Berikut Poin-poin Penolakan KPK terhadap RUU KPK
Rabu, 07 Oktober 2015 -
MerahPutih Politik - Institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Revisi tersebut dinilai akan melemahkan kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi.
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tersebut masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019. Sebelumnya, RUU KPK tersebut sudah dihapuskan DPR dari daftar Prolegnas pada 2013.
Pimpinan KPK sementara Taufiequrachman Ruki membacakan poin-poin penolakan KPK secara institusi terhadap RUU KPK. Ruki membacakan penolakan tersebut pada jumpa pers di kantor KPK, Jakarta, Rabu (7/10). KPK juga menyebarkan penolakan tersebut melalui media sosial Twitter KPK, @KPK_RI, dan situs web KPK.
"KPK menolak rencana revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002," demikian pernyataan KPK melalui akun Twitter resmi KPK. Berikut poin-poin penolakan terhadap RUU Nomor 30 Tahun 2002 dari KPK:
1. Tentang masa kerja KPK
Tidak perlu dilakukan pembatasan masa kerja KPK karena sesuai dengan Pasal 2 Angka 6 Tap MPR Nomor VIII Tahun 2001, menyatakan bahwa MPR mengamanahkan pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dalam Tap MPR tersebut tidak menyebutkan adanya pembatasan waktu tertentu
2. Tidak perlu dihapuskan kewenangan penuntutan, karena proses penuntutan oleh KPK merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penanganan perkara secara terintegrasi
KPK juga mampu membuktikan adanya kerja sama yang baik antara penyelidik, penyidik, dan penuntut umum yang dibuktikan dengan dikabulkannya seluruh penuntutan oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (100 % conviction rate)
3. Pembatasan penanganan perkara oleh KPK harus di atas Rp50 miliar adalah tidak berdasar, karena KPK fokus pada subyek hukum yaitu penyelenggara negara sesuai Tap MPR Nomor: XI Tahun 1999 dan UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN
4. Kewenangan Penyadapan
a. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu dalam Perkara Nomor 006/PUU-I/2003 dan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, MK menyatakan bahwa kewenangan penyadapan KPK tidak melanggar konstitusi sehingga perlu dipertahankan. Selama ini, kewenangan penyadapan sangat mendukung keberhasilan KPK dalam pemberantasan korupsi. Apabila kewenangan ini dicabut maka sama dengan keinginan untuk melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi
b. KPK memiliki kewenangan melakukan penyadapan berdasarkan undang-undang (legal by regulated) yang berbasis pada evaluasi atau audit proses penyadapan, sehingga ketika KPK melakukan penyadapan tidak diperlukan adanya izin dari pengadilan (legal by court order)
5. KPK tetap tidak berwenang mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3), kecuali terhadap perkara-perkara secara limitatif yaitu tersangka meninggal dunia atau tersangka tidak layak diperiksa di pengadilan (unfit to stand trial)
6. KPK harus diberikan kewenangan untuk melakukan rekrutmen pegawai secara mandiri, termasuk mengangkat penyelidik dan penyidik, berdasarkan kompetensinya bukan berdasarkan statusnya sebagai polisi atau jaksa.
Baca Juga: