DPR INgatkan Revisi UU ASN Harus Komprehensif, Bukan Cuma Soal Pengawas Tapi Juga Kepastian Status Honorer
Rabu, 29 Oktober 2025 -
Merahputih.com - DPR akan menghormati dan menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 121/PUU-XXII/2024. Putusan tersebut memerintahkan Pemerintah dan DPR untuk membentuk lembaga pengawas independen Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam waktu dua tahun.
Menurut Doli, keputusan MK ini merupakan momentum penting untuk memperkuat sistem merit, menjaga netralitas ASN, dan memberikan perlindungan bagi pegawai negeri dari potensi politisasi birokrasi.
“Kita harus menghormati putusan Mahkamah Konstitusi, karena sifatnya final and binding. Saat membahas (revisi) UU ASN dulu, saya (jadi Ketua) di Komisi II, dan itu salah satu pembahasan terlama, hampir tiga tahun. Salah satu isu penting yang alot waktu itu adalah soal keberadaan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN),” ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Rabu (29/10).
Doli menjelaskan bahwa selama pembahasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN (periode 2019-2024), ada tiga isu krusial: penyelesaian nasib tenaga honorer, modernisasi birokrasi melalui digitalisasi, dan nasib lembaga pengawas ASN seperti KASN.
Baca juga:
Saat itu, mayoritas anggota Komisi II berharap KASN tetap dipertahankan karena perannya melindungi ASN dari kesewenang-wenangan atau politisasi jabatan. Namun, Pemerintah lebih memilih menghapus KASN, dan fungsi pengawasan dialihkan kepada Kementerian PAN-RB dan BKN.
Dengan adanya putusan MK ini, Doli menilai perlu dicari formulasi baru yang menjamin efektivitas lembaga pengawas tanpa menambah beban birokrasi.
“Nanti dalam revisi UU ASN, kita perlu mencari formula yang tepat. Satu sisi, pengawasan independen harus ada, tapi di sisi lain jangan sampai justru menambah tumpang tindih birokrasi atau menyulitkan pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan terkait ASN,” ungkapnya.
Meredakan Kontroversi P3K dan Honorer
Selain isu pengawasan ASN, Doli juga menyinggung pro dan kontra mengenai usulan alih status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tanpa tes.
Menurut Doli, UU ASN telah memberikan dasar hukum yang jelas untuk penyelesaian masalah tenaga honorer. Namun, Pemerintah belum juga menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana, padahal batas waktu penerbitan adalah enam bulan setelah UU disahkan.
Baca juga:
Pengamat Nilai RUU ASN Hambat Otonomi, Berpotensi Munculkan Konflik Pemerintah Pusat dan Daerah
UU ASN membagi ASN menjadi PNS dan PPPK (penuh waktu dan paruh waktu). Harapannya, tenaga honorer dapat masuk kategori PPPK, terutama bagi mereka yang sudah bekerja puluhan tahun dan terbentur batas usia PNS.
Doli sepakat bahwa seleksi tetap diperlukan untuk menjamin kualitas ASN, tetapi mekanisme seleksi harus disesuaikan agar lebih realistis dan inklusif bagi tenaga honorer yang telah mengabdi lama. Ia menambahkan, PPPK paruh waktu menjadi solusi sementara untuk mengakomodasi keterbatasan anggaran pemerintah terkait formasi ASN.
“Revisi UU ASN ke depan harus komprehensif. Kita ingin birokrasi yang modern, bersih, dan netral. Pengawasan independen harus ada, tenaga honorer harus punya kepastian, dan pelayanan publik harus semakin efisien,” tutupnya.