Eks Ketua KPK: Peneror Novel Baswedan Harusnya Dituntut Maksimal

Sabtu, 13 Juni 2020 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menilai tuntutan satu tahun penjara terhadap dua pelaku penyiraman air keras sangat melukai rasa keadilan Novel Baswedan sebagai korban aksi teror.

Diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut dua terdakwa peneror Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, untuk dihukum satu tahun pidana penjara.

Baca Juga:

Soroti JPU Kasus Novel, DPR: Cederai Akal Sehat, Tidak Bisa Diterima

"Tuntutan ini aneh dan melukai rasa keadilan hukum, khususnya NB (Novel Baswedan dan keluarga)," kata Samad saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (13/6).

Menurut Samad, Novel Baswedan sebagai penegak hukum yang memiliki integritas dalam memberantas korupsi, seharusnya mendapatkan perlakuan layak sebagai korban dan memberikan hukuman yang berat terhadap dua terdakwa.

"Pelakunya adalah penegak hukum dan korban adalah penegak hukum. Ini adalah kejahatan penegak hukum terhadap penegak hukum (Novel). Seyogianya hukum melindungi penegaknya yang berintegritas dengan menuntut pelaku dengan tuntutan maksimal," tegas dia.

 Sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (30/4/2020). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz)
Sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (30/4/2020). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz)

"Tuntutan itu sangat tidak berpihak kepada NB (Novel Baswedan) dan keluarga sebagai korban, serta tidak mendukung agenda pemberantasan korupsi," sambung Samad.

Samad juga mengatakan, JPU telah gagal mengurai motif utama pelaku penyerangan kepada Novel Baswedan. Menurutnya, motif ketidaksukaan pelaku kepada Novel sangat subyektif dan lemah secara hukum.

“Sehingga ada motif utama yang gagal dimunculkan,” imbuhnya.

Baca Juga:

DPR Bakal Gunakan Ringannya Vonis Penyiram Novel Sebagai 'Amunisi' ke Jaksa Agung

Selain itu, Samad menilai JPU gagal membongkar jaringan pelaku penyerangan dengan hanya menjadikan kedua pelaku sebagai tersangka tunggal. Padahal advokasi masyarakat sipil menyebut ada aktor intelektual yang sengaja dilindungi.

“Jadi ini adalah kejahatan hukum yang sangat sistematis,” tegas Samad. (Pon)

Baca Juga:

2 Penyiram Novel Dituntut Setahun, Polisi: yang Menentukan Hakim

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan