Kontroversi Ivermectin, Obat Keras yang Disebut Bisa Sembuhkan COVID-19


Kontroversi Ivermectin (Sumber: Reuters)
SETELAH kehebohan Susu Beruang yang disebut-sebut bisa mencegah virus COVID-19, kini muncul kabar jenis obat yang bisa 'menjinakkan' virus tersebut. Obat itu bernama Ivermectin. Ivermectin adalah obat untuk mengobati infeksi akibat parasit dalam tubuh. Obat itu juga sering digunakan untuk mengatasi scabies.
Menurut informasi yang dilansir Hellosehat, obat ini memiliki efek antiviral yang berhasil menekan laju perkembangan virus sebanyak 99,8 persen dalam kurun waktu 48 jam. Dengan mencomot informasi itu, tiba-tiba saja muncul rumor yang menyebutkan obat keras tersebut mampu menyembuhkan COVID-19.
Kabar itu bermula dari penelitian terbaru yang dilakukan Monash University dan University of Melbourne, Australia, yang menyebut obat tersebut berpotensi membunuh virus corona. Selain kedua universitas 'Negeri Kanguru' itu, sebuah universitas ternama Inggris, University of Oxford, juga turut meneliti lebih lanjut tentang efektivitas Ivermectin untuk pengobatan COVID-19. "Kami berharap dapat menghasilkan bukti kuat untuk menentukan seberapa efektif pengobatan tersebut terhadap COVID-19 serta adakah manfaat atau bahaya yang terkait dengan penggunaannya," tutur ketua penelitian, Chris Butler.

Meskipun hal tersebut membutuhkan penelitian lebih lanjut, masyarakat kadung percaya akan khasiat obat ini. Mereka berbondong-bondong memburu obat tersebut bahkan tanpa resep. Padahal, sebagai golongan obat keras, Ivermectin hanya bisa ditebus dengan resep dan di bawah pengawasan dokter. Sejumlah apotek dan penjual alat kesehatan membanderol harga obat tersebut dengan begitu fantastis. Walau demikian, masih saja ada orang yang rela bayar mahal untuk produk yang belum teruji secara klinis.
Saat melihat hal itu, Ketua Satgas COVID-19 IDI Profesor Zubairi Djoerban mengimbau masyarakat untuk tidak membeli obat tersebut. Ia menyebut sejumlah negara seperti Amerika, India, dan negara-negara Eropa telah melarang penggunaan Ivermectin kecuali untuk uji klinis.
"Kementerian Kementerian Kesehatan India telah mengubah pengobatan yang diresepkan untuk pasien COVID-19. Penggunaan Ivermectin telah dihapus sepenuhnya," demikian pernyataan resmi Zubairi.

Ia mengklarifikasi penurunan pasien COVID-19 di India bukan disebabkan obat tersebut. "Kasus COVID-19 di India tidak turun karena Ivermectin. Itu disebabkan mereka melakukan lockdown yang intens," tuturnya.
Bukan hanya di negara lain, Zubairi mengungkapkan di Indonesia penggunaan Ivermectin masih harus ditinjau kembali. "Badan POM masih melakukan uji klinis terhadap obat Ivermectin dan belum mengizinkan penggunaan obat tersebut sebagai obat COVID-19," tegasnya.
Zubairi juga mengungkapkan dokter-dokter di Indonesia pun dilarang memakai obat Ivermectin untuk pengobatan COVID-19 sebelum izin Badan POM keluar. "Dokter saja tidak boleh apalagi masyarakat. Ingat Ivermectin adalah obat keras," ujarnya memberi peringatan.
"Mari kita tunggu dan awasi tahapan uji klinis sebagai obat COVID-19. Semoga hasilnya sesuai harapan," tukasnya.(Avia)
Bagikan
Berita Terkait
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke
