Hakim Kerap Tersandung Suap, Kinerja Ketua MA Perlu Dievaluasi

Selasa, 10 Oktober 2017 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Ditangkapnya Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Sudiwardono dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin menambah panjang catatan hitam mafia peradilan yang terbukti melanggar sumpah jabatan.

Dalam pantauan Indonesian Corruption Watch (ICW), sejak kepemimpinan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali 1 Maret 2012, tercatat ada 25 hakim dan aparat badan peradilan yang terpaksa berurusan dengan KPK.

"Banyaknya oknum hakim dan aparat badan peradilan yang ditangkap tersebut, memunculkan tanda tanya besar terkait capaian Hatta Ali sebagai Ketua MA, yang sudah terpilih dua kali," kata ‎Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter melalui siaran persnya, Selasa (10/10).

Padahal, kata Lalola, sudah ada sederet peraturan internal yang dibuat di bawah kepemimpinan Hatta Ali agar tak ada hakim yang nyeleweng dari sumpah jabatannya.

Dia menyebutkan, seperti Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan ‎Atasan Langsung.

"Kemudian, ada pula Maklumat Ketua Mahkamah Agung Nomor 01/Maklumat/KMA/IX/2017, tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, aparatur MA, dan Badan Peradilan di bawahnya tapi minim implementasi," kritik Lalola.

Menurutnya, reformasi birokrasi di lingkungan MA tidak hanya dilakukan di level jenjang karir, namun termasuk juga dalam mekanisme rekruitmen calon pegawai di lingkungan MA.

"Itu sebagai mekanisme tak terpisahkan dan sebagai filter awal untuk meminimalisasi masuknya orang-orang yang tidak berintegritas dan minim kualitas ke dalam tubuh lembaga peradilan," kata dia.

Lalola menambahkan, sesungguhnya publik menunggu pertanggungjawaban Hatta Ali dalam menerapkan Maklumat Ketua Mahkamah Agung Nomor 01/Maklumat/KMA/XI/2017‎ tersebut.

Diketahui, Sudiwardono adalah ketua majelis hakim yang menangani perkara banding yang diajukan Bupati Bolaang Mongondow Sulawesi Utara Marlina Moha Siahaan.

Ia diduga menerima "uang pelicin" dari ‎anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Aditya Anugrah Moha yang merupakan anak Marlina untuk mempengaruhi putusannya.

Marlina merupakan terdakwa korupsi tunjangan penghasilan aparatur pemerintah desa (TPAPD) yang telah divonis lima tahun penjara. Marlina kemudian mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara atas putusan tersebut. (Pon)

Baca juga berita lainnya dalam artikel: Kerap Tersandung Korupsi, MA Bakal Evaluasi Pengawasan dan Pembinaan Hakim

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan