Begini Prosesi Upacara Hari Raya Nyepi di Bali

Selasa, 07 Maret 2017 - Eddy Flo

Umat Bali bersiap menyambut hari raya Nyepi. Melalui Parisada Hindu Dharma Indonesia selaku majelis tertinggi umat Hindu segala persiapan mulai digalangkan. Khusus di pulau Bali, PHDI mengeluarkan pedoman pelaksanaan Tahun Baru Saka 1939 yang jatuh pada Selasa 28 Maret nanti.

"Pedoman tersebut merupakan hasil rapat pengurus harian dan anggota Forum Welaka (kelompok pemikir) PHDI Bali tentang pelaksanaan rangkaian Hari Suci Nyepi tahun baru saka 1939," kata Ketua PHDI Provinsi Bali Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana MSi di Denpasar, Selasa (7/3), sebagaimana dilansir Antara.

Rankaian pelaksanaan Hari Suci Nyepi disesuaikan dengan tempat, waktu dan keadaan termasuk tradisi masing-masing desa adat di pulau Bali. Lebih lanjut, pedomaan pelaksanaan Hari Raya Nyepi diberikan kepada ketua umum pengurus harian parisada pusat, Gubernur Bali, Ketua DPRD Bali, Bendesa Agung Majelis Utama Desa Pekraman, Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali, dan bupati/wali kota se-Bali.

Menurut Prof Ngurah Sudiana, hari suci Nyepi tersebut diawali dengan mengadakan prosesi "Melasti/Melis" di kawasan pantai yang bermakna membersihkan "pratima" atau benda yang disakralkan oleh umat Hindu, selama tiga hari, 25-27 Maret 2017.

Ritual Melasti
Ritual Melasti (ANTARA Foto/Sigid Kurniawan)

Masing-masing desa adat bisa memilih salah satu dari tiga hari yang telah ditentukan tersebut. Demikian juga melasti tidak hanya ke Pantai juga dapat dilakukan ke danau atau sumber mata air (kelebutan) yang dianggap suci.

Ngurah Sudiana menjelaskan, umat yang bermukim dekat pantai umumnya melakukan prosesi "Melasti" ke laut, dan yang tinggal di daerah pegunungan melaksanakannya ke danau atau ke sumber mata air terdekat.

Sementara masyarakat yang tinggal di tengah-tengah daratan Pulau Dewata jauh dari laut maupun danau, dapat melakukan ritual pembersihan itu ke sumber mata air terdekat.

Setelah "Melasti", acara menyusul yang dilakukan adalah "Bhatara Nyejer" di Pura Desa/Bale Agung di desa adat masing-masing, lalu dilanjutkan dengan "Tawur Kesanga" atau persembahan kurban pada hari Senin, 27 Maret 2017, atau sehari menjelang Nyepi.

"Tawur Kesanga" itu dilakukan secara berjenjang di tingkat Provinsi Bali yang dipusatkan di Pura Besakih, kemudian tingkat kabupaten/kota, kecamatan, desa dan banjar hingga di rumah tangga masing-masing.

Untuk itu perwakilan dari masing-masing desa pekraman dan kecamatan agar datang ke Pura Besakih sekitar pukul 10.00 waktu setempat dengan membawa tempat tirtha tawur, daksina pejati, perlengkapan persembahyangan serta memohon nasi tawur dan tirta untuk disebarkan serta dipercikkan di wilayah masing-masing.

Jelang Nyepi
Ritual Jelang Nyepi (ANTARA Foto/Sigid Kurniawan)

Ngurah Sudiana menambahkan, kegiatan untuk tingkat kabupaten/kota menggunakan upacara Tawur Agung dengan segala kelengkapannya dilaksanakan dengan mengambil tempat pada Catuspata (perempatan jalan) sekitar pukul 12.00 (tengai tepet).

Untuk tingkat kecamatan akan menggunakan upakara Caru Panca Sanak yakni dengan lima ekor ayam (panca warna) ditambah itik belang kalung beserta kelengkapannya yang juga dilaksanakan di Catuspata (perempatan jalan) sekitar pukul 12.00 (tengai tepet).

Sementara pada tingkat desa akan menggunakan upacara Caru Panca Sata dengan lima ekor ayam (panca warna) beserta kelengkapannya, atau sesuai dengan kemampuan desa masing-masing dengan mengambil tempat di Catuspata (perempatan jalan) sekitar pukul 18.00 Wita (sandi kala).

Ritual Caru Panca Sata bermakna untuk meningkatkan hubungan yang serasi dan harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama umat manusia dan manusia dengan lingkungan.

Ritual Jelang Nyepi
Ritual Umat Hindu Jelang Nyepi (ANTARA Foto/Sigid Kurniawan)

"Tawur Kesanga" yang berakhir pada petang hari itu dilanjutkan dengan "Ngerupuk" yang bermakna mengusir roh jahat serta menetralisir semua kekuatan dan pengaruh negatif "bhutakala" yakni roh atau makluk yang tidak kelihatan secara kasat mata.

Keesokan harinya, Selasa, 28 Maret 2017, umat Hindu merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1939 dengan melaksanakan "Catur Brata" Penyepian, yakni empat pantangan (larangan) yang wajib dilaksanakan dan dipatuhi umat Hindu.

"Keempat larangan tersebut meliputi tidak melakukan kegiatan/bekerja (amati karya), tidak menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan) serta tidak mengadakan rekreasi, dan bersenang-senang atau hura-hura (amati lelanguan)," katanya.

Rangkaian Catur Brata atau "Nyepi" akan diawasi dan dijaga secara ketat oleh petugas keamanan desa adat (pecalang) di bawah koordinasi prajuru atau pengurus desa adat setempat.

Sumber: ANTARA

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan