Hakim Kerap Tersandung Suap, Kinerja Ketua MA Perlu Dievaluasi


Juru Bicara MA Agung Suhadi (kanan) saat konferensi pers mengenai operasi tangkap tangan KPK di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (7/10). (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
MerahPutih.com - Ditangkapnya Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Sudiwardono dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin menambah panjang catatan hitam mafia peradilan yang terbukti melanggar sumpah jabatan.
Dalam pantauan Indonesian Corruption Watch (ICW), sejak kepemimpinan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali 1 Maret 2012, tercatat ada 25 hakim dan aparat badan peradilan yang terpaksa berurusan dengan KPK.
"Banyaknya oknum hakim dan aparat badan peradilan yang ditangkap tersebut, memunculkan tanda tanya besar terkait capaian Hatta Ali sebagai Ketua MA, yang sudah terpilih dua kali," kata Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter melalui siaran persnya, Selasa (10/10).
Padahal, kata Lalola, sudah ada sederet peraturan internal yang dibuat di bawah kepemimpinan Hatta Ali agar tak ada hakim yang nyeleweng dari sumpah jabatannya.
Dia menyebutkan, seperti Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung.
"Kemudian, ada pula Maklumat Ketua Mahkamah Agung Nomor 01/Maklumat/KMA/IX/2017, tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, aparatur MA, dan Badan Peradilan di bawahnya tapi minim implementasi," kritik Lalola.
Menurutnya, reformasi birokrasi di lingkungan MA tidak hanya dilakukan di level jenjang karir, namun termasuk juga dalam mekanisme rekruitmen calon pegawai di lingkungan MA.
"Itu sebagai mekanisme tak terpisahkan dan sebagai filter awal untuk meminimalisasi masuknya orang-orang yang tidak berintegritas dan minim kualitas ke dalam tubuh lembaga peradilan," kata dia.
Lalola menambahkan, sesungguhnya publik menunggu pertanggungjawaban Hatta Ali dalam menerapkan Maklumat Ketua Mahkamah Agung Nomor 01/Maklumat/KMA/XI/2017 tersebut.
Diketahui, Sudiwardono adalah ketua majelis hakim yang menangani perkara banding yang diajukan Bupati Bolaang Mongondow Sulawesi Utara Marlina Moha Siahaan.
Ia diduga menerima "uang pelicin" dari anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Aditya Anugrah Moha yang merupakan anak Marlina untuk mempengaruhi putusannya.
Marlina merupakan terdakwa korupsi tunjangan penghasilan aparatur pemerintah desa (TPAPD) yang telah divonis lima tahun penjara. Marlina kemudian mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara atas putusan tersebut. (Pon)
Baca juga berita lainnya dalam artikel: Kerap Tersandung Korupsi, MA Bakal Evaluasi Pengawasan dan Pembinaan Hakim
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
DPR RI Buka Kesempatan Publik Berikan Masukan dan Pandangan Terhadap Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc HAM MA

Mahkamah Agung Punya Pelat Nomor Kendaraan Khusus, Ketua MA Sunarto Bukan Lagi RI 8

ICW Kritik Pembebasan Bersyarat Setya Novanto, Sebut Kemunduran dalam Pemberantasan Korupsi

Profil Setya Novanto, Mantan Sales hingga Ketua DPR yang Baru Bebas dari Penjara Pasca Terlibat Korupsi e-KTP

Sehari Sebelum Peringatan HUT RI, Mantan Ketua DPR Setya Novanto Bebas Bersyarat Setelah Hukuman Dipotong MA

MA Buka Suara! Tiga Hakim Tom Lembong Ternyata Punya Sertifikat Tipikor Sah

MA Kerahkan Badan Pengawas MA Panggil 3 Hakim Kasus Tom Lembong, Cari Peyimpangan

Dugaan Korupsi Haji 2025, ICW Seret 3 Nama Pejabat Kemenag ke KPK

ICW Laporkan Dugaan Korupsi Haji 2025 ke KPK, Libatkan 2 PT beralamat Sama

Perkara Kasus Impor Gula, Tom Lembong Laporkan Hakim yang Vonis Dirinya ke Mahkamah Agung
