Defisit Melebar, Utang Indonesia Tambah Bengkak
Rabu, 22 Juli 2020 -
MerahPutih.com - Pandemi COVID-19 membuat Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit. Pemerintahpun telah menetapkan aturan jika defisit APBN bisa diperlebar dari batas atas 3 persen persen menjadi lebih tinggi lagi dari Produk Domestik Bruto.
Defisit ini terjadi karena perubahan pendapatan negara yang tadinya ditargetkan Rp1.760,9 triliun. Namun, turun menjadi Rp1.699,1 triliun. Penerimaan perpajakan turun dari Rp1.462,6 triliun menjadi Rp1.404,5 triliun.
Sementara itu belanja negara akan mengalami kenaikan. Kondisi ini tertuang dalam dalam Perpres No. 54 tahun 2020 yang awalnya sebesar Rp2.613,8 triliun tetapi naik menjadi Rp2.738,4 triliun.
Dengan turunya pajak, maka salah satu cara menutupinya adalah dengan menambah utang. Tercatat, posisi utang pemerintah Indonesia hingga akhir Juni 2020 adalah sebesar Rp 5.264,07 triliun dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 32,67 persen. Jika dibandingkan dengan bulan Mei 2020, posisi utang pemerintah bulan Juni 2020 meningkat Rp47,3 triliun dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 5.258,57 triliun.
Baca Juga:
Bentuk Komite, Pemerintah Klaim Sinergikan Ekonomi dan Penanganan COVID-19
Secara rinci, utang pemerintah ini terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang kontribusinya sebesar 83,9 persen per akhir Juni 2020. Adapun penerbitan SBN yang tercatat sebesar Rp 4.472,22 triliun per Juni 2020. Penerbitan SBN juga terbagi menjadi SBN domestik dan SBN valuta asing (Valas).
SBN Domestik sebanyak Rp 3.280,02 triliun yang terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 2.665,48 triliun serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 614,54 triliun. Sementara itu, SBN Valas yang tercatat adalah sebesar Rp 1.192,21 triliun yang terdiri dari SUN sebesar Rp 939,06 triliun dan SBSN senilai Rp 253,15 triliun.
Utang pemerintah tersebut terdapat kontribusi 16,1 persen dari utang pinjaman pemerintah hingga akhir Juni 2020 yang sebesar Rp 791,75 triliun. Pinjaman ini dirincikan dalam dua kategori yakni pinjaman dalam negeri sebanyak Rp 9,80 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 782,04 triliun.
Adapun untuk pinjaman luar negeri, pinjaman Bilateral Rp 305,26 triliun, pinjaman Multilateral Rp 434,35 triliun dan Pinjaman Commercial Banks Rp 42,44 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, peningkatan utang pemerintah Indonesia ini, disebabkan oleh peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional akibat COVID-19.
“Pemerintah telah melakukan kebijakan relaksasi defisit anggaran di atas batas 3 persen untuk memenuhi kebutuhan belanja dan pembiayaan di sektor prioritas yaitu kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan untuk dunia usaha," ujarnya, Selasa (21/7).
Baca Juga:
Mengamankan Batik Indonesia Dengan Regulasi dan Inovasi