Kisah di Balik Naskah Pidato Pengunduran Diri Presiden Soeharto

Senin, 21 Mei 2018 - Zaimul Haq Elfan Habib

SEPEKAN sebelum era reformasi lahir, suasana kediaman Soeharto di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat ramai panik. Beberapa orang yang mahir dalam ilmu hukum tata negara di undang untuk dimintai masukan. Mereka sibuk berdiskusi merancang langkah-langkah meredam krisis politik dan ekonomi yang sedang menggebu.

Malam, 20 Mei 1998 sekitar pukul 20.00 Wib guncangan kembali datang. Sebanyak 14 Kabinet Pembangunan VII yang kembali masuk dalam Kabinet Reformasi tiba-tiba mengundurkan diri. Yusril Ihza Mahendra sebagai Staf Ahli Presiden saat itu menerima surat dari beberapa menteri yang menyarankan Soeharto mundur dari jabatannya.

“Pak Harto merenung sambil menepuki kaki, lalu berkata, ‘Ya sudah, kalau begitu saya mundur saja besok. Kamu urus bagaimana cara saya berhenti’,” kenang Yusril menceritakan suasana malam sebelum reformasi dikutip dari cnn.

Seketika, Yusril bersama timnya melakukan rapat untuk merancang skenario pengunduran diri Bapak Pembangunan itu sebagai presiden Indonesia. Pada saat itu juga, Yusril ditunjuk sebagai penulis naskah pidato pengunduran diri tersebut.

Dalam penulisan naskahnya, Soeharto lebih memilih kata "berhenti" ketimbang "mengundurkan diri". Hal ini disebabkan, kata "mundur" bisa saja ditolak oleh MPR dan suasana lain akan muncul. Maka demi keamanan Soeharto lebih memilih kata "berhenti". Naskah pidato rampung.

Paginya, sesaat akan berangkat ke Istana, Soeharto meminta naskah pidatonya tambahkan kalimat "kabinet dinyatakan demisioner" atau kabinet tak lagi punya kekuasaan, tapi tetap bekerja sampai terbentuknya kabinet baru di bawah presiden yang baru. Namun pernyataan itu tak ditanggapi Yusril.

Yusril ragu. Menurutnya, BJ Habibie sebagai presiden yang bakal menggantikan Soeharto toh bisa meneruskan memimpin kabinet. Tapi Soeharto berkeras. “Kalau tak mau tulis ‘demisioner,’ sini saya sendiri yang tulis,” ujar Yusril mengulang ucapan Soeharto kala itu.

Di waktu berbeda, Yusril juga mengaku selain kata tersebut ada kata lain juga yang ditulis langsung oleh Presiden RI ke-2 tersebut dalam naskah pidatonya. "Ada tulisan tangan Pak Harto (pada naskah pidato yang dibacakannya) pada waktu itu yang menyatakan terima kasih atas segala bantuan dan dukungan selama memimpin bangsa," kata Yusril mengisahkan dikutip dari Antara.

Penasaran dengan naskah pidato berhentinya Presiden Soeharto setelah 32 tahun menjabat?. Berikut bunyi naskah tersebut;

Naskah Pidato Pemberhentian diri Soeharto sebagai Presiden RI. (Foto/tuladulekipil.blogspot.co.id)
Naskah Pidato Pemberhentian diri Soeharto sebagai Presiden RI. (Foto/tuladulekipil.blogspot.co.id)

"Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi perlu dilaksanakan secara tertib, damai, dan konstitusional.

Demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.

Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.

Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998.

Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden RI saya sampaikan di hadapan saudara-saudara pimpinan DPR dan juga adalah pimpinan MPR pada kesempatan silaturahmi. Sesuai Pasal 8 UUD 1945, maka Wakil Presiden RI, Prof. Dr. Ing. BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden/Mandataris MPR 1998-2003. Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangan-kekurangannya semoga bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 1945.

Mulai hari ini pula Kabinet Pembangunan VII demisioner dan kepada para menteri saya ucapkan terima kasih. Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan DPR, maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya saudara wakil presiden sekarang juga akan melaksanakan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung RI." (*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan