Aktivis Reformasi Sebut Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Bentuk Pengaburan dan Amnesia Sejarah Bangsa
Arsip foto - Pengunjung mengamati koleksi museum yang dipamerkan di Museum HM Soeharto, Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul, DI Yogyakarta, Senin (19/3/2018). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/aww/aa.
MERAHPUTIH.COM - PRESIDEN Prabowo Subianto resmi memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden Kedua RI Soeharto, Senin (10/11) di Istana Negara, Jakarta. Pemberian gelar tersebut mendapatkan penolakan dari aktivis reformasi. Mereka menilai langkah tersebut bukan hanya bentuk pengaburan sejarah, melainkan juga upaya berbahaya yang bisa menumpulkan kesadaran moral bangsa terhadap masa lalu yang kelam.
?
Dalam pernyataan yang disampaikan, Senin (10/11), para aktivis menegaskan mereka tidak menolak mengakui jasa siapa pun yang pernah berkontribusi bagi republik ini termasuk Soeharto. Meski demikian, menurut mereka, gelar kepahlawanan bukan sekadar bentuk penghargaan individual, melainkan mekanisme moral kolektif sebuah bangsa.
?
“Tetapi kepahlawanan merupakan hal yang jauh lebih besar dan penting daripada sekadar menghargai jasa seseorang, siapa pun dia,” ujar mereka dalam pernyataan itu.
?
Mereka menilai menjadikan klaim jasa sebagai dalih untuk menutupi atau menyamarkan kesalahan sejarah sama saja dengan menyuntikkan bius amnesia sejarah ke tubuh bangsa. “Menjadikan klaim jasa sebagai dalih untuk menutupi, menyamarkan, dan mengaburkan kesalahan atau kejahatan sejarah, sama saja dengan menyuntikkan bius amnesia sejarah ke tubuh bangsa,” tegas para aktivis.
Baca juga:
Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Pimpinan Komisi XIII DPR Singgung Pelanggaran HAM Orde Baru
?
Menurut mereka, kepahlawanan sejati merupakan kompas moral bangsa sarana untuk mendidik generasi muda membedakan mana yang benar dan mana yang salah dalam perjalanan sejarah. “Bagi kami, kepahlawanan merupakan mekanisme moral kolektif, cara bangsa mendidik anak-anaknya membedakan benar dari salah dalam sejarah, memilih mana yang patut dihormati dan mana yang harus menjadi pelajaran. Ia tidak boleh dikosongkan maknanya menjadi sekadar kemegahan personal, karena sesungguhnya ia merupakan kompas moral bagi kehidupan bersama menuju masa depan,” sambungnya.
?
Mereka menegaskan, mereka tidak menentang gagasan rekonsiliasi nasional, tapi mengingatkan bahwa rekonsiliasi sejati tidak bisa dilakukan secara selektif. Bila pemerintah ingin berdamai dengan masa lalu, pengakuan terhadap korban dan tokoh-tokoh yang selama ini dihapus dari sejarah termasuk mereka yang berasal dari kalangan kiri juga harus dilakukan.
?
“Rekonsiliasi bisa saja berguna untuk menyembuhkan luka bangsa. Tapi jika demikian halnya, kami bertanya: mengapa negara tidak secara konsekuen juga mengakui peran tokoh-tokoh kiri Indonesia, para pejuang antikolonialisme dan antiimperialisme, yang dihapus dari catatan sejarah hanya karena perbedaan ideologi?” tegasnya.
?
Para aktivis kemudian mempertanyakan arah moral bangsa jika keputusan seperti ini terus dipertahankan. Mereka menilai langkah pemerintah menobatkan Soeharto justru mengajarkan nilai-nilai yang bertentangan dengan semangat kemanusiaan dan keadilan sosial. “Apakah bangsa ini telah kehilangan keberanian untuk mengakui sejarahnya sendiri? Apakah nilai yang hendak diajarkan kepada anak-anak dan cucu kita dari sikap inkonsisten dan mau menang sendiri ini?” tegas mereka.
?
Dalam pernyataan itu, para aktivis juga mengkritik logika yang menjustifikasi kekuasaan atas nama stabilitas dan kemakmuran. “Apakah kita ingin mengajarkan bahwa kekuasaan boleh berbuat apa saja sepanjang mendatangkan kemakmuran? Bahwa kepatuhan pada negara lebih penting daripada kemanusiaan? Bahwa korban boleh jatuh dan dilupakan demi stabilitas politik?” ujar mereka.
?
Menurut mereka, jika itulah pelajaran moral yang hendak diwariskan, bangsa ini bukan sedang membangun masa depan, melainkan memperpanjang bayang-bayang masa lalu. “Terhadap kemungkinan itu, kami menyatakan tidak setuju,” pungkas mereka.
?
Berikut para aktivis reformasi yang menolak Sorharto mendapat gelar pahlawan nasional:
?
1. Andi Arief
2. Rachland Nashidik
3. ?Hery Sebayang
4. ?Jemmy Setiawan
5.Taufikurrahman
6. ?Robertus Robet
7. ?Syahrial Nasution
8. ?Rocky Gerung
9. Yopie Hidayat
10. ?Bivitri Susanti
11. ?Abdullah Rasyid
12. ?Ulin Yusron
13. ?Iwan D Laksono
14. ?Beathor Suryadi
15. ?Affan Afandi
16. ?Zeng Wei Zian
17. ?Umar Hasibuan
18. ?Hendardi
19. Syahganda Nainggolan
20. Hardi A Hermawan
21. Denny Indrayana
22. Benny K Harman
23. Endang SA
24. Yosi rizal
25. Syamsuddin Haris
26. ?Khalid Zabidi
27. ?Monica Tanuhandaru
28. ?Ikravany Hilman
29. ?Hendrik Boli Tobi
30. ?Isfahani
31. ?Elizabeth Repelita
32. ?Ronny Agustinus
33. Marlo Sitompul
34. ?Maulida Sri Handayani
35. ?Retna Hanani
36. Harlan
37. Jimmi R Tindi
38. Tri Aguszox Susanto
39. Oka Wijaya
40. ?Isti Nugroho
41. ?Riawandi Yakub.(pon)
Baca juga:
Klaim tak Ada Bukti Pelanggaran HAM, Fadli Zon Justru Ungkit Jasa Besar Soeharto untuk Indonesia
?
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Aktivis Reformasi Sebut Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Bentuk Pengaburan dan Amnesia Sejarah Bangsa
Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Pimpinan Komisi XIII DPR Singgung Pelanggaran HAM Orde Baru
Klaim tak Ada Bukti Pelanggaran HAM, Fadli Zon Justru Ungkit Jasa Besar Soeharto untuk Indonesia
Momen Presiden Prabowo Subianto Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara
Jusuf Kalla soal Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Ada Kekurangan, tapi Jasanya Lebih Banyak
Kakak Marsinah Titip Pesan Kepada Presiden Prabowo Subianto: Hapus Total Sistem Outsourcing
Pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Cederai Semangat Antikorupsi, Pembelokan Sejarah Reformasi
Jasa Besar Gus Dur sebagai Bapak 'Pluralisme' Indonesia: dari Penghapusan Diskriminasi hingga Gelar Pahlawan Nasional
Dari Penumpas G30S PKI hingga Pahlawan Nasional: Jejak Perjuangan Sarwo Edhie Wibowo
SBY & Jokowi Berkuasa Tak Dikabulkan, Keluarga Cendana Bersyukur Akhirnya Prabowo Angkat Soeharto Pahlawan Nasional