Waspadai Endometriosis, Jangan Remehkan Nyeri Haid

Sabtu, 02 April 2022 - Iftinavia Pradinantia

ENDOMETRIOSIS merupakan penyakit yang sangat individual. Beberapa orang memiliki nyeri yang ringan saat haid, tapi ada yang memiliki gejala nyeri berat saat haid dan berulang. Hal itulah yang membuat penyakit ini sulit dideteksi dan lambat dalam menerima tata laksana yang tepat. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi Prof Dr dr Wiryawan Permadi, SpOG(K) menjelaskan prevalensi endometriosis sebagai penyakit kronik progresif dengan rasa nyeri tinggi diderita hampir 10 perempuan perempuan usia reproduktif di seluruh dunia.

Di Indonesia, prevalensi umum berkisar 3 persen-10 persen, terutama pada perempuan dalam usia reproduksi. “Perempuan dan anak perempuan yang memiliki kerabat dekat dengan endometriosis punya kemungkinan 7-10 kali lebih besar untuk memiliki endometriosis," jelas Wiryawan dalam virtual media briefing Tata Laksana Diagnosa Klinis Endometriosis untuk Asia. Lebih lanjut, ia menyebutkan endometriosis menelan biaya yang sangat mahal dalam perawatan kesehatan sehingga memperbesar potensi
ketidakhadiran dan kehilangan partisipasi sosial dan ekonomi dari pasien.

BACA JUGA:

Makanan Baik Pereda Nyeri saat PMS dan Haid

Di samping menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian di Asia akibat biaya perawatan medis dan bedah yang tinggi, endometriosis menimbulkan beban serius bagi kesehatan fisik dan mental perempuan.

Selain dampak-dampak tersebut, kasus endometriosis di Asia juga diperparah lambatnya perempuan dalam mencari diagnosis dan pengobatan awal akibat berbagai miskonsepsi. Misalnya, sebagian perempuan mungkin mengabaikan nyeri panggul karena menganggapnya sebagai bagian dari siklus menstruasi, sementara sebagian yang lain mengira bahwa endometriosis dapat menyebabkan infertilitas.

haid
Nyeri datang bulan bisa mengindikasikan endometriosis. (Foto: Pexels/Andrea Piacquadio)

Hal senada juga disampaikan dr Achmad Kemal Harzif, SpOG(K), staf Divisi Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Departemen Obgyn FKUI-RSCM. Ia menjelaskan salah satu yang sering dialami pasien endometriosis ialah keterlambatan diagnoisis. “Dari data penelitian pasien yang berkunjung ke RSCM, didapatkan rata-rata pasien membutuhkan waktu 6 bulan sejak timbul gejala hingga datang ke dokter. Selain itu, pasien juga rata-rata sudah menjalani terapi di empat fasilitas kesehatan selama 3,5 tahun sebelum akhirnya benar-benar dirujuk,” ungkap Kemal.

Dampaknya, penanganannya hingga saat ini belum maksimal. “ Untuk mengurangi keterlambatan diagnosis, perlu dilakukan beberapa hal. Yang pertama adalah jangan menormalisasikan nyeri haid yang dialami. Pasien kerap tidak mengenali rasa sakitnya sendiri. Apabila nyeri haid terasa dengan intensitas tinggi, mengganggu aktivitas, dan kadang terjadi nyeri di luar haid, perlu dicurigai adanya endometriosis," terangnya.

Selanjutnya, ia menyarankan pasien untuk segera berkunjung ke fasilitas kesehatan dan lakukan beberapa pemeriksaan. Jika benar endometriosis, pasien akan segera bisa diberikan obat-obatan yang khusus menanganinya,” jelasnya.


Ia menambahkan, “Tujuan pengobatan dilakukan secara lebih dini ialah untuk mengendalikan perkembangan penyakit endometriosis dengan menurunkan kadar hormon estrogen yang memicu perkembangan penyakit dan gejalanya. Pengendalian tersebut harus berada di kadar yang tepat sehingga menghindari efek jangka panjang akibat turunnya estrogen yang terlalu rendah," tambahnya.

endometriosis
Jangan abaikan nyeri haid yang berlebih. (Foto: Pexels/Andrea Piacquadio)

Evaluasi pengobatan dilakukan secara berkala setiap 3-6 bulan untuk menilai respons pengobatan. Apabila respons baik, terapi diteruskan dalam strategi pengobatan jangka panjang.(avia)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan