DPR Minta Bapeten Berada Langsung di Bawah KLH untuk Perkuat Pengawasan Bahan Radioaktif

1 jam, 31 menit lalu - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Anggota Komisi XII DPR RI, Aqib Ardiansyah, mendesak dilakukannya reformasi kelembagaan terhadap Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Ia mengusulkan agar Bapeten ditempatkan di bawah koordinasi langsung Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Langkah ini dinilai strategis untuk memperkuat pengawasan bahan radioaktif dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), serta memangkas rantai birokrasi dalam penanganan ancaman radiasi.

Dorongan reformasi ini muncul sebagai respons atas temuan radiasi cesium-137 di Cikande, Banten. Menurut Aqib, insiden tersebut menunjukkan adanya kelemahan mendasar pada sistem pengawasan limbah radioaktif di Indonesia. Masalah ini bukan hanya teknis pengelolaan, melainkan menyangkut tata kelola keselamatan publik, potensi pencemaran lingkungan, dan risiko kesehatan jangka panjang.

“Insiden di Cikande tidak hanya soal teknis pengelolaan limbah radioaktif, tetapi persoalan tata kelola keselamatan publik, pencemaran lingkungan, dan risiko kesehatan jangka panjang. Fakta bahwa bahan radioaktif dapat berada di kawasan industri tanpa pengawasan memadai menunjukkan perlunya Bapeten ditempatkan dalam ekosistem kelembagaan yang lebih tepat dan kuat,” ujar Aqib dalam keterangannya, Kamis (4/12).

Baca juga:

Warga Cikande Mulai Direlokasi, KLH Targetkan Dekontaminasi Radiasi Selesai 2 Pekan

Integrasi Pengawasan di Bawah Payung KLH

Aqib menjelaskan bahwa KLH memiliki mandat utama dalam pengendalian pencemaran, pengawasan limbah B3, dan penegakan hukum lingkungan. Sementara itu, Bapeten bertanggung jawab mengawasi penggunaan sumber radiasi dan tenaga nuklir yang secara langsung berdampak pada kualitas lingkungan dan keselamatan publik.

Politisi Fraksi PAN ini berpandangan bahwa dengan menempatkan Bapeten di bawah KLH, rantai koordinasi akan lebih pendek, integrasi pengawasan menjadi lebih kuat, dan harmonisasi kebijakan lebih efektif.

Ia menambahkan bahwa insiden radiasi tidak hanya terjadi di Cikande, tetapi juga pernah muncul di berbagai tempat lain seperti industri daur ulang logam, kawasan industri, dan fasilitas medis, sehingga evaluasi nasional yang komprehensif sangat diperlukan.

Mewujudkan Kebijakan Satu Pintu dan Sistem Preventif

Reformasi kelembagaan ini diharapkan dapat menciptakan kebijakan satu pintu untuk pengelolaan limbah B3 dan limbah radioaktif, yang pada akhirnya akan mempercepat respons pemulihan dan penegakan hukum.

Aqib menegaskan bahwa tujuan utamanya adalah memastikan pengawasan radiasi dan keselamatan lingkungan berada dalam satu payung kebijakan yang terpadu, akuntabel, dan memberikan perlindungan maksimal bagi masyarakat.

Baca juga:

Ratusan Warga Sekitar Zona Radiasi Cikande Direlokasi, Tinggal di Kontrakan Gratis 1 Bulan

Komisi XII berkomitmen mendukung reformasi ini dan meminta pemerintah segera menindaklanjutinya dengan kajian mendalam, termasuk peningkatan kapasitas SDM dan teknologi pengawasan radiasi. Menurutnya, Indonesia memerlukan sistem pengawasan yang tidak hanya reaktif, tapi juga preventif dan berorientasi jangka panjang.

Sebagai langkah awal, Aqib mengusulkan agar Menteri Lingkungan Hidup dan Bapeten mengadakan rapat koordinasi khusus untuk menghasilkan kesimpulan mengikat sebagai dasar keputusan pemerintah.

“Ini tidak semata-mata apa, tapi ini untuk keselamatan masyarakat, untuk keselamatan publik, dan tata kelola kelembagaan yang lebih efisien dan efektif,” tegas Aqib mengakhiri pemaparan.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan