Ini Pertimbangan ACTA Ajukan 'Judicial Review' Terhadap UU Pemilu

Senin, 24 Juli 2017 - Yohannes Abimanyu

MerahPutih - Tim Advokasi Cinta Tanah Air (ACTA) mengajukan judicial review terhadap UU Pemilu 2017 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (24/7).

Wakil Ketua ACTA Hendarsam Marantoko menilai, UU Pemilu Pasal 222 yang mensyaratkan parpol atau gabungan parpol 20-25 persen agar dapat mengajukan Capres atau Cawapres bertentangan dengan UUD 1945.

"Untuk itu kami memohon agar Majelis Hakim MK dapat menyatakan Pasal 222 UU Pemilu 2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," katanya usai mendaftarkan permohonan uji materi ke MK, Jakarta, Senin (24/7).

Berdasarkan penjelasannya, Hendarsam mengatakan ada sejumlah pertimbangan ACTA mengajukan permohonan.

Pertama, Pasal 222 UU Pemilu menabrak logika sistem presidential sebagaimana diatur pada Pasal 4 UUD 1945.

"Aneh, dasar pengusulan calon presiden yang merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi justru mengacu kepada pemilu legislatif," katanya.

Kedua, Pasal 222 UU Pemilu telah menyalahi tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden sebagaimana diatur dalam pasal 6 A UUD 1945.

"Jelas dalam Pasal 6A ayat (1) bahwa yang bisa mengusulkan calon adalah partai politik peserta pemilu tanpa ada embel-embel berapa perolehan kursi parlemen atau suara sah pada pemilu sebelumnya," ucapnya.

Ketiga, Pasal 222 telah menimbulkan diskriminasi pada parpol peserta pemilu yang seharusnya semua berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan Wakil Presiden.

"Diskriminasinya, parpol baru yang tidak sampai perolehan suara 20 persen tidak dapat mengajukan calon," katanya.

"Atas dasar itu, ACTA mengajukan judicial review, untuk waktunya kita tunggu panggilan hakim untuk bersidang," tandasnya. (Fdi)

Baca juga berita terkait berikut ini: Sejumlah Politisi Bahas RUU Pemilu di Rumah Setnov

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan