Firli Cs Dianggap Sewenang-Wenang Karena Mutasi Penyidik dan Jaksa KPK Sepihak

Senin, 27 Januari 2020 - Eddy Flo

MerahPutih.Com - Kabar mutasi sepihak yang dilakukan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap satu orang penyidik bernama Rosa dan satu orang jaksa bernama Yadyn menuai kritik.

Mutasi sepihak terhadap keduanya diduga berkaitan dengan kasus dugaan suap pengurusan antarwaktu (PAW) yang menjerat caleg PDIP, Harun Masiku dan eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

Baca Juga:

Jika Halangi Penyidikan, Firli Bahuri Bisa Dijerat Obstruction of Justice

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan mutasi harus didasarkan pada aturan kepegawaian KPK yang diatur dalam UU Nomor 30/2002 tentang KPK. Jika kontrak kerjanya belum selesai, menurut dia, proses mutasi tersebut merupakan bentuk kesewenang-wenangan.

Ketua KPK Firli Bahuri lakukan mutasi terhadap penyidik KPK yang periksa Wahyu KPU
Ketua KPK Firli Bahuri (Foto: antaranews)

"Jika kontraknya masih panjang tetapi diputus atau dikembalikan pada instansi asal, maka ini dapat diklasifikasi sebagai kesewenang-wenangan," kata Fickar saat dikonfirmasi, Senin (27/1).

Pria kelahiran Jakarta 15 September 1957 ini menilai suasana di internal lembaga antirasuah sedang tidak sehat. Menurut Fickar, mutasi harus didasarkan pada aturan perundang-undangan yang berlaku.

"Ini suasana tidak sehat, jika mutasi itu didasarkan pada aturan kepegawaian KPK, berdasar berakhirnya kontrak adalah hal biasa," tegas Fickar.

Meski demikian, Fickar berharap kasus dugaan suap yang menyeret PDI Perjuangan ini tetap ditangani KPK secara profesional.

"Penyidikan diharapkan tetap jalan oleh (penyidik) yang lain," tandas Fickar.

KPK belum memberikan keterangan resmi terkait hal tersebut. Hingga berita ini diturunkan, Ketua KPK Firli Bahuri hingga Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri belum membalas pesan singkat merahputih.com.

Sebagaimana dilansir Jawapos.com, Jaksa Yadyn membenarkan jika ada informasi perihal penarikan dirinya dari KPK.

“Saya mendengar informasi tersebut,” kata Yadyn.

Kendati demikian, dia mengaku belum menerima SK nya secara langsung.

“Tapi belum menerima SK penarikan,” ujar Yadyn.

Baca Juga:

Nyamar Jadi Tim KPK Gadungan, Oknum Wartawan Peras Para Kades Puluhan Juta

Karena belum menerima SK penarikannya secara langsung, dia pun tetap akan bekerja seperti biasa.

”Saya masih tetap melaksanakan tugas-tugas saya di KPK,” ujarnya.

Merintangi proses penyidikan atau penuntutan atau obstruction of justice tercantum dalam Pasal 21 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Pasal itu menyatakan, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta".(Pon)

Baca Juga:

Praktisi Hukum: Harun Masiku Korban Salah Urus dan Janji Manis PDIP

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan