KPPU Temukan Harga Obat Melebihi HET dan Kekosongan Tabung Oksigen
Kamis, 08 Juli 2021 -
MerahPutih.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan harga obat-obatan penanganan COVID-19 yang dijual melebihi harga eceran tertinggi (HET). Selain itu, ada kekosongan untuk tabung oksigen.
Padahal, harga obat telah diatur Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.1.7/Menkes/4826/2021 tentang HET Obat dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019, dalam besaran yang bervarias.
Selain itu, meskipun oksigen masih tersedia di pasar, tetapi utilisasi produsen oksigen yang baru terpakai masih 74 persen dari kapasitas nasional.
Baca Juga:
Kejati DKI Buat Operasi Intelijen Yustisial Deteksi Kelangkaan Obat dan Oksigen
Wakil Ketua KPPU Guntur S Saragih mengatakan, temuan itu hasil pantauan di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Pantauan itu, dilakukan pada kantor wilayah KPPU yang terdapat di tujuh Ibu Kota Provinsi di Indonesia, dan fokus pada identifikasi ketidakteraturan harga maupun pasokan untuk obat-obatan dan oksigen yang dibutuhkan bagi penanganan COVID-19, serta potensi pelanggaran persaingan yang dilakukan berbagai pihak terkait.
"Ini penting dilakukan mengingat potensi pelanggaran dalam jalur produksi dan distribusi sangat terbuka di masa ini," katanya.
Ia menjelaskan kekosongan stok obat-obatan juga masih terjadi dan dilaporkan terjadi di hampir semua daerah terutama Sumatera bagian Selatan, Lampung, dan sepanjang Jawa-Bali. Jenis obat seperti Favipiravir 200mg dan Azithromycin Tablet 500mg terpantau mengalami kenaikan harga di atas HET hampir di seluruh wilayah di Indonesia.
Selain itu, hambatan logistik pada jalur distribusi masih terdapat di Kalimantan dan Sulawesi hingga Indonesia Timur. Oleh karena itu, untuk mencegah lonjakan permintaan yang tidak terkendali, KPPU mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan panic buying dan mengutamakan pasokan bagi mereka yang sangat membutuhkan.

Menyikapi tingginya harga obat-obatan dan alat kesehatan (khususnya tabung oksigen) yang terjadi di pasar, KPPU memutuskan melakukan pemeriksaan dalam ranah penegakan hukum per 7 Juli 2021. Dalam prosesnya, KPPU akan menginvestigasi berbagai pihak yang terkait, termasuk pelaku usaha yang dianggap terindikasi melakukan pelanggaran persaingan usaha.
Hal ini, sesuai dengan UU No.11/2020 dan PP No.44/2021, pelaku usaha dapat dijatuhi denda hingga 10 persen dari total penjualan produk tersebut.
"KPPU berkoordinasi dengan Tim Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nasional, maupun lembaga penegak hukum lain untuk saling bertukar informasi guna menjaga keamanan pasokan tersebut," katanya. (Asp)
Baca Juga:
Kontroversi Ivermectin, Obat Keras yang Disebut Bisa Sembuhkan COVID-19