Di Sidang Hasto, Eks Hakim MK: Pasal Perintangan Tak Bisa Diterapkan di Tahap Penyelidikan
Kamis, 19 Juni 2025 -
MerahPutih.com - Eks Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Maruarar Siahaan, menegaskan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tidak bisa diterapkan pada tahap penyelidikan.
Demikian disampaikan Maruarar saat menjadi ahli dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan PAW anggota DPR RI 2019–2024 dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
“Saya kira kakau ditafsirkan menjadi yang ditentukan di sini adalah penyidikan tetapi diterapkan untuk penyelidikan dia merupakan suatu perluasan yang tadi dikatakan penafsiran ekstensif itu bertentangan dengan karakteristik hukum pidana sebagai suatu lex stricta, lex certa, dan apa yang tertulis atau lex scripta. Saya kira tidak diperkenankan,” kata Maruarar, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/6).
Baca juga:
Saksi Ahli Bahasa UI Amini Hasil Analisis Kasus Hasto Berdasarkan Ilustrasi Penyidik
Maruarar menjelaskan penafsiran ekstensif dalam hukum pidana bertentangan dengan asas legalitas yang mengharuskan kepastian, kejelasan, dan ketertulisan aturan hukum. Oleh karena itu, lanjut dia, perluasan makna “penyidikan” menjadi “penyelidikan” tidak sesuai.
Eks hakim konstitusi itu juga menyinggung sering terjadinya salah kaprah dalam memahami teori hukum Ragnok, yang menyebut hukum terdiri dari tiga elemen yakni kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.
“Kalau keadaan tidak tertahankan lagi, maka baru kita bergeser sedikit bahwa kepastian itu bisa digeser melihat unsur keadilan tetapi kalau itu tidak ada masalah seperti itu, tidak bisa digeser. Kepastian hukum itu menjadi yang utama dan karakteristik hukum pidana tadi yang kita katakan, yang menyebabkan dia tidak boleh tafsir ekstensif adalah kepastian itu,” paparnya
Baca juga:
'Ok Sip' Hasto ke Saeful Bahri, Kuasa Hukum: Bukan Menyetujui, Tapi Sekjen Marah
“Stability itu adalah kepastian, tetapi kalau tidak tertahankan lagi kepastian itu menimbulkan ketidakadilan baru sedikit digeser dia, itulah maka ada perubahan hukum," tandas Maruarar. (Pon)