecah Kaca, Laptop Raib

Rieke mendesak negara untuk segera memperbaiki metodologi pendataan penerima bantuan iuran, karena tanpa perbaikan, kebijakan pemutihan data tidak akan berjalan efektif.

DPR, kata Rieke, kini tengah mengawasi penggunaan anggaran tambahan BPJS Kesehatan, termasuk alokasi Rp400 miliar (2025) dan Rp6 triliun (2026). Ia berharap Komisi IX DPR dapat memastikan pengawasan ketat terhadap anggaran tersebut.

“Saya tidak takut mengurus soal rakyat. Yang saya khawatirkan justru data negara dipermainkan, uang negara berantakan,” pungkasnya.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan