Kebijakan PSBB di Jakarta Dianggap Belum Berhasil

Selasa, 14 April 2020 - Eddy Flo

MerahPutih.Com - Komnas HAM menilai, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta belum sepenuhnya berhasil.

"Kita melihat baru 60 persen keberhasilannya," kata Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam kepada wartawan, Selasa (14/4).

Baca Juga:

Hampir Merata di Semua Provinsi, Pemerintah Prediksi Korban Jiwa COVID-19 Masih Bertambah

Di sisi lain, rendahnya keberhasilan penerapan PSBB disebabkan karena tidak serempak dengan daerah sekitarnya yaitu Botabek. Daerah lain baru mengusulkan dan masih dalam persiapan pemberlakuannya.

"Kita kehilangan beberapa hari yang sudah terjadi. Kalau kemarin serentak dengan daerah lain, barangkali tingkat keberhasilannya bisa tinggi. Yang terjadi sekarang kan nyicil. Ini membuat mobilitas orang masih tinggi," ujar Anam.

Komnas HAM nilai PSBB di Jakarta belum berhasil
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam. (ANTARAnews/re1)

Ia menjelaskan rendahnya tingkat keberhasilan PSBB di DKI karena masih banyak masyarakat yang lalu-lalang atau berpergian di jalan.

Masyarakat belum semuanya patuh untuk tetap berada di rumah dan tidak bepergian, kecuali sektor-sektor yang diperbolehkan dalam PSBB.

Hal itu tidak bisa dihindari karena DKI Jakarta sebagai pusat mobilitas masyarakat dari Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Botabek).

Bahkan Jakarta sebagai pusat mobilitas masyarakat dari berbagai daerah di tanah air. Kondisi itu membuat banyak orang masih lalu-lalang di wilayah Jakarta.

Komnas HAM mengusulkan ke depan, jika satu daerah sebagai pusat mobilitas mengusulkan PSBB maka harus diikuti oleh daerah sekitarnya. Hal itu agar pemberlakukan PSBB bisa efektif.

"Kalau di Sumatera, Kalimantan atau daerah lain yang mengusulkan PSBB harus dilihat tingkat mobilitasnya dengan daerah lain. Harus serentak dengan daerah lain supaya PSBB itu bisa berjalan. Kalau tidak, sampai kapan virus ini akan berakhir," ujar Anam.

Komnas HAM juga melihat hukuman atau sanksi atas pelanggar belum berjalan. Kondisi itu membuat banyak orang masih tidak patuh terhadap PSBB tersebut.

Tidak cukup hanya ditegur. Sejak awal, Komnas HAM mengusulkan agar para pelanggar dicatat. Kemudian diberi sanksi kepada mereka berupa denda.

Seperti di Belanda, setiap cafe yang masih buka didenda 4.000 euro.

"Nah, model-model ini kan bisa sebagai contoh," ujar Anam.

Ia juga meminta pemerintah pusat tidak mempersulit bagi daerah yang mengusulkan PSBB.

Chorul Anam menjelaskan sangat aneh ketika syaratnya adalah harus ada dulu titik-titik atau wilayah-wilayah penyebaran Covid-19 di satu daerah.

Kemudian harus ada jumlah minimal yang terjangkit dan yang meninggal. Syarat lainnya adalah harus ada jaring pengaman sosial.

Terkait kesedian bahan pokok dan jaring pengaman sosial, dia melihat dari pengalaman usulan PSBB di DKI, Jawa Barat dan Banten.

Dari pengalaman tiga daerah itu, PSBB tidak langsung diberlakukan sejak keputusan Menteri Kesshatan keluar. Tiga wilayah itu meminta waktu untuk persiapan.

Baca Juga:

KSPI Desak Anies Tegas Tindak Perusahaan yang Masih Beroperasi Saat PSBB

Dia yakin di daerah lain yang mengusulkan PSBB pasti meminta waktu juga untuk persiapan. Dengan demikian tidak perlu kuatir PSBB tidak bisa berjalan.

Dia juga meminta pemerintah pusat agar satu suara dalam membuat kebijakan. Jangan tumpang-tindih dan saling meniadakan.

Sebagai contoh aturan PSBB sudah tegas membatasi perjalanan transportasi umum seperti bis, kereta api, ojek online dan sebagainya.(Knu)

Baca Juga:

Komnas HAM Harap Masyarakat Jangan Jadi Korban Hukum PSBB

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan